Sarwanto Priadhi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Pranala Luar +Pranala luar)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 25:
 
'''''Sarwanto Priadhi'''''<nowiki/>''' '''terlahir sebagai anak ke 8 dari 10 bersaudara dari pasangan [[Soeratman Karto Soedarmo]] dan [[Sabarijah]]. Sarwanto lahir di [[Kabupaten Wonosobo|Wonosobo]], [[Jawa Tengah]], pada hari Rabu Pon tanggal [[21 April]] 1965, tepat pada peringatan [[Kartini|Hari Kartini]].
Sarwanto kecil menyelesaikan pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas di Wonosobo, lantas melanjutkan kuliahnya di Fakultas Pertanian [[Universitas Jenderal Soedirman|Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)]] [[Purwokerto]]. Selama di bangku kuliah, Sarwanto menekuni aktivitas pergerakan mulai dari [[GMNI|organisasi kemahasiswaan (GMNI)]] hingga [[LSM|lembaga swadaya masyarakat (LSM)]].
Tahun 1992-1997, Sarwanto menekuni dunia pendidikan sebagai Pembantu Direktur [[Akademi Pertanian PGRI Wonosobo]]. Namun kemudian, Sarwanto melompat ke [[UBK|Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta]] sebagai Biro Kemahasiswaan tahun 1998.
Dua tahun kemudian, dia memutuskan untuk kembali ke Wonosobo dan menekuni dunia jurnalistik melalui Tabloid POLES. Selanjutnya pada Pemilu 2004, Sarwanto terpilih sebagai Anggota DPRD Wonosobo dari Fraksi [[Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan|Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)]] periode tahun 2004-2009. Namun, seiring dengan dinamika kepartaian, Sarwanto lantas memutuskan untuk keluar dari PDIP dan membangun partai baru yaitu [[Partai NasDem]] di kabupaten Wonosobo (2011-sekarang).
 
 
== Pembentukan Karakter ==
Sejak kecil, Sarwanto Priadhi memiliki hobby membaca. Kesukaan membaca ini bisa jadi oleh karena pengaruh faktor lingkungan keluarganya. Sekitar tahun 1970-1976, keluarganya membuka usaha penyewaan buku bacaan bernama Taman Bacaan Pelita Hati di rumah mereka tinggal. Sarwanto yang waktu itu masih berumur 5 tahun, menjadi terbiasa dengan situasi seperti itu. Sebelum bisa membaca, dia suka melihat gambar-gambar dalam majalah maupun komik.
Setelah masuk sekolah dasar, kemampuan membacanya berkembang sangat baik dibandingkan kawan-kawan seusianya. Mungkin hal itu karena bentukan situasi di dalam keluarganya yang setiap hari selalu bergumul dengan aneka buku bacaan. Pada dasarnya semua jenis buku bacaan disukai, namun buku tentang biografi tokoh-tokoh politik adalah yang paling disukainya, dan [[Soekarno]] adalah tokoh idolanya sejak kecil.
Saat menempuh pendidikan di bangku SMA (1981-1984), Sarwanto semakin menyukai politik. Dia ikuti perkembangan politik dari koran, radio, dan televisi. Hal ini nampak ketika musim kampanye Pemilu tahun 1982, dia nekat menyebarkan gambar partai di sekolah. Namun gambar partai yang dia sebarkan adalah gambar dari [[Partai Demokrasi Indonesia|Partai Demokrasi Indonesia (PDI)]] dan [[Partai Persatuan Pembangunan Pembangunan|Partai Persatuan Pembangunan Pembangunan (PPP)]]; padahal peserta Pemilu tahun 1982 ada tiga yaitu [[Partai Golongan Karya|Golongan Karya (Golkar)]], PDI, dan PPP. Alasannya tidak lain karena Sarwanto menganggap bahwa PDI dan PPP adalah partai yang tertindas sehingga perlu dibantu. Tidak hanya di situ, dia juga ikut menyebarkan pandangan politik [[Petisi 50]] yang saat itu dilarang oleh Pemerintah.
Memasuki masa kuliah, kegemaran berpolitik mendapatkan media yang tepat. Pada tahun 1987-1989, dia aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Purwokerto, sebuah organisasi kemahasiswaan yang berhaluan nasionalis. Di dalam GMNI itulah, cara berpikir dan akses politiknya berkembang. Perkenalan dengan tokoh-tokoh politik baik lokal maupun nasional mulai terbentuk.
Pada tahun 1989, bersama kawan-kawannya mendirikan Lembaga Swadaya (LSM) Masyarakat Rama Duta yang bermarkas di [[Purbalingga]]. Melalui LSM ini, Sarwanto bergiat di pemberdayaan kaum marginal perdesaan, lingkungan hidup, dan advokasi.
Aliansi dengan berbagai LSM seluruh Indonesia pun dilakukan melalui pembentukan Jaringan Kerja Pendamping Rakyat (CO Network) pada tahun 1991. Melalui aliansi itu maka gerakan perlawanan terhadap pemerintah Orde Baru semakin meningkat. Maka Sarwanto banyak terlibat dalam aksi-aksi demonstrasi yang selanjutnya menghasilan perubahan politik nasional, Reformasi Indonesia (1998).
Baris 42:
Selama menjadi pengurus PDIP dan wakil rakyat, Sarwanto dikenal sebagai pekerja keras yang banyak gagasan dan kritis dalam melihat suatu kebijakan. Maka tidak heran jika kemudian Sarwanto dinilai telah banyak memberikan warna baru baik di partaianya maupun di lembaga legislatif. Sarwanto juga berusaha mewujudkan dirinya sebagai “penyambung lidah rakyat”. Hal itu ditunjukkan dengan kedekatannya dengan masyarakat yang diwakilinya.
Beberapa gagasannya diwujudkan dalam peraturan daerah yang dia susun dan dia ajukan sendiri ke DPRD Wonosobo, diantaranya adalah Peraturan Daerah Wonosobo Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Daerah Wonosobo Nomor 3 Tahun 2009 tentang Partisipasi dan Transparansi.
Seiring dengan dinamika kepartaian, pada tahun 2011 Sarwanto memutuskan keluar dari keanggotaan PDIP dan membangun partai baru yaitu Partai NasDem di kabupaten Wonosobo. Di tangan Sarwanto, Partai NasDem bergerak sangat cepat dan mendapatkan respon positif masyarakat. Maka pada Pemilu 2014, Partai NasDem meraih 4 kursi di DPRD Wonosobo.
Hasil yang dicapai Partai NasDem bisa dibilang sangat baik untuk ukuran sebuah partai baru yang berumur 3 tahun. Namun hal yang menarik, Sarwanto justru tidak ikut serta dalam pencalegan karena ingin memberikan kesempatan pada kader-kader muda. Dia lebih memilih untuk fokus mengelola partai agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi pemenang pada pemilu selanjutnya.
 
== Memperjuangkan Lingkungan Hidup ==
Sebagai aktivis pergerakan, selain berjuang untuk menegakkan tata kelola negara yang demokratis, Sarwanto juga memiliki kepdulian besar pada lingkungan hidup. Kerusakan alam akibat proses pembangunan telah memunculkan kekawatiran atas keberlangsungan alam sebagai sumber kehidupan. Maka Sarwanto banyak terlibat aktif pada gerakan pro lingkungan hidup.
Lembaga yang digunakan sebagai alat perjuangannya antara lain Serikat Masyarakat Peduli Lingkungan (SMPL) Jawa Tengah, yang kemudian menjadi cikal bakal [[Walhi|Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)]] Jawa Tengah; dan [[Konsorsium]] untuk Pembangunan Masyarakat dan Lingkungan Hidup (KPMLH) Wonosobo.
Pada tahun 2007, Sarwanto berkesempatan untuk mengikuti [[Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2007|United Nations Climate Change Conference (UNCCC)]] di [[Bali]]. Konferensi ini digelar sebagai upaya lanjutan untuk menemukan solusi pengurangan [[Efek Rumah Kaca|efek gas rumah kaca]] yang menyebabkan [[pemanasan global]]. Selain itu, pembicaraan juga akan membahas mengenai cara membantu negara-negara miskin dalam mengatasi pemanasan dunia.
 
Baris 65:
== Referensi ==
 
* {{id}} http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/08/10/126722/Daftar-ke-KPUD-Partai-Nasdem-Macetkan-Jalan
* {{id}} http://news.wedding.my.id/go/view/3755/nasdem-wonosobo-bidik-kader-partai-besar.html
* {{id}} http://www.suaramerdeka.com/harian/0404/20/ked4.htm