Seboto, Gladagsari, Boyolali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (- diantara, + di antara)
Baris 22:
Sejarah desa Seboto diawali pada masa perlawanan penjajah Belanda oleh Pangeran Diponegoro dan pengikutnya. Dalam suatu peperangan melawan penjajah Belanda pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro terpojok, banyak diantaranya meningga dunia di medan perang dan tidak sedikit yang mampu menyelamatkan diri dari kekejaman penjajah.
 
Satu diantaradi antara sekian banyak prajurit Pangeran Diponegoro yang melarikan diri dari kejaran penjajah yaitu bernama Ki Niti Poero, tersesat di hutan lereng gunung Merbabu dan menemukan sebuah Goa yang pada kahirnya menjadi tempat persembunyian Ki Niti Poero. Goa tempat persembunyian tersebut oleh penduduk lereng gunung Merbabu disebut Goa Inderajit (yang pada saat ini menjadi dukuh Drajut).
 
Setelah beberapa lama bersembunyi di goa, Ki Niti Poero memberanikan diri untuk keluar dan mencoba membur dengan masyarakat umum di desa dekat goa tempat persembunyiannya. Setelah Ki Niti Poero memastikan bahwa pasukan Belanda tidak lagi mengejarnya, beliau mulai beraktifitas bersama masyarakat desa. Setelah keberadaanya diterima dengan baik oleh warga desa, Ki Niti Poero akhirnya mengabdi kepada sesepuh desa yang bernama Ki Tjo Taroeno.
Baris 32:
Dalam tugasnya sebagai Kepala Desa Ki Niti Poero mendapat predikat yang baik dari masyarakat, selain kepeduliannya terhadap sesama juga karena kepiawaiannya dalam mensejahterakan masyarakat. Seiring jabatannya sebagai Kepala Desa, disuatu waktu Ki Niti Poero menemukan sebuah tombak yang diberi nama ''“Koro Welang”'', konon tombak tersebut mampu menambah kewibawaan sebagai Kepala Desa.
 
Sebagai Kepala Desa, Ki Niti Poero berfikir keras berupaya untuk meningkatkan taraf hidup warga desa. Satu diantaradi antara sekian banyak usahanya yang menjadi cikal bakal nama desa Seboto yaitu usahanya dalam mengajak warganya untuk membuat batu bata merah.
 
Dalam proses pembuatan batu bata merah selalu mengalami kegagalan. Percobaan demi percobaan hasilnya masih saja gagal, warga dan Ki Niti Poero sendiri mulai patah semangat. Kegagalan usaha pembautan batu bata merah tersebut ternyata dikarenakan tanah di desa banyak bercampur dengan pasir yang menyebabkan bata merah tidak dapat terbentuk dan kuat. Dari sekian banyak bata merah yang dibuat ternyata yang sempurna hanya satu.