Chen Huang Er Xian Sheng: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
'''Chen Huang Er Xian Sheng''' ([[Hokkien]]: Tan Oei Ji Sian Seng) atau '''Yi Yong Gong''' ([[Hokkien]]: Gi Yong Kong) adalah kedua orang pejuang yang dipuja di Kota Juana, [[Rembang, Rembang|Rembang]], dan [[Lasem, Rembang|Lasem]]. Bersama dengan [[Panji Margono|Raden Panji Margono]], ketiganya menjadi pemimpin pemberontakan melawan [[VOC]] pada tahun 1741-1742 dan 1750 yang dikenal sebagai ''[[Perang Kuning]]''.<ref name="sam">Yayasan Kelenteng Sam Po Kong. "Dewa-Dewi Kelenteng". Semarang.</ref> Penduduk Tionghoa di Lasem menghormati keduanya sebagai pahlawan dan membangun Klenteng [[Gie Yong Bio]] pada tahun 1780 sebagai monumen pengingat keberanian mereka.<ref name=yon>Yon, 2009, "Membedah Cina Lasem". Dalam "''Sejarah Perkembangan Klenteng Gie Yong Bio di Lasem dan Pengaruhnya Masyarakat 1967-1998''" oleh Nurul Hidayati Septyana, 2012.</ref>
 
== Nama dan etimologi ==
Gelar ''Chen Huang Er Xian Sheng'' memiliki arti "Dua Tuan Terhormat dari Keluarga Chen dan Huang". ''Chen'' dan ''Huang'' merupakan [[Marga]]; ''Er'' memiliki arti ''Dua''; ''Xian Sheng'' memiliki arti ''Tuan''. Dalam logat [[Hokkien]], gelar itu disebut ''Tan Oei Ji Sian Seng''.<ref name="sam"/>
 
Keduanya memilik nama asli Tan Kee Wie dan Oei Ing kiat. Tan Kee Wie dikenal sebagai juragan bata yang dermawan. <ref name=unjiya>Unjiya, 2008, "Lasem Negeri Dampo Awang yang Terlupakan. Dalam "''Sejarah Perkembangan Klenteng Gie Yong Bio di Lasem dan Pengaruhnya Masyarakat 1967-1998''" oleh Nurul Hidayati Septyana, 2012.</ref> Selain sebagai pengusaha, ia juga dikenal sebagai pendekar atau guru kungfu.<ref name=yon/>
 
Oei Ing Kiat (Oey Ing Kiat) adalah seorang Tionghoa beragama Islam yang sangat kaya, keturunan [[Bi Nang Oen]] yang merupakan salah seorang juru mudi armada Laksamana [[Ceng Ho]] yang mendarat di Bonang-Lasem. Bi Nang Oen adalah seorang pujangga dari [[Campa]] yang menjadi penyebar [[agama Islam]] di Lasem pada awal abad XV. <ref name=panji>R. Panji Kamzah. "''Kitab Carita Sajarah Lasem''". Ditulis ulang oleh R. Panji Karsono tahun 1920. Diunduh pada [http://pesisirantimur.blogspot.com/2012/04/perang-kuningperang-cinaperang-lasem.html Perang Kuning/Perang Cina/Perang Lasem].</ref> Oei Ing Kiat sendiri merupakan pengusaha dan syahbandar yang memiliki banyak kapal junk dan perahu antar pulau.<ref name=unjiya/>
Baris 11:
 
== Sejarah ==
[[Babad Tanah Jawi]] menyebut kedua pemimpin pemberontak Lasem bernama ''Encik Macan'' dan ''Muda Tik'', yaitu Tan Pan Ciang (bukan Khe Pan Jiang) dan Oei Ing Kiat. Nama Tan Kee Wie tidak disebutkan, sementara Tan Pan Ciang merupakan nama samaran Raden Panji Margono yang menyamar sebagai seorang babah (keturunan campuran Jawa-China). [[Babad Tanah Jawi]] mencatat keduanya sebagai pengusaha [[Atap|genting]] dari Desa [[Klotok, Plumpang, Tuban|Klotok]].<ref name="sam"/><ref name=lasem>TITD Tri Murti Lasem. 20 Juli 2011. [http://titdtrimurtilasem.blogspot.com/2011/07/sejarah-kenteng-gie-yong-kong-lasem.html SEJARAH KENTENG GIE YONG KONG LASEM].</ref>
 
Oei Ing Kiat menjabat sebagai bupati di Lasem (1727-1743?) menggantikan ayah Raden Panji Margono, yaitu Tejakusuma V (1714-1727). Sebagai Bupati Lasem, ia diberi gelar Tumenggung Widyaningrat oleh [[Pakubuwana II]]. Tejakusuma V memiliki sikap anti-VOC sehingga ia tidak menyukai kedekatan Susuhunan Pakubuwana II dengan pihak Belanda. Sementara itu, Panji Margono sendiri lebih menyukai kehidupan sebagai pedagang.<ref name="ss">Sam Setyautama. [http://books.google.co.id/books?id=lEGrOWWEvswC&pg=PA262&lpg=PA262&dq=%22oei+ing+kiat%22&source=bl&ots=J9pBS2ikUr&sig=6OpREoDNdmE2033oLMuFkJ-VHVA&hl=en&sa=X&ei=r_6OUd6UPIXBrAf01YFY&redir_esc=y#v=onepage&q=%22oei%20ing%20kiat%22&f=false Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia].</ref><ref name=benny>Benny G. Setiono. 2003. "Tionghoa dalam Pusaran Politik". TransMedia.</ref>
Baris 27:
=== Perang Kuning ===
{{lihat pula|Perang Kuning}}
Pada tahun 1750, Raden Panji Margono kembali merencanakan pemberontakan terhadap VOC.<ref name="ss"/> Pemberontakan tersebut didukung oleh laskar Tionghoa yang dipimpin Oei Ing Kiat dan laskar santri yang dipimpin Kyai [[Ali Badawi]].
 
Pertempuran meletus pada bulan Agustus 1750. Pasukan dari Tuban yang dipimpin Tumenggung Citrasoma bertempur dengan pasukan pemberontak Aragosoka yang dipimpin oleh Raden Panji Suryakusuma di Bonang dan Leran. Pasukan VOC dari Jepara yang melewati jalur laut menuju Layur (utara Lasem) dihadang pasukan Lasem dibawah pimpinan Oei Ing Kiat yang dipersenjatai senapan dan meriam hasil rampasan perang. Di sebelah timur Sungai Paturenan, pasukan Kyai Ali Badawi menghadang pasukan VOC dan Citrasoma. Raden Panji Margono memimpin pertempuran jarak dekat melawan pasukan Belanda di daerah Narukan dan Karangpace (barat Lasem) hingga ke utara di tepi laut. Di tempat ini, Raden Panji Margono gugur terkena sabetan pedang. <ref name=panji/><ref name=unjiya/>
Baris 41:
{{lihat pula|Gie Yong Bio}}
[[Berkas:Kongco-pribumi-R-Panji-Margono.-Foto.Chris -230x300.jpg|thumb|Rupang Raden Panji Margono di altar klenteng Gie Yong Bio]]
Untuk memperingati kepahlawanan Tan Kee Wie, Oei Ing Kiat, dan Tan Pan Ciang, masyarakat Tionghoa di Lasem mendirikan Kelenteng ''Tan Oei Ji Siang Sen'' atau ''[[Gie Yong Bio|Gi Yong Kong Bio]]'' (lit. Kelenteng Kebenaran dan Keberanian)<ref name="ss"/> pada tahun 1780an. Menurut penuturan para orang tua di Lasem, setelah pertempuran berakhir, seorang ahli ukir bermimpi bahwa di sungai Juwana terdapat dua batang kayu yang terapung. Kedua batang kayu tersebut tidak bisa diambil oleh siapapun meskipun banyak yang menginginkan. Si ahli ukir diperintahkan dalam mimpi tersebut untuk mengambil kedua batang kayu dan mengukirnya menjadi patung Tan Oei Ji Sian Seng sebagai pengingat bagi anak dan cucunya.<ref name="titd">TITD Tri Murti Lasem. 20 Juli 2011. [http://titdtrimurtilasem.blogspot.com/ Sejarah Klenteng Gie Yong Kong Babagan].</ref>
 
Makam Oei Ing Kiat dipercaya berada di kompleks pemakaman Gunung Bugel, Desa [[Warugunung, Pancur, Rembang]]. Makam tersebut dikeramatkan oleh masyarakat sekitar, bahkan sering dikunjungi oleh penduduk berbagai daerah, terutama setiap malam Jumat dan Minggu pagi.<ref>Harian Umum Suara Merdeka. 24 Mei 2003. [http://www.suaramerdeka.com/harian/0305/24/dar25.htm Ratusan Orang Kunjungi Makam Kuno].</ref>