Soekanto Tjokrodiatmodjo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Yoshua Renaldo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 7:
|order = 1
|president = [[Soekarno]]
|term_start = [[29 September]] [[1945]]
|term_end = [[14 Desember]] [[1959]]
|predecessor =
|successor = [[Soekarno Djojonegoro]]
|spouse = [[Lena Mokoginta]]
|profession =
|religion =
Baris 17:
|birth_date = {{birth date |1908|6|7}}
|birth_place = {{negara|Indonesia}} [[Bogor]], [[Indonesia]]
|death_date = {{death date and age|1993|8|2425|1908|6|7}}
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Jakarta]], [[Indonesia]]
}}
Komisaris Jenderal Pol. (Purn.) '''Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo''' ({{lahirmati|[[Bogor]], [[Jawa Barat]]|7|6|1908|[[Jakarta]]|2425|8|1993}}) adalah [[Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia]] (Kapolri; dulu bernama Kepala Djawatan Kepolisian Negara) pertama, menjabat dari [[29 September]] [[1945]] hingga [[14 Desember]] [[1959]]
 
== Latar Belakang dan Keluarga ==
Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo merupakan anak sulung dari enam bersaudara dari pasangan R. Martomihardjo, seorang [[pamong praja]] yang berasal dari [[Ketangi Daleman, Purworejo]], [[Jawa Tengah]] dan Kasmirah dari [[Ciawi, Bogor]], [[Jawa Barat]]. Soekanto lahir di rumah uak dari ibunya yang menikah dengan [[Ermeling]], perwira [[KNIL]] yang tinggal di [[Bogor]]. Pada tahun [[1908]], Martomihardjo bekerja di [[Jasinga, Bogor]], sebagai asisten wedana bersama keluarga kecilnya. Mereka tinggal di rumah keluarga [[Ermeling]]. Belum genap setahun usianya, Soekanto bersama orang tuanya meninggalkan Bogor dan pindah ke [[Balaraja, Serang]], karena Martomihardjo diangkat sebagai [[wedana]] di sana. Pada tahun [[1910]], Wedana Martomihardjo berpindah lagi ke tempat tugasnya yang baru di [[Tangerang]]. Tumbuh kembang Soekanto diwarnai oleh kehidupan penuh disiplin yang diterapkan ayahnya. Jabatan ayahnya sebagai [[pamong praja]], terutama [[wedana]], memberikan pengaruh besar bagi kehidupan Soekanto karena ayahnya memiliki kewibawaan tersendiri di mata masyarakat setempat.
 
Soekanto menikah dengan [[Lena Mokoginta|Bua Hadjijah Lena Mokoginta]], teman sekolah adik Soekanto di [[MULO]], yakni Soenarti. Lena Mokoginta gadis [[Manado]] dari [[Bolaang Mongondow]], menetap di [[Jakarta]] setelah orang tuanya dikucilkan [[Belanda]] dari daerahnya. Lena Mokoginta adalah putri mantan [[Jogugu]] (pepatih dalam) [[Kerajaan Bolaang Mongondow]], [[Sulawesi Utara]] (Korteverklaring), yang dikenal tidak menyukai kebijakan-kebijakan pemerintah [[kolonialisme]] [[Belanda]]. Mereka menikah pada tanggal [[21 April]] [[1932]].
 
== Pendidikan ==
Soekanto termasuk sebagian kecil dari kaum [[pribumi]] yang memperoleh pendidikan Barat yang hanya terbuka bagi kalangan [[priyayi]]. Kondisi sosial tersebut memudahkannya dapat mengenyam pendidikan, seperti di [[Frobel School]] (Taman Kanak-kanak), [[Europese Lagere School|ELS]], [[Hoogere Burger School|HBS]], dan [[Rechts Hooge School|RHS]]. Pendidikan [[Belanda]] yang dialaminya telah memberikan pengaruh penting terhadap proses kultural dalam peningkatan intelektualitas dan disiplin dalam dirinya, yang telah ditanamkan keluarga. Walaupun demikian, pendidikan Barat tersebut tidak menjadikan Soekanto terpengaruh oleh budaya Belanda. Pertahanannya dalam memegang teguh jati dirinya terlihat sejak sekolah di [[ELS]] [[Bogor]]. Ketika itu Soekanto menolak diberi nama Belanda sebagai kebanggaan kalangan kaum pribumi yang mendapat pendidikan dan pengasuhan orang-orang Belanda. Penolakan ini atas nasihat yang diberikan ayahnya untuk tidak mengganti nama Soekanto dengan panggilan nama [[Belanda]]. Penolakan Soekanto terhadap pemberian nama Belanda terulang kembali ketika tinggal di asrama [[HBS]], [[Bandung]].
 
Waktu kuliah di [[Rechts Hooge School|RHS]] tahun [[1928]], Soekanto berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan, seperti [[Sartono (politikus)|Mr. Sartono]] dan [[Iwa Kusumasumantri]]. Mereka saling berdiskusi tentang perjuangan kemerdekaan [[Indonesia]]. Soekanto juga meminta pendapat mereka ketika harus meninggalkan kuliah di [[Rechts Hooge School|RHS]] dan berencana masuk [[Comissarisen Cursus]], lembaga pendidikan tinggi [[kepolisian]] yang memberi kesempatan kepada anak-anak pejabat pribumi yang terpilih. Dia terpaksa meninggalkan RHS karena kondisi perekonomian ayahnya yang telah pensiun dari jabatan [[wedana]] [[Tangerang]].
 
Pada [[1930]], Soekanto diterima sebagai siswa ''Aspirant Commisaris van Politie'' dengan lama pendidikan tiga tahun. Soekanto lulus pada tahun [[1933]] dan mendapat pangkat Komisaris Polisi kelas III. Sejak itu dimulailah karier Soekanto di kepolisian.
 
== Karier ==