Langgur: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 3:
'''Langgur''' adalah pusat pemerintahan [[Kabupaten Maluku Tenggara]] di [[Provinsi Maluku]], Indonesia. Langgur menggantikan [[Kota Tual|Tual]] sebagai ibukota Kabupaten Maluku Tenggara berdasarkan [[Peraturan Pemerintah]] Nomor 35 Tahun 2011, tanggal 20 Juli 2011, tentang Pemindahan Ibukota Maluku Tenggara dari Wilayah Kota Tual ke Wilayah Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara yang selanjutnya disebut [[Langgur, Kei Kecil, Maluku Tenggara|Kota Langgur]].
== Sejarah ==
Karena Kei tidak menghasilkan cengkih, pala, maupun emas, kepulauan ini nyaris diabaikan oleh [[VOC]], dan hanya segelintir orang asing yang pernah menyinggahinya.
Baris 12:
Bilamana para pemimpin pribumi datang menghadap, Gubernemen akan menghadiahi mereka dengan cendera mata berupa tongkat-jalan berhulu perak (''rottingknoppen''), panji-panji, seperangkat senjata, dan kadang-kadang sepucuk meriam perunggu demi meninggikan derajat sekutu-sekutu yang setia itu.<ref> Lindsey, Timothy (Penyunting), ''Indonesia: Law and Society''; Edisi ke-2; The Federation Press, Sydney, 2008.[https://books.google.co.id/books?id=VaLzpe5pK9cC&pg=PA126&lpg=PA126&dq=rottingknoppen+kei&source=bl&ots=tyI8hsSIRb&sig=RrFlP5oOuxVNq2uD6TIGFQfahLE&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwilsbrm8-3QAhWHrY8KHWgXCtgQ6AEIJTAC#v=onepage&q=rottingknoppen%20kei&f=false] hal. 126</ref>
=== Ohoingur ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een kampong met paalwoningen op het eiland Toeal één van de Kai eilanden in de Molukken TMnr 60009740.jpg|thumb|250px|Sebuah [[Kapal Uap|Kapal Api]] di perairan [[Kota Tual|Tual]], [[circa|ca.]] 1915.]]
Pada era 1800-an, Tual mulai menerima para saudagar Nusantara, Arab, dan Tionghoa untuk menetap sehingga menjadikannya pemukiman termakmur dengan populasi paling heterogen di seluruh kepulauan Kei. Kampung-kampung lain merasa perlu menjalin hubungan baik dengan Raja Tual demi keikutsertaan dalam kemakmuran dan kemajuan Tual. Keadaan ini membuat Raja Tual menjadi pemimpin pribumi yang paling menonjol dan disegani.
Baris 24:
Langen yang terkesan dengan dampak positif karya misi Katolik pada masyarakat [[Larantuka]] di [[pulau Flores]] beranggapan bahwa hal yang sama dapat pula terjadi pada masyarakat Kei. Pada 1887, Langen mengirimkan sepucuk surat kepada [[Uskup]] [[Adamus Carel Claessens]], [[Vikaris Apostolik]] Batavia, memintanya mendirikan misi Katolik di kepulauan Kei.
=== Pusat Misi Katolik ===
Untuk membendung pesatnya perkembangan [[agama Islam]] yang mereka curigai memupuk fanatisme dan pemberontakan, Pemerintah Kolonial Belanda dengan segera mengabulkan permohonan Gereja Katolik untuk membuka misi di kepulauan Kei. Pada 01 Juli 1888, dua orang Misionaris ''jezuïeten'' ([[Yesuit]]), [[Johannes Kusters]] dan [[Johannes Booms]], tiba di Tual. Agama Islam yang sudah kuat berakar di Tual membuat usaha mereka sia-sia.
Baris 42:
Pada 29 Agustus 1920, Prefektur Apostolik Nugini Belanda ditingkatkan statusnya menjadi [[Vikariat Apostolik]] yang berpusat di Langgur, dan [[Uskup]] [[Johannes Aerts]] ditunjuk sebagai vikarisnya yang pertama. Misi yang semakin berkembang tak jarang bersinggungan dengan komunitas Muslim dan Protestan yang sama pesat perkembangannya. Saingan terberat kegiatan misi ini adalah [[zending]] Protestan yang difasilitasi penuh oleh pemerintah, sementara kaum Muslim tidak menimbulkan gangguan yang berarti karena tertekan di bawah kekuasaan kolonial. Keadaan ini berubah setelah pecahnya [[Perang Dunia II]].
=== Perang Dunia II ===
Jepang mendarat di Tual secara mengejutkan tatkala fajar menyingsing pada 30 Juli 1942, bersamaan waktunya dengan pendaratan yang mereka lakukan di [[Dobo]], [[Larat]], dan [[Saumlaki]].<ref> Steenbrink, Karel, ''Catholics in Indonesia, 1808-1942: A Documented History. Jilid 2: The Spectacular Growth of a Self Confident Minority, 1903-1942''; Koninklijke Brill NV, Leiden, 14 Mei 2014.[https://books.google.co.id/books?id=bc5gAAAAQBAJ&pg=PA195&dq=A+History+of+Christianity+in+Indonesia+langgur&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiapaut9_fQAhWLRo8KHczwCogQ6AEIHjAB#v=snippet&q=langgur&f=false] hal. 228-229</ref> Menurut seorang narasumber Belanda, Asisten Residen J. Veeken, Jepang datang atas undangan orang-orang Muslim dari kampung Langiar Fer di [[Pulau Kei Besar]]. Setelah pendaratan tentara Jepang di Ambon, Pemerintah Belanda menghukum mati Wakil Raja Langiar Fer, Haji Abdul Manaf, dan seorang warganya yang bernama Abubakar karena menolak membayar pajak. Warga Langiar Fer menjadi marah atas tindakan Pemerintah Belanda yang dinilai terlampau kejam, dan memutuskan untuk berlayar dengan perahu ke Ambon untuk membayar pajak kepada Jepang sekaligus meminta mereka untuk datang ke Kepulauan Kei.<ref> Steenbrink, Karel, ''Catholics in Indonesia, 1808-1942: A Documented History. Jilid 2: The Spectacular Growth of a Self Confident Minority, 1903-1942''; Koninklijke Brill NV, Leiden, 14 Mei 2014.[https://books.google.co.id/books?id=bc5gAAAAQBAJ&pg=PA195&dq=A+History+of+Christianity+in+Indonesia+langgur&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiapaut9_fQAhWLRo8KHczwCogQ6AEIHjAB#v=snippet&q=langgur&f=false] hal. 229</ref>
Pada hari pendaratan mereka, tentara Jepang menghukum mati beberapa misionaris Eropa, dan memenjarakan sisanya. Seluruh langgur dibumihanguskan.
== Transportasi ==
[[
[[Bandar Udara Dumatubun]]
== Lihat pula ==
* [[Maluku Tenggara]]
* [[Kepulauan Kei]]
== Referensi ==
{{Reflist}}
== Bacaan lebih lanjut ==
* Timothy Lindsey (2008). Indonesia, Law and Society. Federation Press.
* Jan Sihar Aritonang, Karel Adriaan Steenbrink (2008). A History of Christianity in Indonesia. BRILL.
Baris 64:
* Paschalis Maria Laksono (2002). The Common Ground in the Kei Islands: Eggs from One Fish and One Bird. Galangpress Group.
== Pranala luar ==
* [http://directory.ucanews.com/dioceses/indonesia-amboina/553 Diocese of Amboina (Diosis Amboina)], sejarah Keuskupan Amboina.
|