Candi Sawentar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
JAnDbot (bicara | kontrib)
k removed link to a non-existing Commons category
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 33:
<blockquote>''“Ndan ring śaka tri tanu rawi ring wēsākā, śri nāthā mūja mara ri palah sābŗtya, jambat sing rāmya pinaraniran lānglitya, ro lwang wentar manguri balitar mwang jimbē”''</blockquote>
 
Artinya:
<blockquote>Lalu pada tahun [[saka]] Tritanurawi—1283 (1361 Masehi) Bulan Wesaka (April-Mei), Baginda raja memuja (nyekar) Ke Palah dengan pengiringnya, berlarut-larut setiap yang indah dikunjungi untuk menghibur hati, di Lawang Wentar Manguri Balitar dan Jimbe<ref>Riana (2009), halaman 302</ref></blockquote>.
 
Baris 86:
# Soko sarono (arang, batu bara)
# Soko glap (petir)
Surya memiliki nilai 1 karena surya berarti matahari. Dalam alam semesta ini matahari tentunya hanya ada 1<ref>sajid (tahun?), halaman 7-15</ref>. Ulasan candra sengkala di atas yang akhirnya didapati angka tahun 1318 śaka (1396 [[Masehi]]). Hal inilah seperti yang dikatakan ''Baskoro Daru Tjahjono'' merupakan sebuah monumen peringatan. Memang sekilas bentuk Sawentar 2 bagian selatan hampir sama dengan candi Kama yang terdapat di Trawas [[Mojokerto]]. Sekilas dilihat memang ada keserupaan bentuk walau ukurannya tidak sama. Hanya pada candi Sawentar lebih kompleks temuannya sehingga diketahui dengan jelas fungsi dan sejarahnya.
 
Pendirian sebuah candi biasanya bertalian erat dengan peristiwa meninggalnya seorang raja. Hal ini dapat diketahui dari keterangan-keterangan yang termuat dalam kitab Nagarakrtagama dan kitab [[Pararaton]]. Candi didirikan untuk mengabadikan “dharma”nya dan memuliakan rohnya yang telah bersatu dengan dewa penitisnya. Misalnya: Candi Jago merupakan tempat pendarmaan Raja Wisnuwardhana, Candi Singasari dan Candi Jawi untuk memuliakan Raja [[Kertanegara]], dan [[Candi Simping]] untuk memuliakan Raja [[Kertarajasa]]. Namun selain sebagai tempat pendarmaan raja yang telah meninggal apakah tidak ada tujuan lain dalam pendirian suatu bangunan suci. Apakah tidak mungkin pula suatu bangunan suci didirikan untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting yang telah terjadi dalam suatu kerajaan atau latar belakang naik tahtanya seorang raja tampaknya juga mengilhami pendirian suatu bangunan suci. Pemahatan relief ''“nagaraja anahut surya”'' di candi Sawentar II kemungkinan merupakan penggambaran adanya peristiwa atau upaya perebutan tahta kerajaan di kerajaan Majapahit. Pada masa pemerintahan Wikramadharma telah terjadi pertentangan keluarga, antara Wikramadharma yang memerintah wilayah bagian barat (Majapahit) dengan [[Bhre Wirabhumi]] yang memerintah wilayah bagian timur (daerah Balambangan). Di dalam serat [[Pararaton]] peristiwa itu disebut paregreg, yang mulai terjadi tahun 1323 saka. Tahun 1318 saka yang tersirat dalam sengkalan ''“nagaraja anahut surya”'' sangat dekat dengan mulai terjadinya peristiwa paregreg. Jadi kemungkinannya sebelum terjadi peristiwa paregreg telah didahului dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan upaya perebutan tahta tersebut. Atau kemungkina angka tahun itu menunjuk tahun mulainya peristiwa paregreg. Kemungkinan tahun yang disebut oleh penulis [[Pararaton]] kurang tepat, mengingat penulisan [[Pararaton]] jauh setelah peristiwa itu berlangsung (sekitar abad XVII [[Masehi]]), sedangkan Candi Sawentar II yang memuat sangkalan ''“nagara anahut surya”'' berasal dari tahun 1357 atau 1358 saka (1435/1436 Masehi). Jadi candi Sawentar II didirikan oleh [[Suhita]] untuk memperingati peristiwa upaya perebutan tahta ''(paregreg)'' yang terjadi pada masa pemerintahan ayahnya.
Baris 96:
Struktur Candi Sawentar merupakan bentuk dari bangunan masa [[Jawa Timur]] yang berkembang pada [[abad]] XII – XIII M., Karena bangunan yang berkembang pada [[abad]] VIII – X M didominasi oleh bangunan-bangunan [[candi]] di [[Jawa Tengah]], bentuknya tidak seperti itu. Bangunan candi masa [[Jawa Tengah]] cenderung gemuk dan buntak (tambun), sedangkan bangunan [[candi]] masa [[Jawa Timur]] berbentuk ramping dan tinggi. Candi sawentar juga memiliki kesamaan bentuk dengan candi Kidal dan candi bangkal, yang sama-sama berada di [[Jawa Timur]]. Hanya untuk Candi Bangkal memang sebagian besar terbuat dari batu bata dan bukan [[andesit]] layaknya [[Candi Kidal]] dan Sawentar 1.
 
Denah alas atau batur candi Sawentar 1 hampir mengarah ke bujur sangkar, berukuran panjang 9,53 m, lebar 6,86 m. Tinggi bangunannya 10,65 [[meter]]<ref>Abbas (2001), halaman 39</ref>. Berdasarkan sisa-sisa bangunan yang terdapat di sekitar halaman, Candi Sawentar memiliki pagar keliling dari batu dengan denah halaman hampir bujur sangkar. Halaman ini merupakan halaman pusat, karena pada umumnya bangunan candi memiliki 3 tingkatan bangunan. Bangunan candinya terbuat dari batu andesit dengan pola pasang tidak beraturan/acak.
 
Dahulu di depan candi terdapat sebuah bangunan tembok tepat di depan tangga pintu masuk ke ruang candi, sehingga posisinya menutupi tangga pintu masuk tersebut. Bagian pondasi dari tembok pagar ini sekarang masih ada. Fungsi dari tembok itu diduga sebagai ''‘kelir’'' atau ''‘aling-aling’'' dari bangunan candinya. Maksud dari kelir atau aling-aling tersebut secara magis adalah sebagai penangkal atau penolak dari kekuatan gaib yang bersifat negatif/jahat. Dengan demikian tembok kelir atau aling-aling tersebut memiliki fungsi magis, yaitu magis perlindungan (protektif). Sisa pondasi pagar seperti pada gambar dibawah ini (membujur, utara-selatan). Candi Sawentar sesuai dengan strukturnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian kaki, badan, dan puncak.
Baris 121:
Menurut cerita Hindu, seorang raksasa, yaitu Mahesasura merusak kahyangan para dewa. Para dewa terutama [[Brahma]], [[Wisnu]], dan [[Siwa]] marah melihat keadaan tersebut. Dari kemarahan mereka itulah muncul kekuatan baru yang terjelmakan dalam figur seorang dewi yang sangat cantik, yaitu [[Durga]].
 
Berikutnya kita berjalan menuju sisi Timur (bagian belakang candi). Di sini kita mendapatkan relung yang kosong. Dahulu di relung ini berisi [[arca]] [[Ganesa]]. Tanda-tanda dari [[Ganesa]], di dalam mandala percandian ia selalu digambarkan duduk. Sikap kakinya seperti duduknya anak balita. Bertangan dua, delapan, sepuluh, duabelas, atau enam belas. Berperut buncit sebagai tanda bahwa ia kaya akan ilmu pengetahuan. Bermata tiga (trinetra seperti ayahnya). Berselempang ular. Senjata yang dibawanya secara standart adalah kapak (parasu), tasbih (aksamala), gading (danta) nya yang patah, serta mangkuk berisi madu (modaka). [[Dewa]] [[Ganesa]] dipuji sebagai dewa ilmu pengetahuan, dewa pembawa keberuntungan, serta [[dewa]] ‘penghancur segala rintangan/gangguan jahat’ (''Vignavignecvara'').
 
Berikutnya adalah relung sisi selatan. Relung ini telah kosong tanpa arca. Dahulu di sini bersemayam arca [[Siwa]] Guru atau Siwa Mahaguru ([[Dewa]] [[Siwa]] sebagai seorang pertapa/yogi). Dalam anggapan lain ada yang menyebutnya arca [[Resi]] [[Agastya]]. Tanda-tanda dari arca ini digambarkan berwujud seorang pertapa tua dengan rambutnya yang disanggul. Kumis dan jenggot panjang meruncing, serta berperut gendut. Bertangan dua yang masing-masing membawa tasbih (aksamala) dan kendi amerta (kamandalu). Pada sandaran sisi kanan terdapat senjata ‘Trisula’. Senjata tersebut terkadang ditempatkan di sisi lengan kanannya, kadang pula tangan kanannya memegang tangkai [[trisula]].
Baris 192:
 
{{bangunan-stub}}
 
 
[[Kategori:Candi Hindu|Sawentar]]