Maharani: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12:
 
Dikarenakan gelar kaisarina kurang begitu dikenal, maharani juga kerap digunakan untuk merujuk pada kaisarina. Maharani juga kadang digunakan untuk merujuk pada permaisuri kaisar. [[Tsarina]], gelar yang digunakan untuk istri penguasa bangsa Slavia, memiliki akar kata yang sama dengan kaisarina.
 
== Penguasa monarki ==
Sepanjang sejarah, jumlah kaisarina dan maharani (dalam konteksnya sebagai penguasa monarki) jauh lebih sedikit daripada kaisar dan maharaja. Hal ini karena banyak kebudayaan di masa lalu yang memandang bahwa kepemimpinan dan ranah masyarakat umum menjadi wilayah kaum pria.
 
Dalam hukum Salik yang dianut banyak monarki Eropa, dinyatakan secara jelas bahwa wanita tidak mendapat tempat dalam masalah pewarisan takhta.<ref>Cave, Roy and Coulson, Herbert. ''A Source Book for Medieval Economic History'', Biblo and Tannen, New York (1965) p.&nbsp;336</ref> Beberapa wanita yang naik takhta juga kerap tidak diakui. Saat [[Irene dari Athena|Irene]] naik takhta menjadi Kaisarina Romawi Timur, pihak Eropa Barat tidak mengakuinya karena masalah jenis kelamin, dan [[Paus Leo III]] justru memahkotai [[Karel yang Agung|Karel Agung]] sebagai Kaisar Romawi di wilayah Barat. Namun seiring berjalannya waktu, beberapa wanita mulai muncul sebagai kaisarina. [[Kekaisaran Rusia]] memiliki empat kaisarina, [[Yekaterina I dari Rusia|Yekaterina I]], [[Anna dari Rusia|Anna]], [[Yelizaveta dari Rusia|Yelizaveta]], dan [[Yekaterina II dari Rusia|Yekaterina II yang Agung]]. Di Inggris Raya, [[Victoria dari Britania Raya|Victoria]] menjadi satu-satunya wanita yang menjadi kaisarina.
 
Di Asia Timur, hanya ada sejumlah wanita yang menjadi penguasa monarki. Jepang memiliki delapan wanita yang menjadi kaisarina. Namun saat Jepang mengadopsi sistem pewarisan takhta Prusia pada [[Zaman Meiji]], wanita tidak diperkenankan lagi untuk menjadi kaisarina. Saat Kerajaan Silla di bawah kepemimpinan [[Seondeok dari Silla|Ratu Seondeok]], salah satu pejabat tinggi kerajaan melakukan pemberontakan dengan alasan "pemimpin wanita tidak dapat memimpin negara" (女主不能善理).<ref>* [http://english.historyfoundation.or.kr/?sub_num=32 (7. Silla and Wa) - ''Bidam''] {{webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111005152946/http://english.historyfoundation.or.kr/?sub_num=32|date=October 5, 2011}}</ref> Di Tiongkok, hanya ada satu kaisarina yang pernah memerintah sepanjang sejarah Tiongkok, [[Wu Zetian]].
 
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa maharani yang pernah memerintah, seperti [[Tribhuwana Wijayatunggadewi|Tribhuwana Tunggadewi]] dari Majapahit dan [[Maharani Sima|Sima]] dari Kalingga.
 
== Gelar maharani dan kaisarina dalam berbagai bahasa ==