Tari Topeng Cirebon (Gaya Palimanan): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 5:
== Sejarah gaya Palimanan ==
 
Cerita mengenai tari Topeng Cirebon gaya Palimanan pernah dinarasikan oleh Theodore G Th Pigeaud dalam bukunya ''Javaanse volksvertoningen. Bijdrage tot de beschrijving van land en volk'' yang terbit pada 1938, Pigeaud menjelaskan bahwa tari Topeng Cirebon gaya Palimanan memiliki kedekatan yang harmonis secara budaya dengan wilayah-wilayah di Priyangan seperti Sumedang, Ciamis, Garut, Tasikmalaya dan Bandung sejak awal tahun 1900-an, tidak hanya tari Topeng Cirebon gaya Palimanan, wayang orang Cirebon juga memasuki wilayah ini<ref>Th Pigeaud, Theodore G. 1938. Javaanse volksvertoningen. Bijdrage tot de beschrijving van land en volk.</ref> Rombongan ''Ki'' Wentar dalam hal ini memiliki andil sebagai rombongan kesenian tari Topeng Cirebon gaya Palimanan yang pertamakali masuk ke pedalaman wilayah Priyangan dan berkeliling untuk menggelar aksinya ([[bahasa Cirebon]] : Bebarangan), jarak yang ditempuh oleh rombongan ''Ki'' Wentar ketika ''bebarangan'' di wilayah Priyangan kira-kira sekitar 420 kilometer<ref name=laurie/>
 
Nama asli dari ''Ki'' Wentar adalah ''Ki'' Kudung, julukan ''Wentar'' sebenarnya baru diberikan oleh bupati Bandung pada saat itu, yakni Pangeran Adipati Aria Martanegara (1893-1918) yang diambil dari kosakata ''Kawentar'' yang berarti terkenal, namun dalam keterangan lain, ''Ki'' dalang Sukarta yang merupakan keluarga dari ''Ki'' Wentar meyakini bahwa julukan tersebut (Wentar) sebenarnya diberikan oleh [[kesultanan Kasepuhan]]. ''Ki'' Wentar mahir berbahasa Sunda, pada masa Wentar bahasa Sunda baru saja mengalami apa yang dinamakan dengan modernisasi aksara, aksara Romawi diperkenalkan oleh Karel Frederik Holle seorang pengusaha perintis di bidang perkebunan teh yang hidup pada tahun 1822-1896<ref>Moriyama, Mikihiro. 2005. Sundanese Print Culture and Modernity in 19th-century West Java.[[Singapura]] : Universitas Nasional Singapura</ref> , modernisasi aksara Sunda menjadikan bahasa Sunda dapat dengan mudah dipelajari secara luas, begitu juga sebaliknya, penggunaan aksara Romawi pada masyarakat Sunda membuat masyarakat Sunda dapat dengan mudah mempelajari dan mengerti bahasa lainnya dikarenakan aksara Romawi dijadikan dasar sebagai aksara baku pemerintahan pada masa Belanda.