KBR (kantor berita): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Hapus pranala ke "Palu": Hapus pranala balik yang menuju ke halaman disambiguasi. (TW) |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 36:
}}
'''Kantor Berita Radio KBR''', atau sering disebut '''KBR''' sebelumnya dikenal sebagai Kantor '''Berita Radio 68H''' atau '''KBR68H'''. '''KBR''' merupakan lembaga kantor penyedia berita radio independen pertama di Indonesia. KBR berdiri pada 1999, setelah berakhirnya kekuasaan [[Orde Baru]]. Berakhirnya pemerintahan Orde Baru juga menandai berakhirnya pembelengguan dan pengekangan media informasi oleh pemerintah. KBR memproduksi berita dan disiarkan melalui radio jaringan, menggunakan [[satelit]].
KBR berkembang cepat seiring dengan kebutuhan berita yang bisa diakses secara cepat dan berbiaya murah. Pada awal berdiri, hanya tujuh radio yang memanfaatkan berita produksi KBR. Kini sudah ada 600 radio yang berjaringan dan memanfaatkan layanan informasi dari KBR, di seluruh wilayah [[Indonesia]], [[Asia]] dan [[Australia]]. KBR berada di bawah pengelolaan '''[[PT Media Lintas Inti Nusantara]]'''.
== Sejarah ==
Kelahiran lembaga penyiaran KBR dibidani sejumlah aktivis yang tergabung dalam [[Komunitas Utan Kayu]]. Komunitas ini berkegiatan Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta Timur.
Pada penghujung 1998 setelah Presiden Soeharto dilengserkan, para aktivis di Komunitas Utan Kayu bergerak cepat untuk menyambut pencabutan [[Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)]], dan datangnya kebebasan media. Salah satu komponen penting di [[Komunitas Utan Kayu]] adalah [[Institut Studi Arus Informasi]] (ISAI). ISAI memutuskan membuat program baru: layanan berita untuk radio. Radio dipilih karena dianggap sebagai sektor media yang paling lemah menangkap peluang kebebasan. Selama bertahun-tahun, radio tak boleh memproduksi berita sendiri, dan hanya wajib merelai berita dari radio pemerintah hampir setiap jam sehari.
Salah seorang aktivis ISAI, Santoso (Tosca) saat itu merancang mekanisme penyebaran radio hanya di atas kertas bekas amplop. Santoso membuat coretan-coretan kasar untuk menggambarkan jaringan kerja pertama begitu berita radio mulai diproduksi.
Pada saat itu, 1999, di Indonesia terdapat sekitar 700 radio swasta, di luar radio milik pemerintah. Namun banyak aturan pemerintah yang menghambat perkembangan radio-radio swasta, terutama dalam penyebaran informasi yang independen. Radio-radio di Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto wajib menyiarkan berita versi pemerintah 18 kali sehari. Karena itu masyarakat hanya mendapat informasi sepihak dan satu versi saja dari pemerintah. Akibatnya kemampuan jurnalis radio sangat minimal.
Baris 67:
Tujuh radio pertama yang menjadi jaringan KBR kemudian dilibatkan dalam latihan produksi berita secara digital, antara lain: DMWS FM [[Kupang]], Nebula FM Palu, RPK FM Jakarta, Top FM [[Denpasar]], SPFM [[Makassar]], Nikoya FM [[Banda Aceh]] dan Radio Unisi FM [[Yogyakarta]]. Tujuannya agar reporter radio jaringan juga bisa memproduksi berita dari daerah. Selanjutnya berita dari daerah kemudian disunting di Jakarta dan disebarkan melalui internet.
Namun penyebaran lewat internet hanya efektif ketika program yang disebarkan masih berjumlah sedikit dengan durasi singkat. Setelah KBR memproduksi program dengan durasi lebih panjang seperti paket 30 menit Buletin Sore, proses mengunduh berkas audio dari internet memakan waktu lama. Radio jaringan di [[Sulawesi]] dan [[Nusa Tenggara]] butuh waktu mengunduh berkas lebih dari delapan jam. Berita pun menjadi basi untuk ukuran radio.
Untuk mengatasi masalah itu, KBR sempat menggunakan jasa kurir ojek sepeda motor, terutama untuk wilayah Jakarta. KBR menyalin data paket Buletin Sore dalam kaset, lalu mengantarkannya menggunakan ojek ke radio jaringan. Di Jakarta, saat itu radio swasta yang sudah berjaringan adalah [[Radio Pelita Kasih]]. Siaran Buletin Sore mengudara pukul 16.00 WIB.
Pada suatu ketika, Radio Pelita Kasih tidak bisa mengudarakan Buletin Sore hingga pukul 18.00 WIB. Ternyata kaset program siaran tidak sampai di kantor RPK, karena kurir ojek mengalami musibah tabrakan, dan kaset rusak,hingga saat ini [[Radio Pelita Kasih]] mengudarakan program Kabar Baru.
Selanjutnya, penyebaran menggunakan [[satelit]] dan sekarang bisa di dengarkan melalui siaran [[streaming]].
=== Jalur satelit ===
Rendahnya kualitas dan kecepatan internet saat itu menghambat proses pengiriman berita dari KBR ke radio jaringan. Proses mengunduh berkas suara berita radio terus berlangsung lambat, bahkan memakan waktu hingga delapan jam. Sementara kondisi geografis Indonesia tersebar di berbagai wilayah dengan tingkat akses telepon maupun internet yang tidak merata. Karena itu satelit menjadi pilihan yang paling masuk akal.
Pada 2000, KBR mulai menerapkan teknologi satelit dalam penyebaran informasi radio. KBR mendapat kanal di saluran [[Satelit Palapa]] C2 yang belum terpakai. Radio-radio yang berminat mendapatkan informasi dari KBR cukup menggunakan antena parabola dan peralatan penerima. Cara semacam ini juga dipakai radio-radio asing seperti VOA, BBC, Radio Nederland dan Deutsche Welle. Hanya saja KBR menggunakan satelit domestik.
== Perusahaan ==
Pada awalnya KBR dikelola di bawah lembaga swadaya masyarakat (LSM) Institut Studi Arus Informasi (ISAI). Kantor berita KBR merupakan satu unit kegiatan LSM yang aktif untuk meningkatkan kualitas jurnalisme dan lancarnya arus informasi di Indonesia. Kegiatan operasional KBR awalnya mengandalkan bantuan dari lembaga donor seperti [[Media Development Loan Fund]], [[The Asia Foundation]], [[Open Society Institute]], [[Free Voice]], dan Kedutaan Besar Belanda.
Selanjutnya, ISAI membentuk perusahaan untuk mengelola secara mandiri KBR, karena jumlah staf KBR terus bertambah dan biaya operasional terus membengkak. Perusahaan ini diberi nama [[PT Media Lintas Inti Nusantara]] (Melin). Saham perusahaan dimiliki Koperasi Utan Kayu, Yayasan ISAI, lembaga dan individu. Komisaris Utama PT Melin dipercayakan pada Goenawan Mohammad.
== Asia Calling ==
Baris 96:
=== Penghargaan Karya Jurnalistik ===
Karya-karya jurnalistik KBR banyak meraih penghargaan, baik yang diberikan lembaga [[Aliansi Jurnalis Independen]] AJI, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), lembaga-lembaga internasional, hingga ajang apresiasi jurnalistik yang diadakan kementerian, BUMN dan perusahaan swasta.
Karya-karya jurnalistik KBR banyak mengangkat laporan mendalam/investigasi tentang hukum, keadilan, kesetaraan, keadilan sosial, diskriminasi, intoleransi dan lain-lain. Laporan-laporan mendalam tersebut disiarkan dalam program "SAGA", salah satu program unggulan program KBR.
Baris 102:
Beberapa penghargaan bergengsi yang diraih para jurnalis KBR, di antaranya:
* '''2013'''
** Yudi Rachman meraih Juara I kategori Radio dalam [[Apresiasi Jurnalistik Jakarta]], yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen AJI Jakarta. Laporannya berjudul berjudul "Bidan Bergaji Rp 15 Ribu". <ref>[http://www.portalkbr.com/nusantara/jakarta/2685434_4260.html Jurnalis KBR68H Raih Penghargaan Jurnalistik dari AJI Jakarta]</ref>
** Yudi Rachman meraih Juara II kategori Radio dalam Apresiasi Jurnalistik Pertamina 2013 untuk laporan berjudul "Salah Siapa Gas Bersubsidi Langka?"
Baris 115:
* '''2011'''
** Taufik Wijaya meraih penghargaan [[Anugerah Adinegoro]] 2011 dengan laporan berjudul "Suap di Penjara". <ref>[http://www.antaranews.com/print/243761/suap-di-penjara-raih-anugerah-adinegoro-2010 "Suap di Penjara" Raih Anugerah Adinegoro 2010]</ref>
** Liza Desylanhi meraih penghargaan Karya Jurnalistik Terbaik tentang Anak, dari AJI-UNICEF, dengan laporan berjudul "Anak-anak Cisalada dalam Trauma", sebuah liputan tentang anak-anak [[Ahmadiyah]] di Kampung Cisalada, Bogor, Jawa Barat.
** KBR meraih juara I dan II penghargaan Jusuf Ronodipuro Award 2011 untuk kategori Feature Jurnalistik, dalam ajang Indonesia Radio Award 2011. Laporan berjudul "Siksa Tahanan Politik di Balik Jeruji Besi" karya Radot Gurning/Muhammad Irham meraih juara I. Sedangkan laporan Johanna Purba berjudul "Orang Amadiyah di Lombok: Warga Negara yang Tidak Diakui Negara" meraih juara II. Juara III diraih jurnalis [[Green Radio]] (Grup KBR), Eka Fikriyah dengan laporan berjudul "Racun Aki di Darah Anak Curug". <ref>[http://www.alwari.co.id/siaran-pers/121-female-radio-menangkan-penghargaan-inovasi-program- Pengumuman Pemenang Indonesian Radio Awards 2011]</ref>
* '''2010'''
** Shinta Ardhany meraih penghargaan Karya Jurnalistik Terbaik Anak, AJI-UNICEF dengan laporan yang mengangkat kisah "Kawin Paksa Sumba Tengah".
** Heriyanto meraih juara I penghargaan Jusuf Ronodipuro Award, dalam ajang Indonesia Radio Award 2010, dengan laporan berjudul "Semunying Melawan". Laporan itu mengangkat kisah perlawan masyarakat Semunying Jaya terhadap aksi pembabatan hutan adat suku Dayak di [[Kalimantan Selatan]].
* '''2009'''
** Kontributor Asia Calling KBR di Cina, Elise Potaka meraih penghargaan juara dua, dari Forum Wartawan Lingkungan se-Asia Pasifik, APEFJ. <ref>[http://www.greenradio.fm/news/latest/1348-kbr68h-raih-penghargaan-jurnalistik-lingkungan-asia-pasifik KBR68H Raih Penghargaan Jurnalistik Lingkungan Asia Pasifik]</ref>
Baris 129:
** KBR meraih seluruh penghargaan untuk kategori radio di ajang Karya Jurnalistik Terbaik Anak, yang diselenggarakan AJI-UNICEF. Rachmat Jayadi meraih juara I melalui laporannya berjudul "Anak-anak Transito" yang mengangkat kisah anak-anak pengungsi Ahmadiyah di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Yudha Satriawan meraih juara II dengan mengangkat cerita berjudul "Dolanan Anak Tersingkir", dan Mustakim meraih juara III melalui laporan berjudul "Sekolah Inklusif Buat Semua".
** Rebecca Henschke meraih juara I kategori Radio, dalam Apresiasi Jurnalis Jakarta, yang diselenggarakan AJI Jakarta, dengan laporannya berjudul "Pembakaran Mesjid Ancam Kebebasan Beragama di Indonesia"
** Monique Rijkers meraih juara I Penghargaan Jurnalistik untuk Liputan Isu Perburuhan AJI Indonesia-ACILS-FES.
* '''2007'''
** Tiga jurnalis KBR meraih penghargaan Karya Jurnalistik Terbaik Anak kategori Radio, yang diselenggarakan AJI Indonesia-UNICEF. Fariansyah meraih juara I dengan liputan berjudul "TK Seribu Perak". Sri Lestari memperoleh juara II untuk laporannya berjudul "Perdagangan Anak di Indramayu", dan Suryawijayanti merai juara III untuk karyanya berjudul "Perbudakan Anak di Sumba."
Baris 139:
* '''2003'''
** Ayu Purwaningsih meraih juara kategori Radio, dalam Tolerance Prize Southeast Asia International Federation of Journalists dengan laporan berjudul "Racial Riots in May 1998: Four Years Gone By and Forgotten"
** Dewi Safitri & Fuad Baktiar meraih juara I kategori talkshow radio, The Friedrich-Naumann-Stiftung Radio Award, melalui program "Dari Bilik Suara" Episode "Perempuan dalam Parlemen".
* '''2002'''
** KBRH meraih juara II dan III, di ajang The Friedrich-Naumann-Stiftung Radio Award, melalui dua karya yaitu talkshow radio "Regional Autonomy" serta liputan berjudul "Our Member in Parliament".<ref>[http://sagakbr68h.blogspot.com/p/penghargaan-jurnalistik.html Penghargaan Karya Jurnalis KBR68H]</ref>
|