Junus Jahja: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k minor cosmetic change
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Lauw Tjhwan Thio''' atau '''Haji Junus Jahja''' ({{lahirmati|[[Batavia]] (sekarang [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]])|22|4|1927|Jakarta|7|12|2011}}) adalah seorang tokoh [[Indonesia]] di bidang [[pembauran]] untuk kalangan Tionghoa.
 
Kiprahnya sebagai tokoh nasional dimulai ketika ia dan sejumlah tokoh lain, seperti [[P.K. Ojong]], [[Ong Hok Ham]], dan [[Harry Tjan Silalahi]], memprakarsai [[Piagam Asimilasi]] yang dicetuskan di [[Bandungan, Semarang|Bandungan]], suatu tempat peristirahatan di lereng [[Gunung Merbabu]], pada tanggal [[15 Juni]] [[1952]]. Semenjak itu, ia dikenal sebagai tokoh [[Tionghoa]] yang aktif menganjurkan agar kaum [[Tionghoa Indonesia|Tionghoa]] berintegrasi sepenuhnya ke dalam masyarakat Indonesia. Namanya populer di kalangan intelektual, wiraswasta, dan remaja keturunan Tionghoa. Ia menyokong pendirian Mesjid Lautze di Jakarta Pusat. Ia juga menjadi tokoh di belakang berdirinya Yayasan Haji Karim Oei, suatu lembaga yang berkiprah di bidang sosialisasi Islam di kalangan Tionghoa. Di bidang kenegaraan, Jahja pernah menjadi anggota [[Dewan Pertimbangan Agung]]. Atas jasa-jasanya, Junus Jahja menerima Bintang Mahaputra
 
Junus Jahja memeluk agama [[Islam]] sejak tahun 1979, di bawah bimbingan [[Hamka]]. Ia menikah dengan Tjitjih Rukaesih, dikaruniai satu putri dan dua cucu.