Cetbang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
k penambahan paragraf pada bagian 'penggunaan di masa majapahit' dan 'pengunaan setelah masa Majapahit' |
||
Baris 9:
== Penggunaan di masa Majapahit ==
Kerajaan Majapahit diperkirakan mendominasi nusantara karena keahlian & teknologi unik menempa perunggu serta keahlian produksi massal melalui industri rumahan yang digabungkan ke gudang persenjataan utama. Kerajaan Majapahit juga mempelopori pembuatan dan penggunaan senjata api secara massal sehingga menjadi bagian umum dari peperangan. Penggunaan meriam umum digunakan oleh armada laut kerajaan Majapahit dan juga bajak laut serta kerajaan pesaing di Nusantara.<ref>Apoorv shelke, Kalpesh Khatavkar,Nikhil Rane & Paresh Patil. The Bullet:Contains all basic Information.PediaPress.</ref>
Cetbang digunakan pada armada maritim Majapahit. Dimana ukurannya bervariasi antara 1 hingga 3 meter. Cetbang yang berukuran 3 meter bisasanya ditempatkan di kapal-kapal perang Majapahit yang disebut [[Jung]] Majapahit. Panglima angkatan laut Majapahit yang terkenal menggunakan meriam Cetbang pada armada Majapahit adalah Mpu Nala. Kesohoran Mpu Nala pada masa Majapahit diketahui melalui Prasasti Sekar, Prasasti Manah I Manuk (Bendosari), Prasasti Batur, Prasasti Tribhuwana dan Kakawin Negarakeragama yang menyebutnya sebagai Rakryan Tumenggung (panglima perang).<ref>{{Cite web|url=http://penyuluhbudayabojonegoro.blogspot.co.id/2014/10/prasasti-sekar.html|title=PRASASTI SEKAR|website=penyuluhbudayabojonegoro.blogspot.co.id|access-date=2017-01-17}}</ref> ▼
▲Cetbang yang digunakan pada armada maritim Majapahit
Dalam Kakawin Negarakertagama, Mpu Nala mendapat gelar "Wiramandalika". Gelar ini disematkan karena jasanya kepada perluasa wilayah Majapahit. Dalam wirama 72 bait 2-3 menyebutnya sebagai keturunan orang cerdik yang mampu menghancurkan musuh di Dompo (Nusa tengggara Barat).
== Penggunaan setelah masa Majapahit ==
Pada masa memudarnya kekuasaan Majapahit, banyak dari ahli meriam perunggu yang tidak puas dengan kondisi di kerajaan di Jawa yang lari ke Sumatra, Semenanjung Malaya dan kepulauan Filipina. Hal ini berakibat meluasnya penggunaan meriam Cetbang. Terutama pada kapal dagang untuk perlindungan dari bajak laut, terutama di Selat Makassar. Menurut catatan portugis yang datang ke Malaka pada abad ke-16, telah terdapat Perkampungan besar dari pedagang jawa yang diketuai oleh seorang Kepala Kampung. oang-orang Jawa di Malaka juga membuat meriam sendiri secara swadaya, dimana meriam pada saat itu sama bergunanya dengan layar pada kapal dagang.<ref>Furnivall, J.S. Netherlands India: A Study of Plural Economy. h.9.Cambridge University Press (2010)."when Portuguese first came to Malacca they noticed a large colony of Javanese merchants under its own headman; the Javanese even founded their own cannon, which then, and for long after, were as necessary to merchant ships as sails."</ref> Meriam Cetbang Majapahit tetap digunakan dan dilakukan improvisasi pada zaman [[Kesultanan Demak]], terutama pada [[Invasi Kerajaan Demak ke Malaka]]. Bahan baku besi untuk pembuatan meriam jawa tersebut diimpor dari daerah Khurasan di Persia utara, terkenal dengan sebutan ''wesi kurasani''.
Pada masa setelah Majapahit, meriam turunan cetbang di nusantara
* [[Lela]]
Meriam Lela berukuran lebih kecil daripada meriam Eropa, namun modelnya menarik. Banyak digunakan di kesultanan-kesultanan Melayu baik di semenanjung Malaya, Sumatra maupun Kalimantan. Meriam Lela tersebut digunakan di atas [[Kapal|kapal-kapal]] dagang atau pun kapal perang kerajaan untuk menghalau [[bajak laut]] dan juga dalam perang maritim. Meriam lela juga digunakan dan dibunyikan pada saat upacara, misalnya dalam pengangkatan seorang raja, menerima tamu penting, melamar calon pengantin, dan menghormati kematian orang terpandang.
Baris 23 ⟶ 25:
== Cetbang Majapahit saat ini ==
[[Berkas:Meriam museum bali.jpg|jmpl|
saat ini beberapa meriam cetbang Majapahit tersimpan di :
# Museum Bali, Denpasar, Bali. Meriam Bali kategori Cetbang ini terdapat di pelataran Museum Bali.
|