Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k pengaturan kalimat dan sejarah keluarga Tag: VisualEditor menghilangkan referensi [ * ] |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 5:
Seperti [[Hamka]], beliapun memiliki nama singkatan, yaitu '''Hamzanwadi''' (''Hajji Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd [[Nahdlatul Wathan]] Dīniyah Islāmiyah'').
'''Kelahiran'''
'<nowiki/>'''Al-Mukarram Mawlānāsysyāikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd'''' dilahirkan di [[Kampung Bermi]], [[Pancor]], [[Lombok Timur]], [[Nusa Tenggara Barat]] pada tanggal 17 [[Rabiul Awwal]] [[1316]] [[Hijriah]] bertepatan dengan tanggal 5 [[Agustus]] [[1898]] [[Masehi]] dari perkawinan Tuan Guru Hajjī Abdul Madjīd (beliau lebih akrab dipanggil dengan sebutan [[Guru Mukminah atau Guru Minah|Guru Mu'minah atau Guru Minah]]) dengan seorang wanita shālihah bernama Hajjah Halīmah al-Sa'dīyyah.<sup>[1]</sup>
Baris 13:
Setelah menunaikan ibadah hajjī, nama kecil beliau tersebut diganti dengan '<nowiki/>'''Hajjī Muhammād Zainuddīn''''. Nama inipun diberikan oleh ayah beliau sendiri yang diambil dari nama seorang '[[Ulama|ulamā]]' besar yang mengajar di [[Masjid al-Haram|Masjīd al-Harām]]. Akhlāq dan kepribadian [[Ulama|ulamā]]' besar itu sangat menarik hati ayahandanya. Nama ulamā' besar itu adalah [[Syaikh Muhammad Zainuddin Serawak|Syaīkh Muhammād Zainuddīn Serawak]], dari [[Serawak]], [[Malaysia]].
'''Silsilah'''
Silsilah Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd tidak bisa diungkapkan secara jelas dan runtut, terutama silsilahnya ke atas, karena catatan dan dokumen silsilah keluarga beliau ikut hangus terbakar ketika rumah beliau mengalami musibah kebakaran. Namun, menurut sejumlah kalangan bahwa asal usulnya dari keturunan orang-orang terpandang, yakni dan keturunan sulthān-sulthān [[Selaparang]], sebuah kerajaan [[Islam|Islām]] yang pernah berkuasa di [[Pulau Lombok]]. Disebutkan bahwa Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd merupakan keturunan [[Kerajaan Selaparang]] yang ke-17.<sup>[2]</sup>
Baris 19:
Pendapat ini tentu saja paralel dengan analisis yang diajukan oleh seorang [[antropolog]] berkebangsaan [[Swedia]] bernama Sven Cederroth, yang merujuk pada kegiatan [[ziarah]] yang dilakukan Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd ke [[makam]] [[Selaparang]] pada tahun [[1971]], sebelum berlangsungnya kegiatan pemilihan umum (Pemilu).<sup>[3]</sup> Praktik ziarāh semacam ini memang bisa dilakukan oleh masyarakat [[Indonesia]] pada umumnya, termasuk masyarakat [[Sasak]], untuk mengidentifikasikan diri dengan leluhurnya. Disamping itu pula, Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd tidak pernah secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap anggapan dan pernyataan-pernyataan yang selama ini beredar tentang silsilah keturunannya, yakni kaitan genetiknya dengan sulthān-sulthān [[Kerajaan Selaparang]].
'''Keluarga'''
Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Kakak kandungnya lima orang, yakni Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Sawdah, Hajji Muhammād Shabūr dan Hajjah Masyitah.
Baris 29:
Dengan demikian, tampak jelaslah betapa besar perhatian ayah-bundanya terhadap pendidikannya. Hal ini juga tercermin dari sikap ibundanya bahwa setiap kali beliau berangkat untuk menuntut ilmu, ibundanya selalu mendo'ākan dengan ucapan '''''"Mudah mudahan engkau mendapat 'ilmu yang barakah"''''' sambil berjabat tangan serta terus memperhatikan kepergian beliau sampai tidak terlihat lagi oleh pandangan mata. Pernah suatu ketika, beliau lupa pamit pada ibundanya. Beliau sudah jauh berjalan sampai ke pintu gerbang baru sang ibu melihatnya dan kemudian memanggil beliau untuk kembali, ''Gep, gep, gep (nama panggilan masa kecil beliau), koq lupa bersalaman?'', ucap ibundanya dengan suara yang cukup keras. Akhirnya, beliaupun kembali menemui ibundanya sembari meminta ma'af dan bersalamān. Kemudian, ibundanya berdo'ā', '''''"Mudah-mudahan anakku mendapatkan 'ilmu yang barokah"'''''. Setelah itu, barulah beliau berangkat ke sekolah. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwa betapa besar kesadaran ibundanya akan penting dan mustajabnya [[Doa|do'ā]] ibu untuk sang anak sebagaimana ditegaskan dalam Hadīts [[Rasulullah SAW|Rasūlullāh SAW]], bahwa do'ā' ibu menduduki peringkat kedua setelah do'ā' [[Rasul|Rasūl]].
'''Pendidikan'''
Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd menuntut 'ilmu pengetahuan berawal dari pendidikan dalam keluarga, yakni dengan belajar mengaji (membaca Al-Qur'ān) dan berbagai 'ilmu [[agama]] lainnya, yang diajarkan langsung oleh ayahandanya, yang dimulai sejak berusia 5 tahun.
'''Pendidikan Lokal'''
Setelah berusia 9 tahun, ia memasuki pendidikan formal yang disebut Sekolah Rakyat Negara, hingga tahun [[1919]] M. Setelah menamatkan pendidikan formalnya, beliau kemudian diserahkan oleh ayahandanya untuk menuntut 'ilmu agama yang lebih luas dari beberapa [[Tuan Guru]] lokal, antara lain TGH. Syarafuddīn dan TGH. Muhammād Sa'īd dari Pancor serta Tuan Guru 'Abdullāh bin [[Amaq]] Dulajī dari desa [[Kelayu]], [[Lombok Timur]]. Ketiga guru agama ini mengajarkan ilmu agama dengan sistem '''halaqah''', yaitu para santri duduk bersila di atas tikar dan mendengarkan guru membaca Kitāb yang sedang dipelajari, kemudian masing-masing murid secara bergantian membaca.
'''Pendidikan di Mekah'''
Untuk lebih memperdalam 'ilmu agama, Muhammād Zainuddīn remaja kembali berangkat menuntut 'ilmu ke Mekah diantar kedua orang tuanya, tiga orang kemenakan dan beberapa orang keluarga, termasuk pula TGH. Syarafuddīn. Pada saat itu beliau berusia 15 tahun, yaitu menjelang musim Haji tahun 1341 H/[[1923]] M. Sesampai di Tanah Suci, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid langsung mencari rumah kontrakan di Suqullail, Mekah.
'''Belajar di Masjid al-Haram'''
Beberapa saat setelah musim haji usai, TGH. Abd. Madjid mulai mencarikan guru buat anaknya. Sampailah pencarian TGH. Abd. Madjid pada sebuah halaqah. Syaikh yang mengajar ditempat tersebut bernama Syaīkh Marzūqī, seorang keturunan 'Arāb kelahiran Palembang yang sudah lama mengajar mengaji di Masjīd al-Harām, yang saat itu berusia sekitar 50 tahun. Disanalah Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd diserahkan untuk belajar.
Baris 49:
Ketika ayah TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd pulang ke Lombok, ia langsung berhenti belajar mengaji pada Syaīkh Marzūqī, karena ia merasa tidak banyak mengalami perkembangan yang berarti dalam menuntut 'ilmu selama ini, hal itu dikarenakan kehausan beliau akan ilmu. Namun, sebelum sempat mencari guru, terjadi perang saudara antara kekuasaan Syarīf Husaīn dengan golongan [[Wahabi]].<sup>[4]</sup>
'''Belajar di Madrasah al-Shaulatiyah'''
Dua tahun setelah terjadinya huru hara tersebut, TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd muda berkenalan dengan seseorang yang bernama Hajji Mawardī dari [[Jakarta]]. Dari perkenalannya itu ia diajak untuk belajar di madrasah al-Shaulatiyah, yang saat itu dipimpin oleh [[Syaikh Salim Rahmatullah|Syaīkh Salīm Rahmatullāh]]. Pada hari pertama masuknya ia bertemu dengan [[Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath|Syaīkh Hasan Muhammād al-Masysyāth]].
Baris 65:
Setelah selesai menuntut ilmu di Mekah dan kembali ke tanah air, TGKH. Muhammad Zainuddin langsung melakukan safari [[dakwah]] ke berbagai lokasi di pulau Lombok, sehingga dikenal secara luas oleh masyarakat. Pada waktu itu masyarakat menyebutnya '<nowiki/>'''Tuan Guru Bajang''''. Semula, pada tahun [[1934]] mendirikan pesantren al-Mujahidin sebagai tempat pemuda-pemuda Sasak mempelajari agama dan selanjutnya pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/[[22 Agustus]] [[1937]] mendirikan [[Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI)]] dan menamatkan santri (murid) pertama kali pada tahun ajaran [[1940]]/[[1941]].
'''Kepemimpinan'''
Kesuksesan perjuangan seseorang tokoh atau pemimpin banyak ditentukan oleh pola kepemimpinannya. Kearifan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya akan menentukan keberhasilan perjuangannya.
Baris 99:
Lahirnya wasitat-wasiat tersebut merupakan konsekuensi logis dari pola kepemimpinan beliau yang selalu menekankan hubungan guru dan murid. Beliau adalah figur pemimpin yang selalu menekankan agar tetap terjalin dan terpelihara hubungan antara guru dan murid. Menurut prinsip beliau bahwa tidak ada guru yang membuang murid akan tetapi kebanyakan murid yang membuang guru.
'''Perjuangan'''
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid belajar di Tanah Suci Mekah selama 13 tahun kemubeliaun kembali ke Indonesia atas perintah dari guru yang paling beliau kagumi, yakni [[Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath]], pada tahun [[1934]]. Setiba di Pulau Lombok beliau mendirikan Sekembali dari Tanah Suci Mekah ke Indonesia mula-mula beliau mendirikan pesantren al-Mujahidin pada tahun [[1934]] M. kemubeliaun pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/[[22 Agustus]] [[1937]] M. beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI). Madrasah ini khusus untuk mendidik kaum pria. Kemubeliaun pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/[[21 April]] [[1943]] M. beliau mendirikan madrasah Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah (NBDI) khusus untuk kaum wanita. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama di [[Pulau Lombok]] yang terus berkembang dan merupakan cikal bakal dari semua madrasah yang bernaung di bawah organisasi Nahdlatul Wathan. Dan secara khusus nama madrasah tersebut beliaubadikan menjadi nama pondok pesantren '<nowiki/>'''Dar al-Nahdlatain Nahdlatul Wathan'<nowiki/>'''. Istilah '<nowiki/>'''Nahdlatain'''' beliaumbil dari kedua madrasah tersebut. Beliau aktif berdakwah keliling desa di [[Pulau Lombok]] dan mengajar.
Baris 108:
Al Mukkarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai ulama' pemimpin umat, dalam kehidupan bermasyarakt dan berbangsa telah mengemban berbagai jabatan dan menanamkan berbagai jasa pengabbeliaun, di antaranya :
* Pada tahun 1934 mendirikan
* Pada tahun 1937 mendirikan
* Pada tahun 1943 mendirikan
* Pada tahun 1945 pelopor
* Pada tahun 1946 pelopor
* Pada tahun 1947/1948 menjadi
* Pada tahun 1948/1949 menjadi
* Pada tahun 1950 Konsulat NU
* Pada tahun 1952 Ketua Badan
* Pada tahun 1953 mendirikan
* Pada tahun1953 Ketua Umum PBNW
* Pada tahun 1953 merestui
* Pada tahun 1954 merestui
* Pada tahun 1955 menjadi anggota
* Pada tahun 1964 mendiriakn
* Pada tahun 1964 menjadi peserta
* Pada Tahun 1965 mendirikan
* Pada tahun 1972-1982 sebagai
* Pada tahun 1971-1982 sebagai
* Pada tahun 1974 mendirikan
* Pada Tahun 1975 Ketua Penasihat
* Pada tahun 1977 mendirikan
* Pada tahun 1977 menjadi Rektor
* Pada tahun 1977 mendirikan
* Pada tahun 1978 mendirikan
* Pada tahun 1978 mendirikan Sekolah
* Pada tahun 1982 mendirikan
* Pada tahun 1987 mendirikan
* Pada tahun 1987 mendirikan
* Pada tahun 1990 mendirikan Sekolah
* Pada tahun 1994 mendirikan
* Pada tahun 1996 mendirikan
Oleh karena jasa-jasa beliau itulah, maka pada tahun 1995 belau beliaunugerahi Piagam Penghargaan dan medali Pejuang Pembangunan oleh pemerintah. Disamping itu, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku seorang mujahid selalu berupaya mengadakan inovasi dalam gerakan perjuangannya untuk meningkatkan kesejahteraan ummat demi kebahagian di dunia maupun di akhirat.
Baris 146:
Sebagai seorang Ulama' mujahid beliau telah memberikan keteladanan yang terpuji. Seluruh sisi kehidupan beliau, beliau isi dengan perjuangan memajukan agama, nusa dan bangsa. Tegasnya, tiada hari tanpa perjuangan. Itulah yang senantiasa terlihat dan terkesan dari seluruh sisi kehidupan beliau yang patut dicontoh dan diteladani oleh seluruh pengikut dan murid beliau.
'''Karya'''
Al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku ulama' pewaris para [[Nabi]], di samping menyampaikn dakwah ''bi al-hal wa bi al-lisan'', juga tergolong penulis dan pengarang yang produktif. Bakat dan kemampuan beliau sebagai pengarang ini tumbuh dan berkembang sejak beliau masih belajar di Madrasah Shaulatiyah Mekah. Namun karena banyaknya dan padatnya kegiatan keagamaan dan keasyarakatan yang harus diisi maka peluang dan kesempatan untuk memperbanyak tulisan tampaknya sangat terbatas. Kendatipun demikian di tengah-tengah keterbatasan waktu itu, beliau masih sempat mengarang beberapa kitab, kumpulan doa, dan lagu-lagu perjuangan dalam bahasa Arab, Indonesia dan Sasak.
'''Dalam bahasa Arab'''
* Risalah al-Tauhid
* Sullam al-Hija Syarah Safinah
* Nahdlah al-Zainiah
* At Tuhfah al-Amfenaniyah
* Al Fawakih al-Nahdliyah
* Mi'raj al-Shibyan ila Sama'i
* Al-Nafahat ‘ala al-Taqrirah
* Nail al-Anfal
* Hizib Nahdlatul Wathan
Baris 164:
* Shalawat Nahdlatain
* Shalawat Nahdlatul Wathan
* Shalawat Miftah Bab Rahmah
* Shalawat al-Mab'uts Rahmah li
=== Dalam bahasa Indonesia dan Sasak ===.
* Batu Ngompal
Baris 171:
* Taqrirat Batu Ngompal
* Wasiat Renungan Masa I dan II
'''Nasyid/Lagu Perjuangan'''
* Ta'sis NWDI
* Imamuna al-Syafi'i
Baris 183:
* Surat Waqiah
* …dan lain sebagainya.
'''Wafat'''
Tarikh akhir [[1997]] menjadi masa kelabu Nusa Tenggara Barat. Betapa tidak, hari Selasa, [[21 Oktober]] [[1997]] M / 18 [[Jumadil Akhir]] 1418 H dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Sang ulama karismatis, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 19.53 WITA di kebeliauman beliau di desa Pancor, Lombok Timur. Tiga warisan besar beliau tinggalkan: ribuan ulama, puluhan ribu santri, dan sekitar seribu lebih kelembagaan Nahdlatul Wathan yang tersebar di seluruh Indonesia dan mancanegara.
Baris 191:
Perjuangan beliau dalam menegakkan syiar Islam dan pendidikan di bumi Indonesia tidak boleh terhenti begitu saja, namun harus terus dilanjutkan oleh siapa saja, baik umat muslim Indonesia secara keseluruhan dan masyarakat [[Sasak]] pada umumnya, maupun oleh kader-kader Nahdlatul Wathan yang telah dididik melalui lembaga-lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan serta seluruh warga Nahdlatul Wathan (abituren, pencinta dan simpatisan) pada khususnya.
Akhirnya, memperhatikan seluruh riwayat kelahiran, pendidikan, dan perjuangan Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Madjid baik untuk masyarakatnya dan negaranya, sehingga tokoh-tokoh daerah setempat setuju dan berusaha memperjuangkan Beliau <sup>[5]</sup> agar beliau bisa diangkat sebagai Pahlawan Nasional dalam bidang Pendidikan dan Gerakan Kepemudaan. Namun sayangnya, sampai saat ini warga Nusa Tenggara Barat belum mendengar pemerintah mengeluarkan SK untuk pengangkatan Beliau sebagai Pahlawan Nasional.
''Wallahua'lam bi al-Shawab''
|