Museum Fatahillah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 26:
[[Berkas:Image006.jpg|right|250px|thumb|Plang peresmian balai kota oleh Gubernur-Jenderal [[Abraham van Riebeeck]]]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gezicht op het stadhuis van Batavia en de tramhalte TMnr 60022444.jpg|thumb|250px|Stadhuis di awal abad ke-20, dihubungkan dengan jalur [[trem]] ke pusat pemerintahan di kawasan Weltevreden]]
Pada awal mulanya, balai kota pertama di Batavia dibangun pada tahun [[1620]] di tepi timur [[Kali Besar]]. Bangunan ini hanya bertahan selama enam tahun sebelum akhirnya dibongkar demi menghadapi [[Penyerbuan di Batavia 1628|serangan dari pasukan Sultan Agung pada tahun 1626]].<ref>''Schets van de verlegging der Rivier van Batavia in 1632''.</ref> Sebagai gantinya, dibangunlah kembali balai kota tersebut atas perintah Gubernur-Jenderal [[Jan Pieterszoon Coen]] di tahun [[1627]]. Lokasinya berada di daerah Nieuwe Markt (sekarang Taman Fatahillah).<ref name=Heuken15>A. Heuken SJ. ''Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta.'' Cipta Loka Caraka, 2015. ISBN 974-602-70395-7-5</ref> Menurut catatan sejarah, balai kota kedua ini hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun [[1648]] kondisi balai kota sangat buruk. Tanah di kota Batavia yang sangat labil dan beratnya bangunan ini menyebabkan perlahan-lahan turun dari permukaan tanah.
 
Akhirnya pada tahun [[1707]], atas perintah Gubernur-Jenderal [[Joan van Hoorn]], bangunan ini dibongkar dan dibangun ulang dengan menggunakan pondasi yang sama. Peresmian Balai kota ketiga dilakukan oleh Gubernur-Jenderal [[Abraham van Riebeeck]] pada tanggal [[10 Juli]] [[1710]], 2 tahun sebelum bangunan ini selesai secara keseluruhan.<ref name=Heuken15 /> Selama dua abad, balai kota Batavia ini digunakan sebagai kantor administrasi kota Batavia. Selain itu juga digunakan sebagai tempat ''College van Schepenen'' (Dewan Kotapraja) dan ''Raad van Justitie'' (Dewan Pengadilan). Awalnya sidang Dewan Pengadilan dilakukan di dalam Kastil Batavia. Namun dipindahkan ke sayap timur balai kota dan kemudian dipindahkan ke gedung pengadilan yang baru pada tahun [[1870]].<ref name=Heuken15 />
Baris 32:
Balai kota Batavia juga mempunyai ruang tahanan yang pada masa VOC dijadikan penjara utama di kota Batavia. Sebuah bangunan bertingkat satu pernah berdiri di belakang balai kota sebagai penjara. Penjara tersebut dikhususkan kepada para tahanan yang mampu membiayai kamar tahanan mereka sendiri. Namun berbeda dengan penjara yang berada di bawah gedung utama. Hampir tidak ada ventilasi dan minimnya cahaya penerangan hingga akhirnya banyak tahanan yang meninggal sebelum diadili di Dewan Pengadilan. Sebagian besar dari mereka meninggal karena menderita kolera, tifus dan kekurangan oksigen. Penjara di balai kota pun ditutup pada tahun 1846 dan dipindahkan ke sebelah timur Molenvliet Oost. Beberapa tahanan yang pernah menempati penjara balai kota adalah bekas Gubernur Jenderal Belanda di Sri Lanka Petrus Vuyst, [[Untung Suropati]] dan [[Diponegoro|Pangeran Diponegoro]].<ref name=Heuken15 />
 
Di akhir abad ke-19, kota Batavia mulai meluas ke wilayah selatan. Sehingga kedudukan kota Batavia ditingkatkan menjadi ''Gemeente Batavia''. Akibat perluasan kota Batavia, aktivitas balai kota Batavia dipindahkan pada tahun [[1913]] ke Tanah Abang West (sekarang jalan Abdul Muis No. 35, Jakarta Pusat) dan [[Balai Kota DKI Jakarta|dipindahkan lagi ke Koningsplein Zuid]] pada tahun [[1919]] (sekarang Jl. Medan Merdeka Selatan No. 8-9, Jakarta Pusat) sampai saat ini.<ref name=Jakarta>[http://www.jakarta.go.id/v2/news/1990/01/gedung-balaikota#.ViIINH4rLGI. Gedung Balai Kota]</ref> Bekas bangunan balai kota kemudian dijadikan Kantor Pemerintah Jawa Barat sampai tahun [[1942]]. Selama masa pendudukan Jepang, bangunan ini dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini kembali digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat disamping ditempati markas Komando Militer Kota I sampai tahun [[1961]]. Setelah itu digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi DCI Djakarta. Di tahun [[1970]], bangunan bekas balai kota Batavia ini ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya.<ref name="Indonesia Tourism">{{cite web|url=http://www.indonesia-tourism.com/jakarta/jakarta-history-museum.html|title=Jakarta History Museum|work=Indonesia Tourism|publisher=IndonesiaWebPromotion|accessdate=2009-12-29}}</ref> Setelah itu Gubernur DKI Jakarta pada masa itu [[Ali Sadikin]] merenovasi seluruh bangunan ini dan diresmikan pada tanggal [[30 Maret]] [[1974]] sebagai Museum Sejarah Jakarta.
 
Seperti umumnya di Eropa, balai kota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan Stadhuisplein. Menurut sebuah lukisan yang dibuat oleh [[Johannes Rach]], di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju Stadhuiplein. Tetapi air mancur tersebut hilang pada abad ke-19. Pada tahun [[1972]], diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah. Pada tahun 1973 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman tersebut dengan memberi nama baru yaitu ‘'’Taman Fatahillah”’ untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jayakarta.