Sangiran: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 13:
}}
'''Sangiran''' adalah [[situs arkeologi]] di [[Jawa]], [[Indonesia]].<ref>{{cite journal|title=Shell tool use by early members of Homo erectus in Sangiran, central Java, Indonesia: cut mark evidence |doi=10.1016/j.jas.2006.03.013|year=2007|last1=Choi|first1=Kildo|last2=Driwantoro|first2=Dubel|journal=Journal of Archaeological Science|volume=34|page=48}}</ref> Menurut laporan [[UNESCO]] (1995) "Sangiran diakui oleh para ilmuwan untuk menjadi salah satu situs yang paling penting di dunia untuk mempelajari fosil manusia, disejajarkan bersama situs [[Zhoukoudian]] (Cina), [[Willandra Lakes]] (Australia), [[Olduvai Gorge]] (Tanzania), dan [[Sterkfontein]] (Afrika Selatan), dan lebih baik dalam penemuan daripada yang lain."<ref>[http://whc.unesco.org/archive/advisory_body_evaluation/593.pdf World Heritage List note, ''Sangiran''], No 593, September 1995.</ref>
Daerah terdiri dari sekitar 56 km² (7km x 8 km). Lokasi ini terletak di [[Jawa Tengah]], sekitar 15 kilometer sebelah utara [[Surakarta]] di lembah Sungai [[Bengawan Solo]]. Secara administratif, kawasan Sangiran terbagi antara 2 kabupaten: [[Kabupaten Sragen]] (Kecamatan Gemolong, [[Kalijambe, Sragen|Kecamatan Kalijambe]], dan Plupuh) dan [[Kabupaten Karanganyar]] ([[Gondangrejo, Karanganyar|Kecamatan Gondangrejo]]). Fitur penting dari situs ini adalah geologi daerah. Awalnya kubah terbentuk jutaan tahun yang lalu melalui kenaikan tektonik. Kubah itu kemudian terkikis yang mengekspos isi dalam kubah yang kaya akan catatan arkeologi.<ref>Tantri Yuliandini, '[http://www.thejakartapost.com/news/2002/08/23/tracing-man039s-origins-sangiran-pacitan.html Tracing man's origins in Sangiran, Pacitan'], ''The Jakarta Post'', 23 August 2002.</ref>
== Sejarah eksplorasi ==
* '''1883''': Situs sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C schemulling. Ketika aktif melakukan eksplorasi pada akhir abad ke-19, [[Eugene Dubois]] pernah melakukan penelitian di sini, namun tidak terlalu intensif karena kemudian ia memusatkan aktivitas di kawasan [[Trinil]], [[Kabupaten Ngawi|Ngawi]].
[[
* '''1934''': Ahli [[antropologi]] [[Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald]] memulai penelitian di area tersebut, setelah mencermati laporan-laporan berbagai penemuan ''balung buta'' ("tulang buta/raksasa") oleh warga dan diperdagangkan. Saat itu perdagangan fosil mulai ramai akibat penemuan tengkorak dan tulang paha ''[[Homo erectus|Pithecanthropus erectus]]'' ("Manusia Jawa") oleh [[Eugene Dubois]] di [[Trinil]], [[Kabupaten Ngawi|Ngawi]], tahun 1891. Trinil sendiri juga terletak di lembah Bengawan Solo, kira-kira 40 km timur Sangiran. Dengan dibantu tokoh setempat, setiap hari von Koenigswald meminta penduduk untuk mencari ''balung buta'', yang kemudian ia bayar. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan berbagai [[fosil]] ''[[Homo erectus]]'' lainnya. Ada sekitar 60 lebih fosil ''H. erectus'' atau [[Hominidae|hominid]] lainnya dengan variasi yang besar, termasuk seri ''[[Meganthropus palaeojavanicus]]'', telah ditemukan di situs tersebut dan kawasan sekitarnya. Selain manusia purba, ditemukan pula berbagai fosil tulang-belulang hewan-hewan bertulang belakang ([[Vertebrata]]), seperti [[buaya]] (kelompok [[gavial]] dan ''[[Crocodilus]]''), ''[[Hippopotamus]]'' (kuda nil), berbagai [[rusa]], [[harimau]] purba, dan [[gajah]] purba ([[stegodon]] dan [[gajah]] moderen).
Baris 35:
Seiring waktu, setelah pekerjaan awal oleh Dubois dan von Koenigswald di Sangiran, sarjana lain termasuk arkeolog Indonesia melakukan pekerjaan di lokasi tersebut. Sarjana Indonesia termasuk [[Teuku Jacob]], Etty Indriati, Sartono, Fachroel Aziz, Harry Widianto, Yahdi Zaim, dan Johan Arif.<ref>Etty Indriati, ''Warisan budaya dan munusia purba Indonesia Sangiran'' [''Cultural heritage and ancient Indonesian man Sangiran''], PT Citra Aji Parama, Yogyakarta, 2009.</ref>
== Museum Purbakala Sangiran ==
Penggalian oleh tim von Koenigswald yang berakhir 1941 dan koleksi-koleksinya sebagian disimpan di bangunan yang didirikannya bersama Toto Marsono di Sangiran, yang kelak menjadi Museum Purbakala Sangiran, tetapi koleksi-koleksi pentingnya dikirim ke kawannya di Jerman, [[Franz Weidenreich]].
Baris 47:
Museum saat ini dan pusat pengunjung memiliki tiga ruang utama. Ruang pertama berisi sejumlah diorama yang memberikan informasi tentang manusia purba dan hewan yang ada di situs Sangiran sekitar 1 juta tahun yang lalu. Ruang kedua, yang lebih luas, menyajikan banyak bahan rinci tentang berbagai fosil yang ditemukan di Sangiran dan tentang sejarah eksplorasi di situs. Ruang ketiga, dalam presentasi yang mengesankan terpisah, berisi diorama besar yang memberikan pandangan seluruh wilayah keseluruhan Sangiran, dengan gunung berapi seperti [[Gunung Lawu]] di latar belakang dan manusia dan hewan di latar depan, seperti yang dibayangkan sekitar 1 juta tahun yang lalu. Beberapa presentasi di aula ketiga ini menarik pada karya pematung paleontologis internasional [[Elisabeth Daynes]].
== Sosial dan isu-isu lain ==
Pengembangan Situs Sangiran secara keseluruhan bukan tanpa kontroversi. Penggalian yang tidak terkontrol dan perdagangan fosil ilegal telah terjadi di berbagai kesempatan sejak situs ini pertama kali ditemukan. Dalam beberapa periode, penduduk desa warga di daerah yang sering menggali dan menjual kepada pembeli fosil lokal. Setelah diberlakukannya UU Nasional Nomor 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya, ada kontrol yang kuat pada kegiatan ini.<ref>Ganug Nugroho Adi, '[http://www.thejakartapost.com/news/2013/06/11/the-paradox-sangiran.html The paradox of Sangiran'], ''The Jakarta Post'', 11 June 2013.</ref> Namun, kegiatan ilegal kadang-kadang terus terjadi dalam beberapa tahun terakhir.<ref>Lusiana Indriasani, '[http://oase.kompas.com/read/2011/12/19/10534667/Kemiskinan.dan.Penjualan.Benda..Purbakala.Sangiran Kemiskinan dan Penjualan Benda Purbakala Sangiran'] (''Poverty and the sale of ancient artifacts at Sangiran''), ''Kompas'', 19 December 2011.
Baru-baru ini, ada diskusi di media Indonesia tentang cara pengembangan situs Sangiran yang telah gagal untuk membawa manfaat yang nyata yang signifikan terhadap masyarakat pedesaan di daerah setempat.<ref>Sri Rejeksi, 'Sangiran, Bumi manusia Jawa yang tandus' [''Sangiran, Java's barren homelands''], ''Kompas'', 16 March 2013. Also Sri Rejeksi, 'Tanah Air: Wajah Kontradiktif Sangiran' [Homeland: The Contradictory Face of Sangiran], ''Kompas'', 16 March 2013.</ref>
== Lihat pula ==
* Situs [[antropologi]] & [[arkeologi]] [[Trinil]]
Baris 64:
* [http://solo.travelbuck.net/your-destinations/museum/sangiran-museum Accommodation information about Sangiran Museum]
* An international conference about ''[http://muse.jhu.edu/journals/asi/summary/v043/43.2morwood.html Sangiran: Man, Culture and Environment in Pleistocene Times]'' was held in Surakarta (Solo) in September 1998
* A booklet prepared by Dr Etty Indriati from [[Gadjah Mada University]] in [[Yogyakarta]] provides a useful guide to the site in Indonesian.
* Sulistyanto, B. 2011. Warisan Dunia Situs Sangiran, Persepsi Menurut Penduduk Sangiran. Sari dari Disertasi.
* Yojanto E. (editor). 2013. [http://oase.kompas.com/read/2013/03/16/22441175/Sangiran.Bumi.Manusia.Jawa.yang.Tandus Sangiran, Bumi Manusia Jawa yang Tandus]. Kompas daring. Edisi Sabtu, 16 Maret 2013.
Baris 74:
[[Kategori:Prasejarah Indonesia]]
[[Kategori:Museum di Jawa Tengah]]
[[Kategori:
|