Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Added {{overlinked}} tag to article (TW)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 60:
[[DPRD]] mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Anggota [[DPRD]] dipilih dalam sebuah pemilihan yang diatur oleh UU pembentukan daerah. Masa jabatan Anggota [[DPRD]] adalah lima tahun. Jumlah anggota [[DPRD]] juga diatur dalam UU pembentukan daerah yang bersangkutan. Ketua dan Wakil Ketua [[DPRD]] dipilih oleh dan dari anggota [[DPRD]] yang bersangkutan.
 
[[Pemerintah Daerah|DPD]] menjalankan pemerintahan sehari-hari. [[Pemerintah Daerah|AnggotaDPD]] secara bersama-sama atau masing-masing bertanggung jawab terhadap [[DPRD]] dan diwajibkan memberi keterangan-keterangan yang diminta oleh [[DPRD]]. [[Pemerintah Daerah|DPD]] dipilih oleh dan dari [[DPRD]] dengan memperhatikan perimbangan komposisi [[Partai Politik|kekuatan politik]] dalam [[DPRD]]. Masa jabatan [[Pemerintah Daerah|anggota DPD]] sama seperti masa jabatan [[DPRD]] yang bersangkutan. Jumlah anggota [[Pemerintah Daerah|DPD]] ditetapkan dalam UU pembentukan daerah yang bersangkutan.
 
[[Kepala Daerah]] menjadi ketua dan anggota [[Pemerintah Daerah|DPD]]. [[Kepala Daerah]] diangkat dan diberhentikan dengan ketentuan umum:
Baris 107:
[[DPRD]] mengatur dan mengurus segala urusan rumah tangga daerahnya kecuali ditentukan lain dengan UU. [[Pemilihan Umum|Pemilihan]] dan penggantian anggota [[DPRD]] diatur dengan undang-undang tersendiri. Masa jabatan anggota [[DPRD]] adalah empat tahun. Masa jabatan anggota pengganti antar waktu hanya untuk sisa masa empat tahun tersebut. Jumlah anggota [[DPRD]] ditetapkan dalam UU pembentukan, dengan dasar perhitungan jumlah [[Warga Negara Indonesia|penduduk]] tertentu. Ketua dan Wakil Ketua [[DPRD]] dipilih oleh dan dari anggota [[DPRD]].
 
Pimpinan sehari-hari [[Pemerintahan Daerah]] dijalankan oleh [[Pemerintah Daerah|DPD]]. [[Pemerintah Daerah|DPD]] menjalankan keputusan-keputusan [[DPRD]]. [[Pemerintah Daerah|Anggota DPD]] dalam menjalankan tugasnya secara bersama-sama bertanggung jawab kepada [[DPRD]] dan wajib memberi keterangan-keterangan yang diminta oleh [[DPRD]]. [[Pemerintah Daerah|DPD]] dipilih oleh dan dari [[DPRD]] dengan memperhatikan perimbangan komposisi [[Partai Politik|kekuatan politik]] dalam [[DPRD]]. Masa jabatan [[Pemerintah Daerah|anggota DPD]] sama seperti masa jabatan [[DPRD]] yang bersangkutan. [[Pemerintah Daerah|Anggota DPD antar waktu]] yang dipilih memiliki masa jabatan hanya untuk sisa masa jabatan [[Pemerintah Daerah|DPD]] yang ada. Jumlah [[Pemerintah Daerah|anggota DPD]] ditetapkan dalam peraturan pembentukan daerah yang bersangkutan. [[Kepala Daerah]] karena jabatannya menjadi ketua dan anggota [[Pemerintah Daerah|DPD]]. [[Pemerintah Daerah|Wakil Ketua DPD]] dipilih oleh dan dari, anggota [[Pemerintah Daerah|DPD]] bersangkutan.
 
[[Kepala Daerah]] dipilih, diangkat, dan diberhentikan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Untuk sementara waktu [[Kepala Daerah]] dipilih oleh [[DPRD]] dengan syarat-syarat tertentu dan disahkan oleh [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] untuk [[Gubernur|Kepala Daerah dari tingkat ke I]] atau [[Menteri|Menteri Dalam Negeri]] atau penguasa yang ditunjuk olehnya untuk [[Bupati|Kepala Daerah dari tingkat ke II]] dan [[Kepala Desa|ke III]]. [[Kepala Daerah]] dipilih untuk satu masa jabatan [[DPRD]] atau bagi mereka yang dipilih antar waktu guna mengisi lowongan [[Kepala Daerah]], untuk sisa masa jabatan tersebut.
Baris 117:
:; Konstitusi Republik III pasal 131, 132, dan 133 selengkapnya berbunyi:
<center>Pasal 131</center>
:; (1)Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (otonom), dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara.
:; (2) Kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
:; (3) Dengan undang-undang dapat diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas kepada daerah-daerah yang tidak termasuk dalam urusan rumah tangganya.
Baris 162:
:; [[Eksekutif]]: [[Kepala Daerah]], dibantu [[Kepala Daerah|Wakil Kepala Daerah]] dan [[Perangkat Daerah|Badan Pemerintah Harian]]
 
Jumlah anggota [[DPRD]] ditetapkan dalam UU pembentukan daerah dengan dasar perhitungan jumlah [[Warga Negara Indonesia|penduduk]] tertentu. Masa jabatan anggota [[DPRD]] adalah 5 tahun. Anggota [[DPRD]] antar waktu masa jabatannya hanya untuk sisa masa lima tahun tersebut. Pemilihan, pengangkatan dan penggantian anggota [[DPRD]] diatur dengan UU tersendiri. Pimpinan [[DPRD]] terdiri dari seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua yang mencerminkan poros [[Nasakom]]. Pimpinan [[DPRD]] dalam menjalankan tugasnya mempertanggung-jawabkan kepada [[Kepala Daerah]].
 
Masa jabatan [[Kepala Daerah]] dan [[Kepala Daerah|Wakil Kepala Daerah]], serta [[Perangkat Daerah|Anggota BPH]] adalah 5 tahun. [[Kepala Daerah]] adalah [[Pegawai Negeri Sipil|pegawai Negara]]. [[Kepala Daerah]] merupakan [[Gubernur|wakil pemerintah pusat]] sekaligus pejabat dalam [[pemerintahan daerah]]. Oleh karena itu [[Kepala Daerah]] harus melaksanakan politik pemerintah dan bertanggung jawab kepada [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] melalui [[Menteri|Menteri Dalam Negeri]] menurut hierarki yang ada. [[Kepala Daerah]] dan [[Kepala Daerah|Wakil Kepala Daerah]] serta [[Perangkat Daerah|Anggota BPH]] diangkat dan diberhentikan oleh:
Baris 170:
:; c. [[Gubernur|Kepala Daerah tingkat I]] dengan persetujuan [[Menteri|Menteri Dalam Negeri]] bagi [[Kecamatan|Daerah tingkat III]] yang ada dalam [[Provinsi|Daerah tingkat I]].
 
[[Perangkat Daerah|Anggota BPH]] bagi masing-masing tingkatan daerah adalah:
:; a. bagi [[Provinsi|Daerah tingkat I]] sekurang-kurangnya 7 orang.
:; b. bagi [[Kabupaten|Daerah tingkat II]] sekurang-kurangnya 5 orang.
:; c. bagi [[Kecamatan|Daerah tingkat III]] sekurang-kurangnya 3 orang.
 
Baris 216:
|}</onlyinclude>
 
Nama dan batas [[Daerah Tingkat I]] adalah sama dengan nama dan batas [[Provinsi|Wilayah Provinsi]] atau [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Ibukota Negara]]. Ibukota [[Daerah Tingkat I]] adalah ibukota [[Provinsi|Wilayah Provinsi]]. Nama dan batas [[Daerah Tingkat II]] adalah sama dengan nama dan batas [[Kabupaten|Wilayah Kabupaten]] atau [[Kota]]madya. Ibukota [[Daerah Tingkat II]] adalah ibukota [[Kabupaten|Wilayah Kabupaten]]. Penyebutan [[Pembagian administratif|Wilayah Administratif]] dan [[Daerah Otonom]] disatukan.
# Untuk [[Provinsi|Wilayah Administratif Provinsi]] dan [[Daerah Tingkat I|Daerah Otonom Tingkat I]] disebut [[Provinsi|Provinsi Daerah Tingkat I]]. Sebagai contoh adalah [[Riau|Provinsi Daerah Tingkat I Riau]].
# Untuk [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Wilayah Administratif Ibukota Negara]] dan [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Daerah Otonomi Khusus Ibukota Jakarta]] disebut [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta]].
Baris 231:
Susunan, keanggotaan, dan pimpinan [[DPRD]], begitu juga sumpah/janji, masa keanggotaan, dan larangan rangkapan jabatan bagi anggota-anggotanya diatur dengan UU tersendiri.
 
[[Kepala Daerah]] adalah [[Pejabat Negara]]. [[Kepala Daerah]] diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali, untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. [[Gubernur|Kepala Daerah Tingkat I]] dicalonkan dan dipilih oleh [[DPRD Provinsi|DPRD Tingkat I]] dengan persetujuan [[Menteri|Menteri Dalam Negeri]] dan selanjutnya diangkat oleh [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]]. [[Bupati|Kepala Daerah Tingkat II]] dicalonkan dan dipilih oleh [[DPRD Kabupaten|DPRD Tingkat II]] dengan persetujuan [[Gubernur|Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I]] dan selanjutnya diangkat oleh [[Menteri|Menteri Dalam Negeri]].
 
[[Kepala Daerah|Wakil Kepala Daerah]] adalah [[Pejabat Negara]]. [[Gubernur|Wakil Kepala Daerah Tingkat I]] diangkat oleh [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] dari [[Pegawai Negeri Sipil|Pegawai Negeri]] yang memenuhi persyaratan. [[Bupati|Wakil Kepala Daerah Tingkat II]] diangkat oleh [[Menteri|Menteri Dalam Negeri]] atas nama [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] dari [[Pegawai Negeri Sipil|Pegawai Negeri]] yang memenuhi persyaratan. Apabila dipandang perlu, [[Menteri|Menteri Dalam Negeri]] dapat menunjuk [[Gubernur|Pembantu Gubernur]], [[Bupati|Pembantu Bupati]] atau [[Walikota|Pembantu Walikotamadya]] yang mempunyai wilayah kerja tertentu dalam rangka [[Pembagian administratif|dekonsentrasi]].
Baris 237:
[[Kepala Daerah|Kepala Daerah Tingkat I]] karena jabatannya adalah [[Gubernur|Kepala Wilayah Provinsi]] atau [[Gubernur|Ibukota Negara]]. [[Kepala Daerah|Wakil Kepala Daerah Tingkat I]] karena jabatannya adalah [[Gubernur|Wakil Kepala Wilayah Provinsi]] atau [[Gubernur|Ibukota Negara]] dan disebut [[Gubernur|Wakil Gubernur]]. [[Kepala Daerah|Kepala Daerah Tingkat II]] karena jabatannya adalah [[Bupati|Kepala Wilayah Kabupaten]] atau [[Walikota|Kotamadya]]. [[Kepala Daerah|Wakil Kepala Daerah Tingkat II]] karena jabatannya adalah [[Bupati|Wakil Kepala Wilayah Kabupaten]] atau [[Walikota|Kotamadya]], dan disebut [[Bupati|Wakil Bupati]] atau [[Walikota|Wakil Walikotamadya]].
 
Sebutan [[Kepala Daerah|Kepala Wilayah]] dan [[Kepala Daerah]] disatukan.
# Untuk [[Kepala Daerah|Kepala Wilayah Provinsi/Kepala Daerah Tingkat I]] disebut [[Gubernur|Gubernur Kepala Daerah Tingkat I]]. Sebagai contoh [[Daftar gubernur di Indonesia|Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah]].
# Untuk [[Kepala Daerah|Kepala Wilayah Ibukota Negara/Daerah Khusus Ibukota Jakarta]] disebut [[Daftar gubernur di Indonesia|Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta]].
# Untuk [[Kepala Daerah|Kepala Wilayah Provinsi/Daerah Istimewa]] disebut [[Gubernur|Gubernur Kepala Daerah Istimewa]]. Untuk [[Aceh|DI Aceh]] disebut [[Daftar gubernur di Indonesia|Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh]]. Untuk [[Daerah Istimewa Yogyakarta|DI Yogyakarta]] disebut [[Daftar gubernur di Indonesia|Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta]].
# Untuk [[Kepala Daerah|Kepala Wilayah Kabupaten/Daerah Tingkat II]] disebut [[Bupati|Bupati Kepala Daerah Tingkat II]]. Sebagai contoh [[Kabupaten Barito Selatan|Bupati Kepala Daerah Tingkat II Barito Selatan]].
Baris 246:
[[Desa|Pemerintahan Desa]] diatur tersendiri dengan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. [[Desa]] adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah [[Camat]] dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan [[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]]. [[Desa|Pemerintah Desa]] terdiri dari [[Kepala Desa]] dan [[Badan Permusyawaratan Desa|Lembaga Musyawarah Desa]] ([[Badan Permusyawaratan Desa|LMD]]). Dalam menjalankan pemerintahan [[Kepala Desa]] dibantu oleh [[Desa|Perangkat Desa]] yang terdiri atas [[Sekretaris Desa]], [[Desa|Kepala-kepala Dusun]], dan [[Desa|Kepala-kepala Urusan]]. [[Kepala Desa]] karena jabatannya adalah [[Badan Permusyawaratan Desa|Ketua LMD]]. [[Sekretaris Desa]] karena jabatannya adalah [[Badan Permusyawaratan Desa|Sekretaris LMD]].
 
Dalam [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 5 Tahun 1979 juga diatur mengenai [[Kelurahan]]. [[Kelurahan]] adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah [[Camat]] dan tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. [[Kelurahan|Pemerintah Kelurahan]] terdiri atas [[Lurah|Kepala Kelurahan]] dan [[Kelurahan|Perangkat Kelurahan]] yang meliputi [[Kelurahan|Sekretaris Kelurahan]], [[Kelurahan|Kepala-kepala Lingkungan]], dan [[Kelurahan|Kepala-kepala Urusan]].
 
[[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 5 Tahun 1974 disusun berdasarkan pasal 18 [[Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945|Konstitusi Republik IV]] dan dikembangkan lebih jauh dengan mengadopsi "ide-ide" yang ada dalam [[Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945|penjelasan Konstitusi]]<ref>Pasal 18 konstitusi Republik IV berbunyi: "Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa". Penjelasan pasal 18 konstitusi berbunyi: "'''(I).''' Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (''streek'' dan ''locale rechtsgemeenschappen'') atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. '''(II).''' Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 ''zelfbesturende landchappen'' dan ''volksgetneenschappen'', seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut".</ref>. UU ini cukup lama bertahan yaitu selama 25 tahun. Dalam perjalanannya [[Indonesia]] mengalami penambahan wilayah baru yang berasal dari koloni Portugis<ref>Wilayah Indonesia yang asli '''hanya''' meliputi seluruh wilayah koloni Hindia Belanda</ref> pada [[1976]] dan dibentuk sebagai sebuah provinsi yaitu [[Timor Timur|Provinsi Daerah Tingkat I Timor Timur]] dengan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor-Timur ke Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Timor-Timur. Pada tahun [[1990]] [[Jakarta|Kota Jakarta]] mendapat status [[Daerah Khusus]] dengan tingkatan daerah otonom [[Daerah Tingkat I]] melalui [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta<ref>Dalam UU ini Provinsi DKI Jakarta, antara lain, menyelenggarakan pemerintahan yang bersifat khusus sebagai akibat langsung dari kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara. Pemerintahan khusus itu berupa Gubernur Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Presiden dengan mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari Menteri Dalam Negeri. Untuk itu pembiayaan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan yang bersifat khusus dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.</ref>. Selain itu tidak banyak yang menonjol dari pemerintahan daerah.
Baris 255:
Tiga jenis [[daerah otonom]] adalah [[Provinsi|Daerah Provinsi]], [[Kabupaten|Daerah Kabupaten]], dan [[Kota|Daerah Kota]]. Ketiga jenis daerah tersebut berkedudukan setara dalam artian tidak ada hierarki [[daerah otonom]]. [[Provinsi|Daerah Provinsi]] berkedudukan juga sebagai [[Pembagian administratif|wilayah administratif]].
 
Undang-undang menentukan bahwa [[Pemerintahan Daerah|pemerintahan lokal]] menggunakan nomenklatur [[Pemerintahan Daerah|"Pemerintahan Daerah"]]. [[Pemerintahan Daerah]] adalah penyelenggaraan [[Otonomi daerah|Pemerintahan Daerah Otonom]] oleh [[Pemerintah Daerah]] dan [[DPRD]] menurut [[Otonomi daerah|asas Desentralisasi]]. [[Daerah Otonom]] (disebut [[Provinsi|Daerah Provinsi]]/[[Kabupaten]]/[[Kota]]) adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan [[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]].
 
[[Pemerintahan Daerah|Pemerintahan lokal]] terdiri dari:
Baris 267:
[[Kepala Daerah]] [[Provinsi]] disebut [[Gubernur]], yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil [[Presiden Republik Indonesia|Pemerintah]]. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai [[Kepala Daerah]], [[Gubernur]] bertanggung jawab kepada [[DPRD Provinsi]]. [[Kepala Daerah]] [[Kabupaten]] disebut [[Bupati]]. [[Kepala Daerah]] [[Kota]] disebut [[Walikota]]. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan selaku [[Kepala Daerah]], [[Bupati]]/[[Walikota]] bertanggungiawab kepada [[DPRD Kabupaten]]/[[DPRD Kota|Kota]].
 
Peraturan mengenai [[Desa]] dipisahkan dalam bab yang berbeda dari peraturan mengenai [[daerah otonom]] [[provinsi]]/[[kabupaten]]/[[kota]]. Ini dikarenakan [[Desa]] atau yang disebut dengan nama lain ([[Nagari]],[[Kampung]], [[Huta]], [[Bori]], [[Marga]] dan lain sebagainya) memiliki susunan asli berdasarkan hak asal usul yang [[Daerah Istimewa|bersifat istimewa]], sebagaimana dimaksud dalam penjelasan [[Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945|Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945]]. [[Desa]] adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem [[Indonesia|Pemerintahan Nasional]] dan berada di [[Kabupaten|Daerah Kabupaten]].
 
[[Desa|Pemerintahan Desa]] terdiri atas [[Desa|Pemerintah Desa]] dan [[Badan Permusyawaratan Desa|Badan Perwakilan Desa]]. [[Desa|Pemerintah Desa]] terdiri atas [[Kepala Desa]] atau yang disebut dengan nama lain dan [[Desa|perangkat Desa]]. [[Kepala Desa]] [[Pemilihan Kepala Desa|dipilih langsung]] oleh [[Desa|Penduduk Desa]]. Masa jabatan [[Kepala Desa]] paling lama sepuluh tahun atau dua kali masa jabatan terhitung sejak tanggal ditetapkan. [[Badan Permusyawaratan Desa|Badan Perwakilan Desa]] atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat [[Peraturan Desa]], menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan [[Desa|Pemerintahan Desa]]. [[Badan Permusyawaratan Desa|Anggota Badan Perwakilan Desa]] dipilih dari dan oleh [[Desa|penduduk Desa]] yang memenuhi persyaratan. [[Badan Permusyawaratan Desa|Pimpinan Badan Perwakilan Desa]] dipilih dari dan oleh anggota. Di [[Desa]] dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan [[Desa]] dan ditetapkan dengan [[Peraturan Desa]].
Baris 298:
[[DPRD]] merupakan [[Parlemen|lembaga perwakilan rakyat]] daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan [[pemerintahan daerah]]. [[DPRD]] memiliki fungsi [[Legislatif|legislasi]], [[APBD|anggaran]], dan pengawasan. Ketentuan tentang [[DPRD]] sepanjang tidak diatur secara khusus berlaku ketentuan undang-undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan [[MPR]], [[DPR]], [[Dewan Perwakilan Daerah|DPD]], dan [[DPRD]]. Khusus untuk [[Pemerintahan Aceh|DPR Aceh]], [[Otonomi Khusus Papua|DPR Papua]], dan [[Pemerintahan DKI Jakarta|DPRD Provinsi DKI Jakarta]] dapat memiliki anggota sebanyak 125% dari jumlah yang ditentukan dalam UU yang mengatur mengenai [[DPRD]]<ref>Sebenarnya Aceh diatur secara khusus melalui UU No. 11 Tahun 2006, Papua diatur secara khusus melalui UU No. 21 Tahun 2001, dan Jakarta diatur secara khusus melalui UU No. 29 Tahun 2007; bukan di UU No. 32 Tahun 2004. Namun untuk memudahkan mengenali perbedaan antara Aceh, Papua, dan Jakarta dengan daerah lain maka hal tersebut langsung diperbandingkan</ref>.
 
[[Kepala daerah]] untuk [[provinsi]] disebut [[Gubernur]], untuk [[kabupaten]] disebut [[Bupati]], dan untuk [[kota]] disebut [[Walikota]]. [[Kepala Daerah|Wakil kepala daerah]] untuk [[provinsi]] disebut [[Gubernur|Wakil Gubernur]], untuk [[kabupaten]] disebut [[Bupati|Wakil Bupati]] dan untuk [[kota]] disebut [[Walikota|Wakil Walikota]]. [[Gubernur]] yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai [[Presiden Republik Indonesia|wakil Pemerintah]] di [[Provinsi|wilayah provinsi]] yang bersangkutan dan bertanggung jawab kepada [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]]. [[Kepala daerah]] dan [[Kepala Daerah|wakil kepala daerah]] [[Pemilihan Kepala Daerah|dipilih]] dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
 
[[Perangkat Daerah|Perangkat daerah provinsi]] secara umum terdiri atas [[sekretariat daerah]], [[sekretariat DPRD]], [[dinas daerah]], dan [[lembaga teknis daerah]]. [[Perangkat Daerah|Perangkat daerah kabupaten/kota]] secara umum terdiri atas [[sekretariat daerah]], [[sekretariat DPRD]], [[dinas daerah]], [[lembaga teknis daerah]], [[kecamatan]], dan [[kelurahan]].
Baris 312:
"'''Pasal 18'''
</center>
:; '''(1)''' Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
:; '''(2)''' Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
:; '''(3)''' Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
:; '''(4)''' Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
:; '''(5)''' Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
:; '''(6)''' Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
:; '''(7)''' Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
<center>'''Pasal 18A'''</center>
:; '''(1)''' Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
:; '''(2)''' Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
<center>'''Pasal 18B'''</center>
:; '''(1)''' Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
:; '''(2)''' Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang."
</ref>. Dalam perjalanannya UU ini telah diubah sebanyak dua kali dengan [[Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang|Perppu No. 3 Tahun 2005]] (ditetapkan menjadi [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 8 Tahun 2005) dan dengan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 12 Tahun 2008. Selanjutnya [[Nanggore Aceh Darussalam|daerah Aceh]] dan [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] kembali diatur dengan UU tersendiri. [[Aceh]] diatur secara penuh dengan [[Pemerintahan Aceh|UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh]]<ref>Isi UU ini sebagian besar merupakan implementasi dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Ibukota Finlandia. Isi keistimewaan dan otonomi khusus Aceh yang berasal dari UU sebelumnya mendapat penjabaran lebih lanjut dan perluasan serta tambahan materi berdasarkan MoU Indonesia-GAM. Sebagai contoh ialah mengenai penerapan syariat Islam yang meliputi aqidah, syar’iyah dan akhlak yang ketiganya dirinci menjadi ibadah, ahwal alsyakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha’ (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam.</ref>. Sedangkan [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] diatur kembali dengan [[Pemerintahan DKI Jakarta|UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia]]<ref>Dalam UU ini antara lain ditetapkan otonomi pada tingkat provinsi, Gubernur harus mendapat suara lebih dari 50% untuk terpilih dalam satu putaran pemilihan, Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibukota Negara, Gubernur mempunyai hak protokoler mendampingi Presiden, Adanya Deputi Gubernur yang membantu Gubernur dalam kapasitasnya sebagai kepala Ibukota Negara, Pembagian wilayah Jakarta dalam Kota administrasi/kabupaten administrasi, Adanya Dewan Kota/Dewan Kabupaten pada tingkat kota/kabupaten serta Lembaga Musyawarah Kelurahan pada tingkat kelurahan sebagai lembaga musyawarah untuk mengakomodasi peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dan peningkatan pelayanan masyarakat</ref>. [[Papua|Provinsi Papua]] tetap diatur dengan [[Otonomi Khusus Papua|UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua]]<ref>Majelis Rakyat Papua baru dibentuk pada tahun 2004 atau 2005</ref>. [[Papua Barat|Provinsi Papua Barat]] sebagai pemekaran dari [[Papua|Provinsi Papua]] juga mendapatkan [[Daerah Khusus|otonomi khusus]] sebagaimana [[Papua|provinsi induknya]] dengan [[Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang|Perppu No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua]] (ditetapkan menjadi [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] No. 35 Tahun 2008)<ref>Isi otonomi silakan lihat catatan kaki pada periode VI Otsus Papua</ref>.
Baris 331:
Menurut ''Regeering Reglement'' (RR) [[1854]], [[Hindia Belanda|Nederlandse Indie]] diperintah oleh [[Gubernur Jenderal]] atas nama [[Raja]]/[[Ratu]] [[Belanda|Nederland]] secara sentralistis. [[Hindia Belanda|Daerah Nederlandse Indie]] dibagi dalam dua kategori besar yaitu [[Daerah Otonom|''daerah Indirect Gebied'']] dan [[Pembagian administratif|''Direct Gebied'']].
 
[[Daerah Otonom|Daerah Indirect Gebied]] adalah daerah yang diperintah secara tidak langsung oleh [[Gubernur Jenderal|penguasa Batavia]]. Daerah ini biasanya berbentuk [[Monarki|kerajaan]] atau [[kesultanan]] yang terikat dengan perjanjian politik baik jangka panjang maupun jangka pendek. Perjanjian ini dilakukan oleh [[raja]]/[[sultan]] dari [[kerajaan]]/[[kesultanan]] lokal dengan [[Residen]]/[[Gubernur]] sebagai wakil [[Gubernur Jenderal]] atas nama [[Raja]]/[[Ratu]] [[Belanda]]. Dengan perjanjian tersebut [[Monarki|kerajaan]]/[[kesultanan]] memiliki status "negara semi merdeka" dalam lingkungan [[Belanda|Kerajaan Belanda]]. Daerah-daerah tersebut diperintah sendiri oleh [[Raja|penguasa pribumi]] dan memiliki [[Otonomi daerah|struktur pemerintahan lokal]] sendiri. [[Hindia Belanda|Pemerintah Hindia Belanda]] hanya menempatkan para pengawas dengan pangkat [[Asisten Residen]], [[Residen]], atau [[Gubernur]] sesuai dengan tingkatan daerah yang didasarkan pada kepentingan [[Hindia Belanda|pemerintah Hindia Belanda]]. Dari sinilah kemudian muncul [[Daerah Khusus|kedudukan khusus]] suatu daerah yang dikenal dengan nomenklatur [[Zelfbesturende Lanschappen]] ([[Zelfbestuurende Landschappen|Daerah Swapraja]] [ [[Otonomi daerah|berpemerintahan sendiri]] ] atau [[Otonomi daerah|otonom]]).
 
[[Pembagian administratif|Daerah Direct Gebeid]] adalah yang diperintah secara langsung oleh [[Batavia]] secara hirarkis. Pemerintahannya [[Pembagian administratif|bersifat administratif]] atau sering disebut "pemerintahan pangreh praja". Pemerintahan ini pun dibedakan antara pemerintahan di wilayah [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]] dengan Luar [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]].
 
Di daerah [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]], secara berurutan tingkatan pemerintahan dan kepala pemerintahannya (dalam tanda kurung), adalah : [[Provinsi]] ([[Gubernur]]), [[Karesidenan]] ([[Residen]]), [[Kabupaten]] ([[Asisten Residen]] dan [[Bupati|Bupati lokal [regent] ]]) , [[Kawedanan]] ([[Wedana]]), [[Kecamatan]] ([[Asisten Wedana]]), [[Desa]] ([[Lurah]]/[[Kepala Desa]]).
Baris 392:
{{reflist}}
* Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
* Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS 1949)
* Undang-Undang RIS No. 7 Tahun 1950 (UUD Sementara 1950)
* UU Pokok No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah (RI-Yogyakarta)