Filsafat ketuhanan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 10:
 
Beberapa sikap orang beriman dalam mencari pencerahan akan adanya Allah:
* Manusia yang menerima begitu saja dikarenakan ajaran turun-temurun dari para pendahulunya, manusia ditekankan harus percaya, bahkan tanpa bertanya.<ref name="Huijbers"/>
* Manusia mulai bertanya mengapa dirinya ada?<ref name="Huijbers"/> Mengapa alam ada?<ref name="Huijbers"/>
* Kemudian menanyakan Allah terkait; siapa, isinya, dan mengapa Dia ada?<ref name="Huijbers"/>
 
Baris 17:
 
- Allah ada, dan adanya Allah itu dapat dibuktikan secara rasional juga;
- Allah ada, tetapi tidak dapat dibuktikan adanya;
- tidak dapat diketahui apakah Allah benar-benar ada;
- Allah tidak ada, dan ketentuan ini dapat dibuktikan juga.<ref name="Huijbers"/>
 
Baris 45:
 
'''Filsafat Ketuhanan''' menurut Descartes adalah berawal dari fungsi iman, yang pada akhirnya berguna untuk menemukan Allah. Tanpa iman manusia cenderung menolak Allah. Ada dua hal yang bisa ditempuh agar ''Aku'' sampai pada Allah:
* Jalan yang pertama adalah sebab akibat, bahwa dirinya sendiri (manusia) pasti diakibatkan oleh penyebab pertama, yaitu Allah.<ref name="Tjahyadi"/>
* Jalan yang kedua adalah secara ontologis, yang diwarisinya dari Anselmus.<ref name="Tjahyadi"/> Allah yang ada itu tidak mungkin berdiri sendiri, tanpa ada kaitan dengan suatu [[entitas]] lain, maka Allah pasti ada dan bereksistensi.<ref name="Tjahyadi"/> Maka Allah yang ada dalam ide Descartes sempurna sudah, bahwa Dia ada dan dapat diandalkan dalam [[relasi]] dengan entitas lainnya itu.<ref name="Tjahyadi"/>
 
Baris 76:
* [[Filsafat Proses]] Whitehead.
 
Filsafat prosesnya memakai dua pendekatan;
1. Prinsip proses, dan
2. Prinsip kreatifitas.<ref name="Tjahyadi"/>
 
Dari prinsip ini maka proses dibedakan dalam dua:
1. Prinsip bagi proses yang bersifat [[mikro]]kopis (konkresi) adalah asas yang memungkinkan lahirnya wujud aktual baru dari aktual-aktual lama yang sudah penuh.<ref name="Tjahyadi"/>
2. Prinsip bagi proses yang bersifat [[makro]]kopis (objektifikasi) yang memungkinkan sesuatu yang sudah penuh berubah dan menjadi ''datum'' lagi.<ref name="Tjahyadi"/>
Baris 126:
 
=== J. Paul Sartre (1905-1980) ===
Tuhan di mata Sartre kecil adalah sosok penghukum yang mengawasinya di manapun dia berada, oleh karenanya dia tidak suka kehadiran Tuhan.<ref name="Bertens"/> Tuhan juga tidak hadir ketika dia ingin menemuinya.<ref name="Bertens"/> Oleh karena itu Sartre sudah menolak Tuhan yang tidak nyata semenjak umur 12 tahun.<ref name="Bertens"/> Sartre yang tadi dididik secara Katolik berpindah kepada kesusastraan, yang disebut sebagai agama baru baginya.<ref name="Bertens">{{id}} K Bertens., ''Filsafat Barat Kontemporer - Perancis'', Jakarta: Gramedia, 2001</ref>
Namun secara sistematis, dan khas [[eksistensialisme|eksistesialis]], penolakan atas Tuhan ini dilakukannya karena pemisahan radikal dalam tulisannya ''Ada dan Ketiadaan'' terjemahan dari ''[[Being and Nothingness]]''.<ref name="Bertens"/> Baginya, di dunia ini tidak ada grand design yang mutlak, manusialah yang bisa mengatur dirinya sendiri dengan eksistensinya.<ref name="engel"/> Eksistensi manusia mendahului esensinya; manusia ada dan kemudian menentukan "siapa dirinya".<ref name="engel"/> Dia menyangkal Descartes tentang ''Aku berpikir, maka aku ada'', yang benar adalah ''Aku ada lalu aku berpikir''.<ref name="engel"/> Dari sinilah dia meneruskannya dalam teori eksistensial fenomenologisnya, bahwa segala sesuatu harus dipisahkan dalam dua bagian; ''etre en soi / ada dalam dirinya sendiri'' atau ''etre-pour soi / ada untuk dirinya sendiri''.<ref name="Bertens"/> Segala sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri berarti tidak pasif, tidak [[aktif]], tidak afirmatif juga tidak negatif, ada begitu saja, tanpa fundamen, tanpa dapat dirutunkan dari sesuatu lain, tidak berkembang.<ref name="Bertens"/> Sedangkan ''ada untuk dirinya sendiri'' adalah sebuah kesadaran], dan ini khas manusia.<ref name="Bertens"/> Dari pemisahan inilah, dia melabel Tuhan orang Kristen yang tidak berubah itu masuk dalam golongan '' ada dalam dirinya sendiri'', maka dari itu dia tidak lebih besar dari manusia yang memiliki kesadaran untuk memilih esensinya sendiri.<ref name="Bertens"/> Di sinilah penyangkalan Tuhan itu terjadi, dia tidak mengakui Tuhan lebih tinggi dari manusia, maka Tuhan tidak diperlukan lagi.<ref name="Bertens"/> Karena Tuhan tidak lagi ada, maka manusia menjadi [[kemerdekaan|bebas]] dan bisa menentukan kondisi [[bangsa]]nya.<ref name="Bertens"/> Di sinilah nilai positif Sartre yang kemudian menghabiskan seluruh kegiatan hidupnya untuk kebaikan manusia (gerakan sosial).<ref name="Bertens"/> Bahkan dia pernah memenangi [[nobel]] perdamaian karena pengabdiannya terhadap kemanusiaan, namun ditolaknya.<ref name="engel"/><ref name="Bertens"/>