Bisma: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Cosmetic changes |
M. Adiputra (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image = Bheeshma oath by RRV.jpg
| Caption = Bisma (kanan) bersumpah tak akan menikah seumur hidupnya. Lukisan karya Raja Ravi Varma.
| Nama = Bisma
| Devanagari = भीष्म; देवव्रत
Baris 8:
| Asal = [[Hastinapura]], [[Kerajaan Kuru]]
}}
'''Bisma''' ([[Bahasa
== Arti nama ==
Nama ''Bhishma'' dalam [[bahasa
== Kelahiran ==
Baris 19:
== Kehidupan awal ==
[[Image:Razmnama Dronacharya.jpg|right|240px|thumb|"Wafatnya Bisma". Lukisan dari kitab ''Razmnama'', atau ''[[Mahabharata]]'' versi [[Persia]].]]
Sementara tujuh kakaknya yang telah lahir meninggal karena ditenggelamkan ke [[sungai Gangga]] oleh ibu mereka sendiri, Bisma berhasil selamat karena perbuatan ibunya dicegah oleh ayahnya. Kemudian, sang ibu membawa Bisma yang masih bayi ke surga, meninggalkan Prabu [[Santanu]] sendirian. Setelah 36 tahun kemudian, Sang Prabu menemukan puteranya secara tidak sengaja di hilir [[sungai Gangga]]. [[Dewi Gangga]] kemudian menyerahkan anak tersebut kepada Sang Prabu, dan memberinya nama Dewabrata. Dewabrata kemudian menjadi pangeran yang cerdas dan gagah, dan dicalonkan sebagai pewaris kerajaan. Namun karena janjinya terhadap Sang Dasapati, ayah [[Satyawati]] (ibu tirinya), ia rela untuk tidak mewarisi tahta serta tidak menikah seumur hidup agar kelak keturunannya tidak memperebutkan tahta kerajaan dengan keturunan Satyawati. Karena ketulusannya tersebut, ia diberi nama Bisma dan dianugerahi agar mampu bersahabat dengan Sang Dewa Waktu sehingga ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri.
Baris 35 ⟶ 36:
== Perang di Kurukshetra ==
[[Berkas:Mahabharata2.jpg|
{{main|Bhismaparwa}}
Baris 54 ⟶ 55:
{{cquote|...ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan menyerang seseorang yang telah membuang senjata, juga yang terjatuh dari keretanya. Aku juga tidak akan menyerang mereka yang senjatanya terlepas dari tangan, tidak akan menyerang orang yang bendera lambang kebesarannya hancur, orang yang melarikan diri, orang dalam keadaan ketakutan, orang yang takluk dan mengatakan bahwa ia menyerah, dan aku pun tidak akan menyerang seorang wanita, juga seseorang yang namanya seperti wanita, orang yang lemah dan tak mampu menjaga diri, orang yang hanya memiliki seorang anak lelaki, atau pun orang yang sedang mabuk. Dengan itu semua aku enggan bertarung...<ref name="Bismaparwa">'''The Mahabharata of Krishna Dwaipayana Wyasa'''. Buku VI: Bismaparwa. </ref>}}
[[Berkas:Bhismaarrowbed.jpg|right|300px|thumb|Bisma tidur dengan tubuh yang ditancapi ratusan panah sambil memberi nasihat kepada [[Pandawa]] dan [[Korawa]].]]
Bisma juga mengatakan apabila pihak [[Pandawa]] ingin mengalahkannya, mereka harus menempatkan seseorang yang membuat Bisma enggan untuk bertarung di depan kereta [[Arjuna]], karena ia yakin hanya Arjuna dan [[Kresna]] yang mampu mengalahkannya dalam peperangan. Dengan bersembunyi di belakang orang yang membuat Bisma enggan berperang, [[Arjuna]] harus mampu melumpuhkan Bisma dengan panah-panahnya. Berpedoman kepada pernyataan tersebut, [[Kresna]] menyadarkan Arjuna akan kewajibannya. Meski Arjuna masih segan, namun ia menuntaskan tugas tersebut. Pada hari kesepuluh, [[Srikandi]] menyerang Bisma, namun Bisma tidak melawan. Di belakang [[Srikandi]], Arjuna menembakkan panah-panahnya yang dahsyat dan melumpuhkan Bisma. Panah-panah tersebut menancap dan menembus [[baju zirah]]nya, kemudian Bisma terjatuh dari keretanya, tetapi badannya tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh puluhan [[panah]] yang menancap di tubuhnya. Namun Bisma tidak gugur seketika karena ia boleh menentukan waktu kematiannya sendiri. Bisma menghembuskan nafasnya setelah ia menyaksikan kehancuran pasukan [[Korawa]] dan setelah ia memberikan wejangan suci kepada [[Yudistira]] setelah perang [[Bharatayuddha]] selesai.
== Bisma dalam pewayangan Jawa ==
[[Berkas:Bisma-kl.jpg|right|200px|thumb|Bisma dalam versi pewayangan Jawa.]]
Antara Bisma dalam kitab [[Mahabharata]] dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, namun tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh proses ''Jawanisasi'', yaitu membuat kisah wiracarita dari [[India]] bagaikan terjadi di pulau [[Jawa]].
Baris 69 ⟶ 70:
Dikisahkan, saat ia lahir, ibunya [[moksa]] ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi. Ayahnya prabu Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke negara Wirata bertemu dengan Dewi Durgandini atau Dewi [[Satyawati]], istri [[Parasara]] yang telah berputra Resi [[Wyasa]]. Setelah Durgandini bercerai, ia dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan melahirkan [[Citrānggada]] dan [[Wicitrawirya]], yang menjadi saudara Bisma seayah lain ibu.
Setelah menikahkan [[Citrānggada]] dan [[Wicitrawirya]], Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa, dan digantikan anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda Citrānggada dan Wicitrawirya diserahkan pada
Bisma memiliki kesaktian tertentu, yaitu ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Maka ketika sudah sekarat terkena panah, ia minta sebuah tempat untuk berbaring. [[Korawa]] memberinya tempat pembaringan mewah namun ditolaknya, akhirnya [[Pandawa]] memberikan ujung panah sebagai alas tidurnya (kasur panah) (<i>sarpatala</i>). Tetapi ia belum ingin meninggal, ingin melihat akhir daripada perang Bharatayuddha.
|