Rakai Kayuwangi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Migrasi 1 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:q12507768 |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 6:
Rakai Kayuwangi adalah putra bungsu [[Rakai Pikatan]] yang lahir dari permaisuri [[Pramodawardhani]]. Nama aslinya adalah Dyah Lokapala (prasasti Wantil) atau Mpu Lokapala (prasasti Argapura).
Menurut prasasti Wantil atau prasasti Siwagerha tanggal [[12 November]] [[856]], Dyah Lokapala naik takhta menggantikan ayahnya, yaitu Sang Jatiningrat (gelar [[Rakai Pikatan]] sebagai [[brahmana]]). Pengangkatan putra bungsu sebagai raja ini didasarkan pada jasa kepahlawanan Dyah Lokapala dalam menumpas musuh ayahnya, yang bermarkas di timbunan batu di atas bukit Ratu Baka.
Teori populer menyebut nama musuh tersebut adalah [[Balaputradewa]] karena pada prasasti Wantil terdapat istilah walaputra. Namun, sejarawan Buchari tidak menjumpai prasasti atas nama [[Balaputradewa]] pada situs bukit Ratu Baka, melainkan atas nama Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni. Adapun makna istilah walaputra adalah “putra bungsu”, yaitu julukan untuk Dyah Lokapala yang berhasil menumpas musuh ayahnya tersebut.
Jadi, pada akhir pemerintahan [[Rakai Pikatan]] terjadi pemberontakan Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni yang mengaku sebagai keturunan pendiri kerajaan ([[Sanjaya]]). Pemberontakan tersebut berhasil ditumpas oleh Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala alias Sang Walaputra, sehingga ia mendapat dukungan rakyat untuk naik takhta menggantikan ayahnya.
Baris 21:
Alasan Rakryan Manak bunuh diri tidak diketahui dengan pasti. Sementara itu putranya, yaitu Dyah Bhumijaya ditemukan para pemuka desa Wuatan Tija dan diantarkan kepada Maharaja Rakai Kayuwangi.
Tokoh Rakryan Landhayan ini memiliki putra bernama [[Dyah Wawa]] yang kelak berhasil merebut takhta [[Kerajaan Medang]] sekitar tahun [[927]]. Tokoh [[Dyah Wawa]] mengaku sebagai putra Kryan Landheyan yang dimakamkan di tengah hutan.
Jadi, setelah peristiwa penculikan tersebut, Rakryan Landhayan menjadi buronan kerajaan. Mungkin ia meninggal di tengah hutan karena menderita, atau mungkin karena dibunuh tentara kerajaan.
Baris 34:
Muncul pula prasasti Munggu Antan tahun [[887]] atas nama Maharaja Rakai Gurunwangi dan prasasti Poh Dulur tahun [[890]] atas nama Maharaja Rakai Limus Dyah Dewendra. Keduanya tidak terdapat dalam daftar raja [[prasasti Mantyasih]]. Mungkin saat itu telah terjadi perpecahan sehingga Rakai Kayuwangi bukanlah satu-satunya [[maharaja]] [[pulau Jawa]].
Nama Rakai Gurunwangi Dyah Ranu dan Dyah Saladu ditemukan dalam prasasti Plaosan dan diduga sebagai putra atau menantu [[Rakai Pikatan]]. Apakah mereka sama dengan Maharaja Rakai Gurunwangi tidak dapat dipastikan. Namun apabila benar-benar identik, berarti Rakai Gurunwangi selaku kakak Rakai Kayuwangi memberontak dan mendirikan kerajaan sendiri karena cemburu pada adik bungsunya tersebut.
[[Rakai Watuhumalang]] yang menurut [[prasasti Mantyasih]] merupakan raja [[Kerajaan Medang]] sesudah Rakai Kayuwangi. Kemudian ia digantikan oleh [[Dyah Balitung]] yang naik takhta karena menikahi putri raja sebelumnya. Mungkin yang dimaksud ialah [[Dyah Balitung]] merupakan menantu [[Rakai Watuhumalang]].
|