Cut Nyak Dhien: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 111.94.185.74) dan mengembalikan revisi 12194895 oleh HsfBot |
|||
Baris 15:
}}
'''Cut Nyak Dhien''' (ejaan lama: '''Tjoet Nja' Dhien''', [[Lampadang]], [[Kerajaan Aceh]], [[1848]] – [[Kabupaten Sumedang|Sumedang]], [[Jawa Barat
[[Teuku Umar]], salah satu tokoh yang melawan Belanda melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun [[1880]]. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama [[Cut Gambang]].<ref name=tjoet>{{cite web
Baris 30:
|accessdate =
|accessyear =
}}</ref> Setelah pernikahannya dengan [[Teuku Umar]], Cut Nyak Dhien bersama [[Teuku Umar]] bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang [[Kota Meulaboh|
== Kehidupan Awal ==
[[Berkas:Rumoh_Cut_Nyak_Dhiën.jpg|thumb|250px|Rumah Cut Nyak Dhien di Lampisang, [[Aceh Besar]]]]
Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di [[Kabupaten Aceh Besar|Aceh Besar]], wilayah VI Mukim pada tahun [[1848]]. Ayahnya bernama [[Teuku Nanta Seutia
Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik.<ref name="deddi"/> Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru [[agama]]) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun [[1862]] dengan Teuku Cek Ibrahim
== Perlawanan saat Perang Aceh ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Dolk met rechthoekig gebogen hoornen greep en houten schede TMnr 151-19.jpg|thumb|kiri|[[Rencong]] merupakan senjata tradisional milik [[Suku Aceh]]. Cut Nyak Dhien menggunakan Rencong sebagai salah satu alat perang untuk melawan para tentara [[Kerajaan Belanda]] pada saat Kerajaan Belanda menyerang [[Kerajaan Aceh]] dan membakar [[Masjid Raya Baiturrahman]] di tahun 1873.]]
Pada tanggal [[26 Maret]] [[1873]], [[Belanda]] menyatakan [[Perang Aceh|perang]] kepada [[Aceh
Pada tahun [[1874]]-[[1880]], di bawah pimpinan [[Jenderal]] [[Jan van Swieten]], daerah VI Mukim dapat diduduki [[Belanda]] pada tahun [[1873]], sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun [[1874]]. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal [[24 Desember]] [[1875]]. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim.
Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal [[29 Juni]] [[1878]]. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret met Cut Nyak Dhien de vrouw van Teuku Umar na haar gevangenneming TMnr 10018822.jpg|thumb|250px|Cut Nyak Dien, setelah tertangkap oleh pihak Belanda]]
Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang ''fi'sabilillah''. Sekitar tahun [[1875]], Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati [[Belanda]] dan hubungannya dengan orang [[Belanda]] semakin kuat. Pada tanggal [[30 September]] [[1893]], Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke [[Kutaraja]] dan "menyerahkan diri" kepada [[Belanda]]. Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar ''Teuku Umar Johan Pahlawan'' dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. Bahkan, [[Cut Nyak Meutia]] datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya.<ref name="tjoet"/><ref name="deddi"/> Cut Nyak Dien berusaha menasihatinya untuk kembali melawan [[Belanda]]. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Umar lalu mencoba untuk mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.<ref name="tjoet"/>
Baris 56:
[[Berkas:Teuku Umar.jpg|thumb|kiri|200px|[[Teuku Umar]], suami kedua Cut Nyak Dhien.]]
Teuku
Teuku Umar yang mengkhianati Belanda menyebabkan [[Belanda]] marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap baik Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar.<ref name="tjoet"/><ref name="deddi"/> Namun, gerilyawan kini dilengkapi perlengkapan dari [[Belanda]]. Mereka mulai menyerang Belanda sementara Jend. Van Swieten diganti. Penggantinya, Jend. [[Jakobus Ludovicius Hubertus Pel]], dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan.<ref name="tjoet"/> Belanda lalu mencabut gelar Teuku Umar dan membakar rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya.<ref name="deddi"/>
Dien dan Umar terus menekan Belanda, lalu menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jenderal yang bertugas.<ref name="tjoet"/> Unit "[[Maréchaussée]]" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang [[Tionghoa|
Jenderal [[Joannes Benedictus van Heutsz]] memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal [[11 Februari]] [[1899]]. Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata:
{{cquote2|Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah [[
Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun [[1901]] karena tentara [[Belanda]] sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulit memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya.<ref name="deddi"/><ref name="tokohindonesia"/>
Baris 82:
[[Berkas:Stamps of Indonesia, 103-08.jpg|thumb|Perangko Peringatan 100 Tahun Cut Nyak Dhien]]
Menurut penjaga makam, makam Cut Nyak Dhien baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh, Ali Hasan. Pencarian dilakukan berdasarkan data yang ditemukan di
Makam Cut Nyak Dhien pertama kali dipugar pada [[1987]] dan dapat terlihat melalui monumen peringatan di dekat pintu masuk yang tertulis tentang peresmian makam yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh [[Ibrahim
Pada batu nissan Cut Nyak Dhien, tertulis riwayat hidupnya, tulisan [[bahasa Arab]], [[Surah At-Taubah]] dan [[Surah Al-Fajr|Al-Fajr]], serta hikayat cerita Aceh.
Baris 96:
[[Berkas:Tjoet Nja' Dhien.jpg|200px|thumb|right|Poster Film Tjoet Nja' Dhien]]
Perjuangan Cut Nyak Dien diinterpretasi dalam [[film drama]] [[film epos|epos]] berjudul ''[[Tjoet Nja' Dhien (film)|Tjoet
Pada 13 April 2014, sebuah karya seni untuk mengenang semangat perjuangan dan perjalanan hidup
Biografi beliau juga pernah dituangkan dalam bentuk cerita bergambar secara berseri dalam majalah anak-anak ''Ananda''.
|