Pemerintah Kota Padang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Awal kemerdekaan: Abdoel Hakim dan Rasidin dokter bukan doktor. B. Dt. Pado Pangulu lahir dan berasal dari suku di Payakumbuh (lihat artikelnya) bukan Bukittinggi.
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 49:
=== Awal kemerdekaan ===
[[Berkas:Bagindo Azizchan.jpg|thumb|upright|Wali Kota Padang kedua [[Bagindo Azizchan]] dinobatkan sebagai [[Daftar Pahlawan Nasional Indonesia|Pahlawan Nasional]] era kemerdekaan.]]
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, [[Abubakar Jaar|Mr. Abubakar Jaar]] diangkat sebagai [[wali kota]] pertama Kota Padang dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Mr. Abubakar Jaar merupakan seorang pamong sejak zaman Belanda,<ref name="Gusti1">{{cite book|last=Asnan|first=Gusti|authorlink=Gusti Asnan|title=Memikir Ulang Regionalisme: Sumatera Barat tahun 1950-an|year=2007|publisher=Yayasan Obor Indonesia|id=ISBN 978-979-461-640-6}}</ref> yang kemudian menjadi residen di [[Sumatera Utara]].<ref name="Husein">{{cite book|last=Husein|first=Ahmad|authorlink=Ahmad Husein|title=Sejarah Perjuangan Kemerdekaan R.I. di Minangkabau/Riau 1945-1950|year=1992|publisher=Badan Pemurnian Sejarah Indonesia-Minangkabau|volume=1|id=ISBN 978-979-405-126-9}}</ref> Pada tanggal 15 Agustus 1946 dipilih [[Bagindo Azizchan]] sebagai wali kota kedua,<ref>{{cite book|last=Sudarmanto|first=J. B.|title=Jejak-Jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia|year=2007|publisher=Grasindo|id=ISBN 978-979-759-716-0}}</ref> atas usulan Residen Mr[[Sutan Mohammad RasjidMr. St. M. Rasjid]],<ref name="Fatimah">Fatimah. Siti, Amri. Emizal, Ayu. Yasrina, Zed. Mestika (2007). ''Bgd. Azizchan, 1910-1947: Pahlawan Nasional dari Kota Padang''. Universitas Negeri Padang. ISBN 978-979-3458-14-4.</ref><ref>[[Sutan Mohammad Rasjid|Rasyid. Sutan Mohammad]] (1981). ''Rasjid-70''. Panitia Peringatan Ulang Tahun Mr. Rasjid ke-70.</ref> seiring dengan keadaan negara dalam situasi darurat perang akibat munculnya agresi [[Belanda]]. Kemudian pada tanggal 19 Juli 1947, Belanda melancarkan sebuah serangan militer dalam Kota Padang. Bagindo Azizchan yang waktu itu berada di Lapai ikut tewas terbunuh sewaktu menjalankan tugasnya sebagai kepala pemerintahan Kota Padang.<ref>Tim Penulis. ''Pahlawan Indonesia''. Niaga Swadaya. ISBN 978-979-1481-60-1.</ref>
 
Untuk menghindari kekosongan pemerintahan, [[Said Rasad]] dipilih sebagai pengganti, dan menjadi Wali kota ketiga. Kemudian ia memindahkan pusat pemerintahan ke [[Kota Padangpanjang]].<ref name="Mardanas">{{cite book|last=Safwan|first=Mardanas|title=Sejarah Kota Padang|year=1987|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional}}</ref> Namun, pada bulan September 1947, Belanda menunjuk [[Abdoel Hakim|Drdr. A. Hakim]], untuk menjadi wali kota Padang.<ref name="Mardanas"/>
 
Pada awal tahun 1950-an, sewaktu [[Rasidin|Drdr. Rasidin]] menjadi wali kota Padang, ia mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan becak sebagai sarana transportasi angkutan umum di Kota Padang, karena dianggap kurang manusiawi.<ref name="Mardanas"/> Kemudian pada tahun 1956 [[Bachtiar Datuk Pado Panghulu|B. Dt. Pado Panghulu]], seorang [[penghulu]] dari [[Kota BukittinggiPayakumbuh]], terpilih sebagai wali kota Padang berikutnya.<ref name="Gusti1"/> Tidak lama kemudian, pecah ketegangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Ketegangan memuncak pada tanggal 15 Februari 1958, dan [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI) dideklarasikan. Selanjutnya, PRRI yang dianggap sebagai pemberontak<ref>Poesponegoro. Marwati Djoened, Notosusanto. Nugroho (1992). ''Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia''. PT Balai Pustaka. ISBN 978-979-407-412-1.</ref> oleh pemerintah pusat dihancurkan dengan pengiriman kekuatan militer terbesar yang tercatat dalam sejarah [[Indonesia]].<ref>Ong H.H (1965). ''Sapta Marga Berkumandang di Sumatera: Operasi-Operasi Menumpas Pemberontakan PRRI''. Jakarta: Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata.</ref> Akibat peristiwa ini juga, terjadi eksodus besar-besaran [[suku Minangkabau]] ke daerah lain.<ref name="Syam">{{cite book|last=Syamdani|first=|title=[[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia|PRRI]], Pemberontakan atau Bukan|year=2009|publisher=Media Pressindo|id=ISBN 978-979-788-032-3}}</ref>
 
Setelah PRRI pada tanggal 31 Mei 1958, [[Z. A. St. Pangeran]] dilantik menjadi wali Kota Padang yang ketujuh, dengan setumpuk beban berat. Selain melanjutkan pembangunan, ia juga harus memulihkan kondisi psikologis masyarakat yang tercabik akibat [[perang saudara]].<ref name="Syam"/> Namun pada pertengahan tahun 1966, dia dipaksa mundur dari jabatannya oleh para [[mahasiswa]].<ref name="Audrey">{{cite book|last=Kahin|first=A.|title=Rebellion to Integration: West Sumatra and the Indonesian Polity, 1926-1998|year=1999|publisher=Amsterdam University Press|id=ISBN 90-5356-395-4}}</ref>