Megalit Besemah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 5:
Budaya megalitik Basemah mulai diteliti pertama kali dan ditulis oleh L. Ullmann dalam artikelnya ''Hindoe-belden in binnenlanden van Palembang'' yang dimuat oleh Indich Archief (1850). Dalam tulisan Ullmann tersebut H. Loffs menyimpulkan bahwa arca-arca tersebut merupakan peninggalan dari masa [[Hindu]]. namun pendapat ini ditentang oleh [[Van der Hoop]] pada tahun 1932, ia menyatakan bahwa peninggalan tersebut dari masa yang lebih tua. Setelah penelitian Van der Hoop, penelitian tentang megalitik Basemah dilanjutkan oleh peneliti-peneliti [[arkeologi]], seperti R.P. Soejono, Teguh Asmar, Haris Sukendar, Bagyo Prasetyo, peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, dan peneliti dari [[Balai Arkeologi Palembang]] secara intensif melakukan penelitian di wilayah Basemah sampai saat ini.
 
Magister Seni Rupa dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung, A. Erwan Suryanegara (2004) dalam tesis berjudul “Artefak Purba dari Basemah, Analisa Ungkap Rupa Patung Megalitik di Basemah" mengemukakan, "Dari hasil penelitian ini diketahui, manusia pendukung budaya megalitik di Basemah cenderung sudah mengenal dan bahkan sudah memanfaatkan alat kerja dari bahan logam (perunggu). Mereka sudah memiliki kemampuan yang baik dalam memahat patung dari batu besar jenis batuan andesit, dengan sudut yang tajam juga runcing. Patung megalitik Basemah secara perupaan wujud fisiknya tampak bersifat dinamis-piktorial dengan gaya ekspresi yang cenderung realistik, tidak mengenal adanya pengulangan bentuk yang sama atau disebut sebagai “tunggal-jamak”, memiliki sikap tubuh yang cenderung condong ke depan, kepala atau wajah sedikit menengadah, dan kaki selalu ditekuk atau dilipat. Sosok objek yang divisualkan cenderung jamak berupa manusia ras austronesoid dan binatang, serta dilengkapi pula dengan simbol maupun atribut. Berdasarkan ungkap rupa simboliknya diketahui, bahwa patung tersebut adalah representasi dari arwah nenek moyang sesuai kosmologi masyarakat Basemah di kala itu, dan sebagai bagian tidak terpisahkan dari upacara maupun ritual mistis dalam rangka pemujaan terhadap arwah leluhur. Ciri khas patung megalitik Basemah adalah pada gaya perupaannya yang bersifat dinamis-piktorial dan cenderung realistik, merupakan karya patung megalitik terbaik di zamannya khususnya yang berada di wilayah Basemah, karena telah memvisualkan seluruh anggota badan (kepala, badan, kaki, dan tangan) dari sosok objeknya secara lengkap, baik berupa manusia dengan tipe ras austronesoid maupun binatang. Patung-patung megalitik Basemah juga merepresentasikan suatu masyarakat yang berbudaya mistis – agraris dengan pola peladang, dan berjiwa patriotik."
 
Penampilan peninggalan budaya megalitik Basemah sangat "''sophiscated''" dengan tampilnya pahatan-pahatan yang begitu maju, dan digambarkan alat-alat yang dibuat dari [[perunggu]] memberikan tanda bahwa megalitik Basemah telah berkembang dalam arus globalisasi (pertukaran) budaya yang pesat. Alat-alat perunggu yang dipahat adalah [[nekara]] yang merupakan [[kebudayaan Dongson]], Vietnam. Temuan peninggalan megalitik di Basemah begitu banyak variasinya, berdasarkan survei yang dilakukan peneliti Balai Arkeologi Palembang, Budi Wiyana telah menemukan 19 situs megalitik baik yang tersebar secara mengelompok maupun sendiri (1996).