Kesultanan Ternate: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ratuzam (bicara | kontrib)
Perubahan Portugal ke Portugis dan penambahan referensi (sultan terangkat yang baru)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (-dibawah, +di bawah)
Baris 173:
Pada masa pemerintahan [[Sultan Bayanullah]] (1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan [[perahu]] dan [[senjata]] yang diperoleh dari orang [[Arab]] dan [[Turki]] digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Pada masa ini pula datang orang [[Eropa]] pertama di Maluku, [[Loedwijk de Bartomo]] (Ludovico Varthema) tahun 1506.
 
Tahun 1512 bangsa [[Portugal|Portugis]] untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawahdi bawah pimpinan [[Fransisco Serrao]], atas persetujuan sultan, Portugis diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugis datang bukan semata–mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah–rempah, [[pala]] dan [[cengkih]] di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate.
 
Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris-pewaris yang masih sangat belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawahdi bawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, Pangeran Hidayat (kelak [[Sultan Dayalu]]) dan pangeran Abu Hayat (kelak [[Sultan Abu Hayat II]]). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri.
 
Portugis memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugis. Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugis. Gubernur Portugis bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika [[Sultan Tabariji]] mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke [[Goa]], [[India]]. Di sana ia dipaksa Portugis untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan [[Kristen]] dan [[vasal]] kerajaan Portugis, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah oleh [[Sultan Khairun]] (1534-1570).
Baris 207:
* Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama [[Sultan Sibori]] (1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak–tanduk Belanda yang semena-mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa [[Mindanao]], namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah–daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke [[Jailolo]]. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.
 
Meski telah kehilangan kekuasaan mereka, beberapa sultan Ternate berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara diam–diam. Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah–wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah [[Banggai]] dibawahdi bawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal.
 
Di [[Jailolo]] rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawahdi bawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas termasuk Controleur Belanda Agerbeek dan markas mereka diobrak–abrik. Akan tetapi karena keunggulan [[militer]] serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, Sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita, dia dibuang ke [[Bandung]] tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927.
 
Pasca penurunan Sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus Kesultanan Ternate namun niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia.
Baris 223:
Keberhasilan rakyat Ternate di bawah Sultan Baabullah dalam mengusir Portugis pada tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya [[Buya Hamka]] bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina.
 
Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawahdi bawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya, "Bahasa Ternate dalam konteks bahasa-bahasa Austronesia dan Non Austronesia" mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap [[bahasa Melayu]] yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata [[bahasa Melayu]] di [[Manado]] diambil dari Bahasa Ternate. [[Bahasa Melayu Maluku Utara|Bahasa Melayu Ternate]] ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama [[Sulawesi Utara]], pesisir timur [[Sulawesi Tengah]] dan Selatan, [[Maluku]] dan [[Papua]] dengan dialek yang berbeda–beda.<ref name="Bahasa Melayu Ternate">{{cite book|author= Drs. M. Jusuf Abdulrahman, et.al.|title=Ternate, Bandar Jalur Sutera|year=2001|publisher=LinTas}}</ref>
 
Dua naskah surat sultan Ternate, dari Sultan Abu Hayat II kepada Raja Portugis tanggal 27 April dan 8 November 1521 diakui sebagai naskah Melayu tertua di dunia setelah naskah Melayu [[Naskah Tanjung Tanah|Tanjung Tanah]]. Kedua surat Sultan Abu Hayat tersebut saat ini masih tersimpan di [[Museum Lisabon]], Portugal.<ref name="Kultur-majalah.com">{{cite web|url=http://kultur-majalah.com/index.php/tradisi-folklore | title=Melestarikan Surat Leluhur Melayu di Rumah Larik | accessdate = 21 Maret 2013}}</ref><ref name="Khazanah Naskah">{{cite web|author= Henry Chambert-Loir & Oman Aturrahman|url=http://books.google.co.id/books?id=5A4_OlCkEZgC&pg=PA167&lpg=PA167&dq=naskah+melayu+ternate&source=bl&ots=O4lcduIWKu&sig=H5Z1gnwnh4UieHswnQFFq5139eU&hl=en&sa=X&ei=PeVKUf6RE4yGrAfFmoDYBg&redir_esc=y#v=onepage&q=naskah%20melayu%20ternate&f=false | title=Khazanah naskah: panduan koleksi naskah-naskah Indonesia sedunia | accessdate = 21 Maret 2013}}</ref><ref name="Republika.co.id">{{cite web|url=http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/04/30/lkgkph-undang-undang-tanjung-tanah-naskah-melayu-tertua-di-dunia | title=Undang Undang Tanjung Tanah, Naskah Melayu Tertua di Dunia? | accessdate = 21 Maret 2013}}</ref>