Kanal Banjir Jakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
10pangkat6 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
10pangkat6 (bicara | kontrib)
Menambah referensi dan memperbaiki susunan paragraf
Baris 1:
{{Noref}}
'''Kanal Banjir Jakarta''' adalah saluran air kolektor sebagai salah satu cara penanggulangan banjir [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] (dulu dikenal dengan nama [[Batavia]]) yang pertama kali dikonsepkan oleh Prof. DrIr. [[Hendrik van Breen]] pada tahun 1920.<ref name=":0">Adhi{{Cite Ksp, Robert (2010). ''book|title=Banjir Kanal Timur: Karya Anak Bangsa.'' Jakarta.|last=Adhi Ksp|first=Robert|publisher=Grasindo.|year=2010|isbn=|location=Jakarta|pages=17}}</ref> Inti konsep Kanal Banjir adalah mengendalikan aliran air dari hulu sungai dengan mengatur volume air yang masuk ke kota Jakarta dan akan membuat beban sungai di utara saluran kolektif lebih terkendali.<ref name=":0" /> Kanal tersebut menjadi sistem makro drainase kota yang berfungsi untuk mengurangi genangan air di dalam kota dengan mengalirkannya langsung ke laut.<ref>{{Cite namebook|title=":0"Banjir Kanal Timur|last=Adhi Ksp|first=Robert|publisher=Grasindo|year=2010|isbn=|location=Jakarta|pages=18}}</ref>
 
kanal yang dibuat agar aliran [[sungai Ciliwung]] melintas di luar Batavia, tidak di tengah kota [[Batavia]]. Kanal banjir ini merupakan gagasan Prof. Ir. [[Hendrik van Breen]] dari Burgelijke Openbare Werken atau disingkat BOW, cikal bakal Departemen PU, yang dirilis tahun 1920. Studi ini dilakukan setelah banjir besar melanda Jakarta dua tahun sebelumnya. . Termasuk juga disarankan adalah penimbunan daerah-daerah rendah.
 
Antara tahun 1919 dan 1920, gagasan pembuatan Kanal Banjir dari Manggarai di kawasan selatan Batavia sampai ke Muara Angke di pantai utara sudah dilaksanakan. Sebagai pengatur aliran air, dibangun pula Pintu Air Manggarai dan Pintu Air Karet.
 
== Sejarah Kanal Banjir ==
Konsep Kanal Banjir muncul akibat seringnya Batavia mengalami banjir.<ref>{{Cite book|title=Gagalnya Sistem Kanal:Pengendalian Banjir Jakarta dari masa ke masa|last=Gunawan|first=Restu|publisher=Penerbit Buku Kompas|year=2010|isbn=978-979-709-483-6|location=Jakarta|pages=216}}</ref> Tahun 1920, Departemen ''Burgelijke Openbare Werken'' (BOW), cikal bakal [[Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia|Departemen Pekerjaan Umum]], menunjuk van Breen sebagai Ketua Tim Penyusun Rencana Pencegahan Banjir.<ref name=":0" /> Tugas dari BOW tersebut adalah menangani pekerjaan yang terkait dengan permasalhan air, seperti pemeliharaan sungai, situ, melakukan pembuatan, pemeliharaan, dan pengelolaan pengairan/irigasi, bangunan penahan air, dan terusan untuk pelayaran sungai.<ref name=":1">{{Cite book|title=Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari masa ke masa|last=Gunawan|first=Restu|publisher=Penerbit Buku Kompas|year=2010|isbn=978-979-709-483-6|location=Jakarta|pages=215}}</ref> Selain itu, BOW juga melakukan pekerjaan lain yang menyangkut ilmu bangunan air dan membuat pembuangan air untuk kepentingan umum.<ref name=":1" />
 
Dengan bantuan ''Netherlands Engineering Consultants'', tersusunlah "''Master Plan for Drainage and Flood Control of Jakarta''" pada Desember [[1973]]. Berdasarkan rencana induk ini, seperti yang ditulis Soehoed dalam ''Membenahi Tata Air Jabotabek'', pengendalian banjir di [[Jakarta]] akan bertumpu pada dua terusan yang melingkari sebagian besar wilayah kota.
 
Konsep awal Kanal Banjir tersebut adalah mengalirkan air dari sungai di hulu Batavia melalui saluran kolektor yang dimulai dari selatan kota (saat itu batas selatan kota berada di Manggarai) menyusuri tepi barat kota menuju ke laut yang muaranya berada di Muara Angke.<ref name=":0" /> Saluran kolektor yang menyusuri bagian barat Batavia ini dikenal dengan Kanal Banjir Barat. Sebagai pengatur aliran air, dibangun pula Pintu Air Manggarai dan Pintu Air Karet.<ref name=":0" />
Terusan itu akan menampung semua arus air dari selatan dan dibuang ke laut melalui bagian- bagian hilir kota. Kelak, terusan itu akan dikenal dengan nama Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Ini adalah salah satu upaya pengendalian banjir Jakarta di samping pembuatan waduk dan penempatan pompa pada daerah-daerah yang lebih rendah dari permukaan air laut.
 
Tahun 2003, sebagai salah satu upaya mengendalikan banjir di seluruh Jakarta adalah membangun Kanal Banjir Timur.<ref>{{Cite book|title=Banjir Kanal Timur|last=Adhi Ksp|first=Robert|publisher=Grasindo|year=2010|isbn=|location=Jakarta|pages=33}}</ref> Rencana Kanal Banjir Timur ini sebenarnya sudah muncul di Rencana Tata Ruang Jakarta 1985-2005.<ref>{{Cite journal|last=Caljouw|first=M.|last2=Nas|first2=P.J.|last3=Pratiwo|first3=M.R.|date=2005|year=2005|title=Flooding in Jakarta: Towards a blue city with improved water management.|url=http://booksandjournals.brillonline.com/content/journals/10.1163/22134379-90003704|journal=Journal of Humanities and Social Sciences of Southeast Asia/Bijdragen vol de taal, land, en volkenkunde|volume=161|issue=|doi=10.1163/22134379-90003704|pmid=|access-date=1 Februari 2017}}</ref> Kanal Banjir Timur diharapkan dapat mengendalikan banjir di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara.<ref name=":2">{{Cite book|title=Banjir Kanal Timur|last=Adhi Ksp|first=Robert|publisher=Grasindo|year=2010|isbn=|location=Jakarta|pages=35}}</ref>
Di dalam rencana induk itu dirancang sistem pengendalian dengan membuat kanal yang memotong aliran sungai atau saluran di wilayah Jakarta Barat. Kanal ini adalah perluasan terusan banjir peninggalan Prof. Ir. [[Hendrik van Breen]], yang kemudian beken disebut sebagai Kanal Banjir Barat (KBB). Tetapi, karena sebagian besar alur kanal ini melintasi daerah permukiman padat, untuk pembebasan tanahnya dibutuhkan persiapan dan pelaksanaan yang panjang. Akibatnya, pembuatan perluasan KBB tersebut pun tertunda.
 
TerusanMengacu pada prinsip pengendalian banjir DKI Jakarta pada Rencana Induk Pengendalian Banjir Jakarta 1973 (''Master Plan for Drainage and Flood Control of Jakarta),'' yang disusun dengan bantuan ''Netherland Engineering Consultant (''NEDECO'')'', pengendalian banjir di Jakarta akan bertumpu pada dua kanal yang melingkari sebagian besar wilayah kota.<ref name=":2" /> Kanal itu akan menampung semua arus air dari selatan dan dibuang ke laut melalui bagian- bagian hilir kota. Kelak, terusan itu akanyang dikenal dengan nama Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. IniKanal-kanal tersebut adalah salah satu upaya pengendalian banjir Jakarta di samping pembuatan waduk dan penempatan pompa pada daerah-daerah yang lebih rendah dari permukaan air laut.<ref name=":2" />
Setelah terjadi banjir di wilayah Jakarta Barat pada Januari 1979, pemerintah pusat bersama Pemerintah Daerah DKI Jakarta mencari jalan pemecahan untuk mengurangi potensi terjadinya genangan pada masa yang akan datang. Rencana perluasan KBB pun diganti dengan pembuatan jaringan pengendali banjir lainnya, yakni jaringan kanal dan drainase yang dinamakan Sistem Drainase Cengkareng. Saluran banjir [[Cengkareng]] selesai dibuat pada tahun 1983.
 
=== Kanal Banjir Barat ===