Taman Kudus: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 6:
Ornamen pada taman Kudus dahulu hanya menerapkan konsep arsitektur tradisional.
Kini taman Kudus lebih mengarah keminiatur alam, arsitektur, dan kultur budaya [[Kabupaten Kudus]] dengan sentuhan sedikit modern. Bahkan sekarang taman Kudus dapat di buat oleh masyarakat umum, taman Kudus kini di bangun di [[hotel]] yang bertema Kudus, [[kantor]], dan rumah milik [[pejabat]], atau [[pengusaha]].
== Tanaman ==
Baris 21 ⟶ 22:
pohon sukun dahulunya banyak di Kudus
== Ornamen ==▼
Taman Kudus terdapat beberapa ornamen khas yang merupakan ciri khas konsep taman gaya Kudus, yaitu:▼
=== Candi Bentar ===
[[Candi bentar]] adalah sebutan bagi bangunan [[gapura]] berbentuk dua bangunan serupa dan sebangun tetapi merupakan simetri cermin yang membatasi sisi kiri dan kanan pintu masuk. Candi bentar tidak memiliki atap penghubung di bagian atas, sehingga kedua sisinya terpisah sempurna, dan hanya terhubung di bagian bawah oleh anak tangga.▼
Bangunan ini lazim disebut "''gerbang terbelah''", karena bentuknya seolah-olah menyerupai sebuah bangunan candi yang dibelah dua secara sempurna. Bangunan gapura tipe ini terutama banyak dijumpai di Pulau Jawa, Bali, dan Lombok. Bangunan gerbang terbelah seperti ini diduga muncul pertama kali pada zaman Majapahit. Di kawasan bekas Kesultanan Mataram, di Jawa Tengah dan Yogyakarta, gerbang semacam ini juga disebut dengan "supit urang" ("capit udang"), seperti yang terdapat pada kompleks Keraton Solo, Keraton Yogyakarta, [[Keraton Kasepuhan]] dan Pemakaman raja-raja Imogiri. Meskipun makna supit urang biasanya mengacu kepada gerbang dengan jalan bercabang dua, biasanya jalan dan gerbang yang mengapit kiri dan kanan bangunan pagelaran keraton.▼
<center>
<gallery caption="
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gespleten poort bij de moskee van Koedoes TMnr 10016516.jpg|Candi bentar di Masjid Menara Kudus▼
Berkas:
</gallery>▼
</center>▼
[[Paduraksa]] adalah bangunan berbentuk gapura yang memiliki atap penutup, yang lazim ditemukan dalam arsitektur kuno dan klasik di [[Jawa]] dan Bali. Kegunaan bangunan ini adalah sebagai pembatas sekaligus gerbang akses penghubung antarkawasan dalam kompleks bangunan khusus.▼
<center>▼
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Poort bij de moskee van Koedoes TMnr 10016667.jpg|Paduraksa di Masjid Menara Kudus▼
Berkas:Gerbang Gapura Paduraksa Masjid Menara Kudus.jpg|Paduraksa di Masjid Menara Kudus▼
</gallery>▼
</center>▼
=== Kala ===▼
Kala berfungsi sebagai elemen dekoratif umum pada gerbang masuk dan dinding▼
=== Dwarapala ===▼
[[Dwarapala]] adalah patung penjaga gerbang atau pintu dalam ajaran Siwa dan Buddha, berbentuk manusia atau raksasa yang memegang gada. Biasanya dwarapala diletakkan di luar untuk melindungi tempat suci atau tempat keramat didalamnya. Jumlah arca dwarapala dapat hanya sendirian, sepasang, atau berkelompok. Bangunan suci yang kecil biasanya memiliki hanya satu arca dwarapala. Seringkali dwarapala diletakkan berpasangan di antara gerbang masuk. beberapa situs bangunan suci yang lebih besar memiliki empat, delapan, bahkan duabelas arca dwarapala yang menjaga empat penjuru mata angin sebagai Lokapala, dewa penjaga empat atau delapan penjuru mata angin.▼
Dwarapala terbesar di Jawa terdapat di Singosari terbuat dari batu andesit utuh setinggi 3,7 meter dengan berat 23 ton. Di pulau Jawa dan Bali arca dwarapala biasanya diukir dari batu andesit, berperawakan gemuk dan digambarkan dalam posisi tubuh setengah berlutut, menggenggam senjata gada. Dwarapala di Kamboja dan Thailand memiliki perawakan tubuh lebih langsing dengan posisi tubuh tegak lurus memegang gada di tengah tepat di antara kedua kakinya. Patung dwarapala di Thailand dibuat dari tembikar tanah liat yang dilapisi glazur pucat susu. Patung seperti ini dibuat pada masa kerajaan Sukhothai dan Ayutthaya. Dalam budaya Jawa, dwarapala dijadikan figur penjaga keraton, misalnya dapat ditemukan di gerbang masuk Keraton Yogyakarta dan gerbang Kamandungan Lor Keraton Surakarta.▼
<center>▼
<gallery caption="Dwarapala" perrow="6">▼
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Beeld van een demonische tempelwachter Singosari Oost-Java TMnr 10016489.jpg|Arca Dwarapala terbesar di Jawa, zaman kerajaan [[Singhasari]]▼
Berkas:Plaosan Temple Guardian.jpg|Dwarapala penjaga [[Candi Plaosan]]▼
Berkas:Kraton Surakarta - Statue.jpg|Dwarapala pada Kraton Surakarta▼
Berkas:Entrée du Temple de Dalem Agung Padantegal.jpg|Sepasang Dwarapala di Puri dalem Agung Bali▼
Berkas:Arca Dwarapala.jpg|Arca Dwarapala▼
</gallery>▼
</center>▼
Gazebo merupakan suatu bangunan yang ada di taman, biasanya tiap sisinya terbuka karena sesuai dengan tujuan utamanya, gazebo merupakan tempat yang nyaman untuk menikmati taman. Dengan sisi yang terbuka, Anda yang sedang berada di dalamnya dapat menikmati pemandangan taman dengan lebih bebas juga dapat menikmati udara yang bertiup tanpa terhalang penutup pada tiap sisi. Kudus memiliki bentuk gazebo yang khas atapnya berbentuk Tajug, karena Tajug merupakan cikal bakal Kabupaten Kudus, dahulunya di Kudus banyak bangunan Tajug. dari bentuk gentengnya hingga ornamen pada gazebo tersebut. seperti di bawah ini.▼
<center>▼
Berkas:Gazebo Joglo Tajug khas Gazebo Kudus di Taman khas Kudus.jpg|Gazebo Khas Kota Kudus berbentuk Tajug▼
Berkas:Atap Gazebo Joglo Tajug khas Gazebo Kudus di Taman khas Kudus.jpg|Atap Gazebo Khas Kota Kudus▼
</gallery>
</center>
Baris 63 ⟶ 92:
</center>
▲Taman Kudus terdapat beberapa ornamen khas yang merupakan ciri khas konsep taman gaya Kudus, yaitu:
▲[[Candi bentar]] adalah sebutan bagi bangunan [[gapura]] berbentuk dua bangunan serupa dan sebangun tetapi merupakan simetri cermin yang membatasi sisi kiri dan kanan pintu masuk. Candi bentar tidak memiliki atap penghubung di bagian atas, sehingga kedua sisinya terpisah sempurna, dan hanya terhubung di bagian bawah oleh anak tangga.
▲Bangunan ini lazim disebut "''gerbang terbelah''", karena bentuknya seolah-olah menyerupai sebuah bangunan candi yang dibelah dua secara sempurna. Bangunan gapura tipe ini terutama banyak dijumpai di Pulau Jawa, Bali, dan Lombok. Bangunan gerbang terbelah seperti ini diduga muncul pertama kali pada zaman Majapahit. Di kawasan bekas Kesultanan Mataram, di Jawa Tengah dan Yogyakarta, gerbang semacam ini juga disebut dengan "supit urang" ("capit udang"), seperti yang terdapat pada kompleks Keraton Solo, Keraton Yogyakarta, [[Keraton Kasepuhan]] dan Pemakaman raja-raja Imogiri. Meskipun makna supit urang biasanya mengacu kepada gerbang dengan jalan bercabang dua, biasanya jalan dan gerbang yang mengapit kiri dan kanan bangunan pagelaran keraton.
▲<center>
▲<gallery caption="Candi Bentar Khas Kudus" perrow="6">
▲Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gespleten poort bij de moskee van Koedoes TMnr 10016516.jpg|Candi bentar di Masjid Menara Kudus
▲</gallery>
▲</center>
===
Padasan atau pancuran yang masing masing sisi berjumlah 8 pancuran konon mengadaptasi keyakinan [[Buddha]], yakni "Delapan Jalan Kebenaran" atau Asta Sanghika Marga. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus. Kini Pancuran ini juga dibangun di taman kota yang berfungsi untuk masyarakat mencuci tangan ataupun untuk cuci muka, sehingga mendorong masyarakat hidup bersih dan sehat. Padasan tersebut terdapat Motif figuratif lainnya berupa kedhok<ref>http://senirupa-unnes.com/2016/01/26/keunikan-ornamen-bermotif-figuratif-pada-kompleks-bangunan-masjid-menara-kudus/</ref> (menyerupai kala penghias candi Budha). Kedhok ini berjumlah 16 buah (dua deret, masing-masing 8 buah) difungsikan sebagai pancuran padasan. Ornamen tersebut dengan delapan jalan keutamaan (astasanghikamarga), ajaran yang pertama-tama disampaikan Sang Budha kepada murid-muridnya. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa secara ikonografis keberadaan ornamen bermotif figuratif yang menghiasi masjid Menara Kudus dimaknai sebagai pernyataan simbolis nilai dan sikap toleransi terhadap pluralitas kultural yang dihayati oleh masyarakat pendukung (communal support). Secara estetis, ornamen bermotif figuratif tersebut menegaskan terjadinya pola kesinambungan tradisi budaya pra-Islam dan Islam.▼
▲[[Paduraksa]] adalah bangunan berbentuk gapura yang memiliki atap penutup, yang lazim ditemukan dalam arsitektur kuno dan klasik di [[Jawa]] dan Bali. Kegunaan bangunan ini adalah sebagai pembatas sekaligus gerbang akses penghubung antarkawasan dalam kompleks bangunan khusus.
<center>
<gallery caption="
File:Padasan 8 Pancuran di Masjid Menara Kudus.jpg|Padasan 8 Pancuran▼
▲Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Poort bij de moskee van Koedoes TMnr 10016667.jpg|Paduraksa di Masjid Menara Kudus
▲Berkas:Gerbang Gapura Paduraksa Masjid Menara Kudus.jpg|Paduraksa di Masjid Menara Kudus
▲</gallery>
▲</center>
▲=== Gazebo ===
▲Gazebo merupakan suatu bangunan yang ada di taman, biasanya tiap sisinya terbuka karena sesuai dengan tujuan utamanya, gazebo merupakan tempat yang nyaman untuk menikmati taman. Dengan sisi yang terbuka, Anda yang sedang berada di dalamnya dapat menikmati pemandangan taman dengan lebih bebas juga dapat menikmati udara yang bertiup tanpa terhalang penutup pada tiap sisi. Kudus memiliki bentuk gazebo yang khas atapnya berbentuk Tajug, karena Tajug merupakan cikal bakal Kabupaten Kudus, dahulunya di Kudus banyak bangunan Tajug. dari bentuk gentengnya hingga ornamen pada gazebo tersebut. seperti di bawah ini.
▲<center>
▲<gallery caption="Gazebo Khas Kudus" perrow="6">
▲Berkas:Gazebo Joglo Tajug khas Gazebo Kudus di Taman khas Kudus.jpg|Gazebo Khas Kota Kudus berbentuk Tajug
▲Berkas:Atap Gazebo Joglo Tajug khas Gazebo Kudus di Taman khas Kudus.jpg|Atap Gazebo Khas Kota Kudus
</gallery>
</center>
Baris 112 ⟶ 124:
<gallery caption="Patung Sapi" perrow="6">
Berkas:Patung Sapi ornamen di taman khas Kudus.JPG|Patung Sapi ornamen khas taman kudus
▲</gallery>
▲</center>
▲Padasan atau pancuran yang masing masing sisi berjumlah 8 pancuran konon mengadaptasi keyakinan [[Buddha]], yakni "Delapan Jalan Kebenaran" atau Asta Sanghika Marga. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus. Kini Pancuran ini juga dibangun di taman kota yang berfungsi untuk masyarakat mencuci tangan ataupun untuk cuci muka, sehingga mendorong masyarakat hidup bersih dan sehat. Padasan tersebut terdapat Motif figuratif lainnya berupa kedhok<ref>http://senirupa-unnes.com/2016/01/26/keunikan-ornamen-bermotif-figuratif-pada-kompleks-bangunan-masjid-menara-kudus/</ref> (menyerupai kala penghias candi Budha). Kedhok ini berjumlah 16 buah (dua deret, masing-masing 8 buah) difungsikan sebagai pancuran padasan. Ornamen tersebut dengan delapan jalan keutamaan (astasanghikamarga), ajaran yang pertama-tama disampaikan Sang Budha kepada murid-muridnya. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa secara ikonografis keberadaan ornamen bermotif figuratif yang menghiasi masjid Menara Kudus dimaknai sebagai pernyataan simbolis nilai dan sikap toleransi terhadap pluralitas kultural yang dihayati oleh masyarakat pendukung (communal support). Secara estetis, ornamen bermotif figuratif tersebut menegaskan terjadinya pola kesinambungan tradisi budaya pra-Islam dan Islam.
▲<center>
▲File:Padasan 8 Pancuran di Masjid Menara Kudus.jpg|Padasan 8 Pancuran
</gallery>
</center>
Baris 129 ⟶ 133:
adalah ornamen ini bertujuan menandakan bahwa suatu daerah kemakmuran dan sejahtera. Karena Kudus merupakan kota yang sejahtera dan makmur maka tiap taman di Kudus terdapat tugu lingga yoni.
▲=== Kala ===
▲Kala berfungsi sebagai elemen dekoratif umum pada gerbang masuk dan dinding
▲=== Dwarapala ===
▲[[Dwarapala]] adalah patung penjaga gerbang atau pintu dalam ajaran Siwa dan Buddha, berbentuk manusia atau raksasa yang memegang gada. Biasanya dwarapala diletakkan di luar untuk melindungi tempat suci atau tempat keramat didalamnya. Jumlah arca dwarapala dapat hanya sendirian, sepasang, atau berkelompok. Bangunan suci yang kecil biasanya memiliki hanya satu arca dwarapala. Seringkali dwarapala diletakkan berpasangan di antara gerbang masuk. beberapa situs bangunan suci yang lebih besar memiliki empat, delapan, bahkan duabelas arca dwarapala yang menjaga empat penjuru mata angin sebagai Lokapala, dewa penjaga empat atau delapan penjuru mata angin.
▲Dwarapala terbesar di Jawa terdapat di Singosari terbuat dari batu andesit utuh setinggi 3,7 meter dengan berat 23 ton. Di pulau Jawa dan Bali arca dwarapala biasanya diukir dari batu andesit, berperawakan gemuk dan digambarkan dalam posisi tubuh setengah berlutut, menggenggam senjata gada. Dwarapala di Kamboja dan Thailand memiliki perawakan tubuh lebih langsing dengan posisi tubuh tegak lurus memegang gada di tengah tepat di antara kedua kakinya. Patung dwarapala di Thailand dibuat dari tembikar tanah liat yang dilapisi glazur pucat susu. Patung seperti ini dibuat pada masa kerajaan Sukhothai dan Ayutthaya. Dalam budaya Jawa, dwarapala dijadikan figur penjaga keraton, misalnya dapat ditemukan di gerbang masuk Keraton Yogyakarta dan gerbang Kamandungan Lor Keraton Surakarta.
▲<gallery caption="Dwarapala" perrow="6">
▲Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Beeld van een demonische tempelwachter Singosari Oost-Java TMnr 10016489.jpg|Arca Dwarapala terbesar di Jawa, zaman kerajaan [[Singhasari]]
▲Berkas:Plaosan Temple Guardian.jpg|Dwarapala penjaga [[Candi Plaosan]]
▲Berkas:Kraton Surakarta - Statue.jpg|Dwarapala pada Kraton Surakarta
▲Berkas:Entrée du Temple de Dalem Agung Padantegal.jpg|Sepasang Dwarapala di Puri dalem Agung Bali
▲Berkas:Arca Dwarapala.jpg|Arca Dwarapala
== Lihat pula ==
|