Hamka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 69:
Pada Juli 1924, Malik kembali memulai perjalanannya ke Jawa. Ia menumpang di rumah Marah Intan sesama [[perantau Minang]] dan bertemu adik ayahnya, Jafar Amrullah di [[Yogyakarta]]. Pamannya itu membawanya ke tempat [[Bagoes Hadikoesoemo|Ki Bagus Hadikusumo]] untuk belajar [[Tafsir Alquran|tafsir Al-Quran]]. Hamka menemukan keasyikan belajar dengan Ki Bagus yang mengupas makna ayat-ayat Al-Quran secara mendalam. Dari Ki Bagus, Malik mengenal [[Sarekat Islam]] dan bergabung menjadi anggota. Melalui kursus-kursus yang diadakan Sarekat Islam, ia menerima ide-ide tentang gerakan sosial dan politik. Di antara gurunya waktu itu adalah [[Oemar Said Tjokroaminoto|HOS Tjokroaminoto]] dan [[Soerjopranoto|Suryopranoto]]. Cokroaminoto menaruh perhatian kepada Malik karena semangatnya dalam belajar. Malik mengikuti kelas dengan tekun, sering bertanya dan menyalin pelajaran yang didapatnya.
 
Pergerakan Islam di Jawa telah memberi pengaruh besar bagi Malik. Dari pengalamannya di Yogyakarta, ia menemukan Islam sebagai suatu yang hidup, suatu perjuangan, dan suatu pendirian yang dinamis. IaKetika perhatian [[Islam di Sumatera Barat|umat Islam di Minangkabau]] terseret pada perdebatan praktik ritual Islam, ia mendapati organisasi dan tokoh-tokoh pergerakan di Jawa memusatkan diri pada perjuangan untuk memajukan umat Islam dari keterbelakangan dan ketertindasan, ketika perhatian [[Islam di Sumatera Barat|umat Islam di Minangkabau]] terseret pada perdebatan praktik ritual Islam. Setelah melewatkan waktu enam bulan di Yogyakarta, Malik bertolak ke [[Pekalongan]] untuk bertemu dan belajar kepada kakak iparnya, [[Ahmad Rasyid Sutan Mansur]].{{sfn|Hamka|1974|loc=jilid II|pp=15}} Pertemuannya dengan Sutan Mansur mengukuhkan tekadnya untuk terjud dalam perjuangan dakwah. Dari kakak iparnya, Malik mendapatkan kesempatan mengikuti berbagai pertemuan [[Muhammadiyah]] dan berlatih berpidato di depan umum. Di Pekalongan, Malik bertemu ayahnya yang urung berangkat ke Mesir setelah ditundanya [[Kongres Kekhalifahan Internasional]] pada 1924.
 
KembaliDi Pekalongan, Malik bertemu ayahnya yang urung berangkat ke Mesir setelah ditundanya Kongres Kekhalifahan Internasional. Kegiatan Muhammadiyah menarik perhatian Haji Rasul sehingga saat kembali ke Minangkabau bersama Jafar Amrullah dan Marah Intan, Haji Rasul menginisiasi pendirian Muhammadiyah di Sungai Batang. Perkumpulan yang telah berdiri lebih dulu bernama Sendi Aman bertukar nama menjadi Muhammadiyah untuk diakui sebagai cabang dari Yogyakarta. Dari sinilah Muhammadiyah menyebar ke seluruh daerah Minangkabau dengan bantuan bekas murid-muridnya. Dalam rangka mempersiapkan mubalig dan guru Muhammadiyah, Haji Rasul menggerakkan murid-murid Thawalib membuka Tabligh Muhammadiyah di [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang]]. Malik memimpin latihan pidato yang diadakan kursus itu sekali sepakan. Ia membuatkan pidato bagi yang tak pandai mengarang. Pidato-pidato yang bagus ia muat dalam majalah ''Khatibul Ummah'' yang dirintisnya dengan tiras 500 eksemplar. Malik melengkapi dan menyunting bagian pidato yang diterimanya sebelum diterbitkan. Gurunya Zainuddin dan pemilik percetakan Bagindo Sinaro ikut membantu pembuatan dan distribusi majalah. Beberapa orang belajar kepada Malik membuat materi pidato. Selain itu, ia menuangkan pengetahuannya melalui tulisan untuk membendung penyebaran komunis. Dari kesibukannya menulis dan menyunting naskah pidato, Malik mulai mengetahui dan menuangkan kemampuannya dalam menulis. Namun, karena alasan keuangan, penerbitam ''Khatibul Ummah'' hanya terbitbertahan tiga nomor.{{sfn|Hamka|1974|loc=jilid II|pp=17-19}}
 
Usaha memperkenalkan Muhammadiyah ke daerah Minangkabau memperoleh banyak tantangan dari kalangan Thawalib yang telah dipengaruhi komunis, dalam pengertian sikap yang radikal terhadap Belanda ketimbang ideologi yang berakar dari materialisme. Peralihan perhatian ke bidang politik di kalangan guru dan pelajar Thawalib membuat Haji Rasul kecewa sehingga ia menolak megajar di lembaga itu, walaupun lembaga itu kelak bersih dari golongan komunis. Golongan anti-komunis membatasi kegiatan mereka pada perjuangan pembaruan pendidikan tanpa mempersoalkan kedudukan Belanda secara terbuka.
 
Pada pengujung 1925, pengurus besar Muhammadiyah di Yogyakarta mengutus Sutan Mansur ke Minangkabau. Sejak itu, Malik selalu mendampingi Sutan Mansur berdakwah dan merintis cabang Muhammadiyah.{{sfn|Hamka|1974|loc=jilid II|pp=16}} Bersama Sutan Mansur, ia ikut mendirikan Muhammadiyah di [[Kota Pagar Alam|Pagar Alam]], [[Kota Lamitan|Lakitan]], dan [[Kurai Taji, Nan Sabaris, Padang Pariaman|Kurai Taji]].{{sfn|Hamka|1974|loc=jilid II|pp=19-20}} Ketika [[Jalaluddin Rajo Endah IV Angkat|Syekh Jalaluddin Rajo Endah IV Angkat]] menggantikan [[Muhammad Jamil Jaho|Syekh Mohammad Jamil Jaho]] sebagai ketua Muhammadiyah cabang Padangpanjang, Malik diangkat sebagai wakil ketua.{{sfn|Hamka|1974|loc=jilid II|pp=20-21}}