Suku Dayak Banyadu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: penggantian teks otomatis (- didalam, + di dalam) |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 24:
Salutok Salunukng adalah salahsatu putra raja terakhir Dayak Bidayuh dari kerajaan Sikukng (Sungkung). Raja Sikukng yang terakhir ini bernama Siang Nuk Nyinukng. Kejadian ini terjadi beribu-ribu tahun, sebelum tahun masehi (tahun kelahiran kristus). Awalnya Salutok Salunukng bersama adiknya yang bernama Buta Sabangam (nenek moyang suku Dayak Bakati) beserta bersama para pengikut mereka, diutus oleh Ayahanda mereka untuk menempati tanah di bagian selatan Sungkung. Di dalam perjalanan Adiknya, ''Butag Sabangam'' tidak dapat melanjutkan perjalanan ke selatan, kemudian mereka berpisah. Pada saat berpisah sebagian besar pengikut mereka memilih menemani ''Buta Sabangam''. Akhirnya ''Salutok Salunukng'' bersama sebagian kecil pengikutnya, yang masing-masing membawa serta keluarganya memilih melanjutkan perjalanan ke selatan.
Pada suatu masa, keturunan mereka yang masih berbahasa Dayak Bidayuh berasimilasi dengan warga Dayak Bakati yaitu sub-suku Dayak keturunan ''Butag Sabangam'' dan pengikutnya. Karena jumlah orang Bakati lebih banyak menyebabkan mereka ikut menggunakan bahasa Bakati yaitu varian baru dari bahasa Dayak Bidayuh. Setelah berabad-abad mereka bercampur dan mendiami kawasan dimana kota Bengkayang berada saat ini. Kemudian mereka membangun kerajaan bersama yang diberi nama kerajaan Bawakng. Hingga pada suatu masa, warga Dayak Kanayatn dengan rombongan besar dari tanah asal mereka dikawasan pesisir barat mendatangi kota Bawakng-Basawag yaitu ibukota (Bandong) dari kerajaan Bawakng. Disana mereka tinggal bersama dengan orang Bakati. Kedatangan mereka terjadi dimasa pemerintahan raja
Selanjutnya, setelah beberapa abad kemudian. Keturunan Salutok Salunukng yang telah berbahasa Bakati yang tinggal disebelah selatan gunung panokng (Bukit Jamur Bengkayang) mulai berhubungan secara intensif dengan warga keturunan Kakek Lubish yang bermukim disebelah barat daya gunung panokng. Kakek Lubish dan keturunannya berbicara menggunakan bahasa Dayak Kanayatn (orang Bananag). Kakek Lubish adalah salahsatu pemimpin dari warga yang berbahasa Kanayatn yang meninggalkan kota ''Bawakng Basawag. Beliau dan rombongannya'' hendak menuju kerajaan Keokng-Kannakng milik Dayak Tobag-Mali, untuk menyebarkan agama Jubata. Kepergian beliau tidak dapat dilanjutkan karena beliau jatuh sakit yang akhirnya memaksakan beliau dan pengikutnya berhenti dan tinggal di selatan gunung panokng.
Baris 32:
Sebelum orang banyadu menyebar mendiami pedalaman daerah Landak, Bengkayang dan Sanggau kapuas, orang Banyadu mendiami daerah asalnya di daerah Banyuke hulu di Kecamatan Banyuke Hulu kabupaten Landak Kalimantan barat sekarang. Dahulu sebelum menyebar, seluruh orang banyadu mendiami sebuah kota atau kampung besar. Kota yang dibangun oleh orang Banyadu pertamakali itu bernama “Banyuke”. Kota Banyuke dijadikan '''''Bannokng''''' (Baca: '''Bandong / bandung''', untuk anda yang tidak bisa logat Dayak). Istilah Bannokng / bandung sendiri adalah istilah yang bermakna sebagai “pusat pemerintahan atau ibukota” suatu bentuk pemerintahan. Wilayah pemerintahan orang Banyadu ini dinamai '''''Banua Satona''''' yang ber-bandung pada kota Banyuke. Seringkali kota Banyuke yang merupakan Bandong dari banua Satona ini hanya di sebut dengan nama Bandong satona saja, tentu saja yang dimaksudkan adalah Bandong (ibukota / pusat pemerintahan) dari banua Satona.
[[Berkas:Banyuke Village 1.jpg|kiri|jmpl|320x320px|Desa Banyuke Sekarang. Bekas Bandong Banua Satona]]
Sejak di mulainya masa Pengayauan di kalangan Bangsa Dayak, nenek moyang Dayak Banyadu mulai menyebar keluar dari Bandong Banua-nya. Orang Banyadu yang menyebar pada masa itu di rintis oleh para prajurit Kayau yang melakukan pengayauan serta penaklukan terhadap subsuku Dayak lain, akibatnya orang Banyadu ( orang yang berasal dari Bandong Banyuke) dimasa lalu menjadi sangat terkenal dan disegani serta di takuti oleh subsuku Dayak lain. Meskipun terkenal dengan kegagahan dan keberaniannya, adakalanya para prajurit Kayau Dayak Banyadu tidak berhasil menaklukkan subsuku Dayak lain, para prajurit kayau Dayak Banyadu yang tidak berhasil membawa Kepala manusia ini, memilih tidak pulang dan menetap di daerah taklukannya serta membangun pemukiman baru di situ dan mengawini gadis-gadis didaerah taklukannya tersebut. umumnya kepergian prajurit Kayau Dayak Banyadu zaman dulu di lakukan melalui jalur sungai, dengan perahu mereka menyusuri hilir sungai yang diberi nama sama seperti nama Bandong-nya yaitu sungai Banyuke. Selain karena aktivitas Pengayauan, penyebaran orang Banyadu juga terjadi karena alasan perladangan, masyarakat pada masa itu mulai mencari daerah baru yang jauh dari Bandong-nya untuk berladang, Sebagai akibatnya banyuke yang sebelumnya berupa sebuah kampung besar / kota lama-kelamaan mengecil hingga hanya menjadi sebuah kampung kecil, karena di tinggal menyebar oleh penduduknya. Ketika berada di luar Bandongnya itulah yang menyebabkan orang Dayak banyadu zaman dulu di kenal dengan sebutan orang Banyuke oleh masyarakat Dayak yang menjadi tetangga negerinya, hal ini terjadi, karena mengingat mereka berasal dari kota Banyuke.
Cukup sering terjadi kekeliruan akan masyarakat Dayak yang disebut Banyuke ini, terutama generasi muda sekarang di mana dalam anggapan mereka yang disebut orang Banyuke adalah Suku Dayak kanayatn yang berdialek Banane / Bangape alias orang Darit dan cenderung teguh meyakininya, padahal yang benar adalah untuk sebutan masyarakat Dayak yang berdialek Banyadu. Hal ini tentu didasari oleh alasan bahwa semua desa atau semua penduduk yang tinggal di hilir dekat muara dan di hulu dari sungai yang mengalir di daerah tersebut adalah orang Banyadu, dan terlebih di karenakan asal kata banyuke itu adalah dari nama kota yang menjadi ''Bandong'' atau ''Bandung'' (pusat pemerintahan / ibukota) dari ''Banua Satona'' milik orang Banyadu yang terletak di hulu sungai Banyuke tersebut.
Baris 38:
== Wilayah Penyebaran ==
[[Berkas:Peta Dayak Banyuke Barat.jpg|kiri|jmpl|360x360px|Dayak Banyuke (Orang Banyadu) Bagian Barat. Posisi Desa Banyuke Bekas Bandong Banua Satona Berbentuk Kotak Biru Di Bagian Hulu Sungai Banyuke.]]
Setelah sekian lama orang Banyadu kuno mendiami kota Banyuke tersebut, secara perlahan mereka mulai membangun beberapa pemukiman (Tamakng) baru disepanjang sungai Banyuke dan anak-anak sungai Banyuke. Meskipun kebanyakan warga kota Banyuke membangun tamakng di sepanjang DAS Banyuke, dari mereka ada juga yang langsung membangun parokng dipedalaman seperi parokng insang dan parokng pentek. Hingga suatu masa penduduk kampung-kampung baru tersebut semakin banyak dan karena alasan untuk berladang mereka akhirnya mulai merambah kawasan-kawasan hutan diluar bantaran DAS Banyuke. Dari kampung-kampung disepanjang sungai Banyuke dan anak-anak sungai Banyuke tersebut, kemudian orang Banyadu membangun parokng (Kampung ladang) disekitar ladang-ladang yang mereka buka, warga tamakng untang membangun parokng santibak, paranuk dan madas (taria). Warga dari tamakng bandol membangun parokng lo’ekng, dan parokng sinto dan tamakng bantinga. Warga padakng pio membangun parokng adokng dan sebuah parokng yang telah ditinggalkan warganya yang pindah ke adokng (kampet) parokng itu terletak di antara padakng pio dan sinto sekarang. Warga tamakng madakng membangun parokng palai dan nyangkut (ocoh).
Warga dari tamakng bale (Samoko Pu’utn) terutama keturunan-keturunan puak mereka yang bernama ''Neng Anjong'' membangun parokng bihatn dan parokng pancik yang tidak jauh dari ''tamakng''-nya. Sebagian dari keturunan ''Neng
[[Berkas:Banyadu.jpg|jmpl|420x420px|Seluruh Wilayah Asli Dayak Banyuke (orang Banyadu) Berwarna Biru Tua]]
Warga tamakng pangao membangun parokng sabah, parokng karasik (di kaki gunung), parokng pudo, dan parokng ampadatn. Warga tamakng magon membangun parokng barinang manyun, parokng manyun, parokng padakng manyun, parokng kase, parokng antong, parokng sahang, parokng pano alatn, dan parokng tamu. Warga dari tamakng Jarikng membangun parokng ngaro, parokng ojak, parokng sadange dan lain-lain, namun pada abad 15 masehi penduduk yang berasal dari tamakng Jarikng seluruhnya memakai bahasa baru yaitu bahasa Banane. Warga tamakng sunge lubakng membangun parokng tolok, parokng notos, parokng bangsal bahu. Warga tamakng amang membangun parokng paloh bamayak, parokng sunge dihatn, parokng sunge tuba, parokng sunge kunyit, parokng bangsal behe, parokng maran tayan dan parokng-parokng lainnya.
Orang banyadu yang berasal dari tamakng tapis di tepi sungai tenganap (sungai Landak) membangun parokng angkadu, parokng samabak, parokng tanjung petahi, parokng engkalong, parokng sangke, parokng sansa, parokng teinam, parokng kuru, parokng jaga, parokng sunge lonyekng dan parokng-parokng lainnya.
Baris 53:
* '''''Rafush Gaatn''''' ( Upacara adat pemberian nama kepada Bayi)
* '''''Babalak''''' (Upacara Sunatan adat menurut agama Jubata), Upacara ini dimeriahkan sebagai sebuah pesta.
* '''''Kawen''''' (Pernikahan), dimeriahkan sebagai sebuah pesta.
* '''''Ngandiow''''' (Upacara pemanggilan dan pemberian makan arwah setelah tiga hari dikubur).
Baris 67:
Pada anak laki-laki:
* Odok / Udok = Anak laki-laki pemimpin
* Otoh / Utoh = Anak laki-laki selanjutnya.
* Oton / Uton = Anak laki-laki tumpuan / tulang punggung.
* Onong = Anak laki-laki kesayangan.
* Ugit = Anak laki-laki pengharapan
* Are
Pada anak Perempuan
* Dala = Anak perempuan kesayangan.
Baris 82:
== Agama ==
[[Berkas:Imam Banyadu.jpg|jmpl|380x380px|Para Imam Agama Jubata Dayak Banyuke (Orang Banyadu Kab. Bengkayang)]]
Sistem religi orang Banyadu adalah agama adat atau '''agama Jubata'''. Agama ini sejatinya adalah agama yang sama dengan agama Nabi Abraham (Ibrahim) yang tersebar ke Kalimantan dilakukan oleh keluarga '''''Neneng Galleber''' '''(Mbah Galbir)'''.'' Pertamakali agama ini disebarkan kepada warga Dayak Kanayatn dipesisir. Selanjutnya disebarkan kepada Dayak Bakati di kota Bawakng Basawag pusat kerajaan Bawakng.
Sistem kepercayaan ini sudah monoteis yang mana berpusat pada satu Tuhan yang disebut Jubata. Ketika imam Banyadu melakukan ritual agama adat sering nama Jubata disebut-sebut sebagai jubata yang digunung ini, atau gunung itu di daerah ini atau daerah itu, hal ini tidaklah bearti bahwa Jubata tersebut banyak jumlahnya namun lebih bermakna bahwa sang kuasa ( Tuhan ) ada di mana-mana atau berkuasa atas segala sesuatu.
Biasanya tempat ibadah agama Jubata dilakukan diatas '''''Panyugu''''' yaitu rangkaian batu mezbah yang sama fungsinya dengan mezbah-mezbah Nabi Abraham dan keluarganya di timur tengah dahulu. Agama Jubata telah eksis di kalimantan jauh sebelum kedatangan agama hindu, dan masih eksis hingga sekarang. Dimasa sekarang orang Banyadu adalah penganut Kristen Katholik, Kristen Protestan dan sisanya pengikut agama Jubata (Agama Adat).
|