Ngiyono, Japah, Blora: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k fix edit
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12:
|kepadatan =... jiwa/km²
}}
'''Ngiyono''' adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Japah, Blora|Japah]], [[Kabupaten Blora|Blora]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]. Yang dipimpin oleh pak lurah Jasman, desa ngiyono mempunyai luas 993 km2, jumlah pendudukya berdasarkan monografi desa bulan Januari samapai Desember tahun 2016/2017 yaitu berjumlah 1.164 Jiwa terdiri dari 383 KK. Mayoritas pekerjaan penduduk Ngiyono sebagai Petani.
 
Batas wilayah desa ngiyono: sebelah utara berbatasan dengan Ds Sendang Mulyo Kec Bulu, sebelah Selatan berbatasan dengan Ds Sumberejo, dari sebelah Barat berbatasan dengan Ds Gaplokan, dan dari sebelah Timur berbatasan dengan Ds Ngalawungan Kec Tunjungan.
{{Japah, Blora}}
 
Masyarakat Japah adalah masyarakat yang masih menjunjung tinggi adat istiadat dan terus berlangsung sampai sekarang. Mulai dari dalam kandungan sampai dengan meninggal tidak lepas dari ritual atau adat istiadat untuk meminta Keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa dan pantang untuk ditinggalkan.
 
asal usul desa ngiyono: Konon cerita pada dahulu kala, Di lereng gunung kendeng (alas kemiri) adalah hamparan hutan belantara, gung liwangliwung yang dihuni oleh beberapa binatang seperti Singa, Gajah dan binatang buas lainnya, selain itu juga dihuni oleh kerajaan siluman, ada seoarang bernama Ki Maridin dan sahabatnya Dampuawang, mereka berdua sepakat untuk membangun peradaban perkampungan di kawasan hutan, tetapi karena pengaruh magis kekuatan siluman yang sangat kuat justru mereka berdua dibuat saling bermusuhan, untuk menggagalkan membangun perkampungan sebagai peradaban manusia tersebut.
 
Akhirnya mereka berpisah dan tinggal Ki Maridin yang masih bertahan ditengah Hutan, ditengah kegalauan beliau beristirahat (leren) dan bermunajat kepada Sang Hyang Widi, Tuhan Yang Maha Kuasa dengan berpegang pada sebuah tongkat, beliau meludah (ngidu) pada sebuah pohon, karena kekuasaan tuhan yang maha kuasa, leren karo ngidu tersebut tumbuh sebuah pohon yang akhirnya diberi nama '''DUREN'''. Mudah-mudahan pohon ini kelak ada manfaatnya untuk anak-cucu saya dan apabila suatu saat menjadi tempat peradaban manusia tempat ini akan saya beri nama '''NGIYONO''', (Ora nyono ono). Dan beliau berpesan, kalau ingin bermunajat (sesigit) atau meminta '''SOPONYONO''' (insya allah) di ijabahi atau dikabulkan oleh Tuhan yang maha kuasa. Selesai berkata – kata Ki maridin musno tidak diketahui keberadaannya, hanya tongkat yang tertinggal dalam posisi membujur kearah barat dan timur. Seiring bergantinya waktu, tongkat tersebut diselimuti tanah (kepundung), yang sampai saat ini diyakini sebagai tempat bertuah, dan disakralkan. Perkembangan sampai saat ini masyarakat desa Ngiyono masih menjunjung tinggi budaya leluhur nenek moyang, dan ngiyono merupakan sebuah desa yang makmur, penghasil durian, rambutan, dan palawija.
 
27 Februari 2017, KKN STAIN KUDUS POSKO 14{{Japah, Blora}}
 
{{kelurahan-stub}}