Suku Buton: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 26:
 
Dalam tahun 1275 bertolaklah satu tentara kertanagara dari pelabuhan Tuban. Tentara itu mendarat di daerah muara sungai Jambi dan: rebut daerah itu, yang lalu dijadikan daerah takluk bagi kerajaan Singosari.
Dalam waktu 10 tahun saja, jajahan kerajaan Jawa itu telah dapat diluaskan sampai kedaerah hulu sungai jambi. Didirikanlah kembali kerjaan Melayu lama didaerah itu, tetapi sebagai negara bagian pada kerajaan Singosari. Raja Melayu dijadikan Raja takluk kepada Baginda Kertanagara. Kerajaan MelyuMelayu menjadi penting kedudukannya, sehingga dalam abad ke 14 seluruh Sumatera kerapkali disebut juga melayu.
 
Suatu kumpulan karya, yang di dapat orang di daerah jambi, atas perintah Kertanagara diangkut ke melayu dalam tahun 1286. Maksud kertanagara telah jelas, yaitu mendirikan satu kerajaan Jawa di Sumatera tengah, yang akan menjadi pusat kebudayaan Jawa dipulau itu.
Baris 44:
Oleh karena letak tempat tinggal dari Sipanjonga dekat pantai bukanlah suatu hal yang tidak mungkin terjadinya gangguan-gangguan keamanan, terutama sekali dari bajak laut yang berasal dari Tobelo Maluku – masyuurnya gangguan keamanan dari apa yang dikenal dengan tobelo, demikian di takuti sehingga menjadi akta menakuti anak-anak dari kalangan orang tua dengan “jaga otobelo yitu” artinya “awas tobelo itu” – Untuk mengindarkan diri dari gangguan keamanan Sipanjonga dan rakyatnhya meninggalkan Kalampa menuju arah gunung yang tidak jauh dari tempatnya itu kira-kira 5 km dari tepi pantai di tempat yang baru inilah Sipanjonga dan rakyatnya bermukim.
 
Karena di tempat yang baru tiuitu masih penuh dengan hutan belukar maka untuk membangun tempat kediaman mereka ditebasnya belukar-belukar itu, yang pekerjaan menebas itu dalam bahasa wolionya dikatakan “Welia”. Inilah asal nama “Wolio” dan tempat inilah pula yang menjadi tempat pusat kebudayaan Wolio ibu kota kerajaan.
 
Diriwayatkan lebih jauh bahwa pada waktu Sipanjonga dan teman-teman menebas hutan belukar di tempat itu didapati banyak pohon enau. Terlebih di atas sebuah bukit bernama “Lelemangura” Rahantulu – Di tempat ini diketemukan putri Raja Wa Kaa Kaa. Lelemangura bahasa Wolio terdirid ari anak kata “lele” dan “mangura”. Lele berarti tetap dan mangura mudah. Ini mengandung makna kiasan terhadap putri Wa Kaa Kaa yang karena ditemukan dan dianggap sebagai bayi dalam arti “diberi baru menerima, disuap lalu menganga dan hanya menangis dan tertawa yang dikenalnya”. Tujuan hakekatnya supaya tetap diingat bahwa Raja adalah “anak” dari Betoambari Bontona Peropa dan Sangariarana Bontona Baluwu Siolimbona pada keseluruhannya
Baris 50:
Bukit inilah yang kemudian masyur dengan sebutan Lelemangura. Salah seorang teman dari Sipanjonga yang bernama Sijawangkati mendapatkan enau dan dengan diam-diam ia menyadap enau itu. Ketika yang empunya enau yang bernama Dungkungeangia datang menyadap enaunya, didapatinya enaunya sudah di sedap orang yang tidak diketahuninya. Timbullah marahnya. Dipotongnya sebatang kayu yang cukup besar. Melihat potongan batang kayu itu, timbul dalam pemikirannya betapa besar dan kuat orang yang memotong kayu itu namun tidak menimbulkan rasa takut pada diri Sijawangkati. Untuk mengimbangi potongan kayu itu, dipotongnya rotan yang panjangnya satu jengkal yang cukup besar juga, kemudian batang rotan itu disimpulnya. Karena kekuatan simpulan pada batang rotan itu, hampir tidak kelihatan, kemudian diletakkannya di atas bekas potongan batang kayu itu. Tentu orang yang menyadap enau saya ini adalah orang yang sakti dan mungkin bukan manusia biasa.
 
Suatu waktu secara kebetulan keduanya bertemu di tempat itu. Maka terjadilah perkelahian yang sengit, yang sama-sama kuat. Masing-masing tidak ada yang kalah. Pada akhirnya keduanya karena sudah kepayahan berdamai. Mufakatlah keduanya untuk hidup damai dan saling membantu dan bagi anak cucu mereka dikemudian akan hidup di dalam alam kesatuan dan persatuan. Dengan adanya perdamaian sijawangkai Dungkusangia tersebut maka negeri tobe-tobe masuk dan bersatu dengan Wolio. Letak negeri tobe-Tobe itu dari tempat tinggal Sipanjonga + 7 kmKM.
 
Dapat dijelaskan disini bahwa Dungkungeangia dimaksudkan menurut keterangan leluhur adalah berasal dari Cina yang selanjutnya dalam buku silsilah bangsawan Buton dikatakan asal “fari” asal “peri”. Menurut Pak La Hude dikatakan orangnya amat putih, sama halnya dengan putihnya isi kelapa yang dimakan fari (binatang semacam serangga). Dalam hubungan ini menurut penulis dengan bersandar atas penulisan dari beberapa sejarahwan, adalah benar orang Cina dan ia berasal dari tentara Khu Bilai Khan Tentara Tatar yang datang ke Indonesia dalam tahun 1294, untuk menghukum raja Kartanagara di mana pada akhirnya tentara ini dapat dimusnahkan dan sebagian dapat menyelamatkan diri atas serangan mendadak Raden Wijaya di Kediri.
 
Anwar Sanusi menulis antara lain:
Kemudian radenRaden Widjaja de3ngandengan diam-diam mengambil puteri-puteri dari istana Djajakatwang dan dilarikan oleh Hamba-hambanya ke Majapahit. Maka Raden Wijaya minta izin kembali ke Majapahit akan menjadikan upeti bagi Kaisar Tiongkok. Pada malam harinya datanglah utusan Tentara Tatar akan meminta yang dijanjikan kepada mereka itu. Akan tetapi raden wijaya mengatakan kepada mereka, bahwa putri-putri itu harus dijemput oleh pembesar-pembesar Tentara Tatar saja tidak boleh oleh serdadu biasa. Keesokan harinya datanglah pembesar-pembesar Tentara Tatar itu dengan tidak bersenjata dan tidak membawa pengiring. Setelah mereka masuk kedalam kota melalui pintu gerbang, maka mereka disergap dan dibunuh oleh Sora serta pengikutnya. Kemudian raden Wijaya menyerang Tentara Tatar, yang tinggal di Kediri. Kebanyakan Tentara Tatar itu tewas dan sisanya melarikan diri keperahunya masing-masing ~Anwar Sanusi; opcit; hal. 54~.
 
Sesudah ia izinkan oleh Jenderal Tiongkok untyukUntuk kembali kenegerinya sesudah mengalahkan Djajakatwang maka ia menyerang pasukan Tiongkok dari belakang. Melihat sikap Raden widjaja itu, Jenderal Tiongkok bingunbingung lalu bersegera mengundurkan diri ke pantai karena tak mau terikat dengan sesuatu peperangan yang lama di Jawa....... dst ~Anonim; sjarah Indonesia dan Dunia S P Frater Makassar 1963; stensilan; hal. 15~.
 
H. J. Van den Berg menulis sebagai berikut: