[[Berkas:Sanghyang Tapak inscription.jpg|thumb|right|260px|Prasasti No. D96, satu dari empat prasasti Sanghyang Tapak.]]
'''Prasasti Sanghyang Tapak''' (juga dikenal sebagai '''Prasasti Jayabupati''' atau '''Prasasti Cicatih''')<ref>{{cite book|author= [[Marwati Djoened Poesponegoro]], [[Nugroho Notosusanto]]|title= Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuno|chapter=Kerajaan Sunda|publisher=PT Balai Pustaka|year=1992|id= ISBN 979-407-408-X ISBN 978-979-407-408-4|page=376}}</ref> adalahmerupakan sebuah prasasti kuno perangkadengan tarikh tahun 952 saka (1030 M), yang terdiri dari 40 baris tulisan yang memerlukanditulis di permukaan 4 buah batu untuk menulisnya. Keempat batu prasasti ini ditemukan di tepi [[Sungai Cicatih]], [[Cibadak]], [[Sukabumi]], [[Jawa Barat]]. Tiga diantaranya ditemukan di dekat Kampung Bantar Muncang, sementara sebuah lainnya ditemukan di Kampung Pangcalikan. Prasasti ini ditulis dalam [[huruf Kawi]] Jawa. Kini keempat batu prasasti ini disimpan di [[Museum Nasional Republik Indonesia]], [[Jakarta]], dengan kode D 73 (Cicatih), D 96, D 97, dan D 98.
== Isi ==
Baris 20:
== Penanggalan prasasti ==
Penanggalan prasasti Sanghyang Tapak menunjukkan tanggal 11 Oktober 1030 M. Menurut naskah Pustaka Nusantara, Parwa III sargaSarga 1, Sri Jayabupati berkuasa selama 12 tahun (952-964)sakaSaka; (1030-1042 M). Hal yang menarik adalahdari tulisan prasasti ini menunjukkanadalah gaya tulisanpenulisannya yang menunjukkan kemiripan dengan prasasti-prasasti di Jawa Timur. Tidak hanya aksaranyaaksara, bahasa, serta gaya bahasanya saja, bahkan gelar kebesaran sang raja sangat mirip dengan nama gelar bangsawan di istana [[Dharmawangsa]]. Sri Jayabupati dalam [[Carita Parahyangan]] disebut sebagai Prabu Detya Maharaja. Dia adalah raja [[Kerajaan Sunda]] ke-20 setelah Tarusbawa.