Paulus Hendrikus Janssen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
18YF (bicara | kontrib)
18YF (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 101:
''"..Pengembangan Masyarakat dilakukan dengan kunjungan rumah ''(Outreach)'', RBM, penanganan di Wisma'' <ref>Velema, Vivian, (2009), Rehabilitation Design in Indonesia, 2009, Den Haag</ref>'' pada semua sentra yang tersedia di 15 propinsi tersebut. Beliau juga membimbing didirikannya posko-posko pelayanan di daerah terpencil jika situasi geografis tidak memungkinkan untuk penyandang disabilitas dikunjungi di lingkungannya. Teknik dan metode pelayanan dilakukan berdasarkan hasil studi beliau sendiri tentang "ultimate causes of society" di Manila dan pengalaman-pengalaman pengembangan masyarakat dan rehabilitasi berbasis terapeutik sejak di Indonesia. Semua bentuk terapeutik terhadap seorang penyandang disabilitas mengikuti pola "Standard Operational Procedure" terapeutik yang didasarkan sebagai hasil assessment Kebutuhan dan "baseline Kemampuan" anak tersebut. Dan dilengkapi dengan pembentukan perilaku pelayanan dalam kultur organisasi Pelayanan Bhakti oleh beliau sendiri, sikap dan profesionalitas para pekerja pun perlahan-perlahan membentuk kebiasaan pelayanan Bhakti atas pembiasaan perilaku pelayanan''<ref>Fenan, Yohanes, (2013), Father Janssen and the modification of organizational culture to inherit the Spirituality of Bhakti, Biopsychological of Human Resource Studies, Herfordshire. </ref>''. Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat pun dilakukan melalui aksi-aksi komunitas yang dibentuk terhadap masyarakat jika masyarakat setempat siap mendukung adanya tanggung jawab terhadap penanganan penyandang cacat di lingkungan mereka sendiri.''
 
''"ide beliau yang paling cerdas untuk membuat istilah RBM yang dalam Bahasa Inggris disebut "CBR" (Community Based Rehabilitation), kemudian disederhanakan menjadi "Cari Bina Rawat" (CBR), yang memudahkan eksplorasi penyandang disabilitas di masyarakat, yang disembunyikan oleh keluarga karena aib, yang sangat terpencil untuk dijangkau dsb". Istilah tersebut kemudian diintegrasikan dalam bimibingan dan pembiasaan-pembiasaan perilaku pelayanan hingga para pekerja sosial di Indonesia menjadi biasa dan perlahan-lahan memahami konsep RBM itu sendiri sebagai "praxis Bhakti" dan sebagai strategi untuk menangani dan memberdayakan para Penyandang cacat''". (Yohanes Fenan)<ref>Fenan, Yohanes, (2011), Bhakti Luhur Development Design, Manila. </ref>.
 
Pencapaian yang besar ini kemudian dihargai oleh Pemerintah Indonesia dengan penghargaan Kehormatan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Presiden Republik Indonesia pada tahun 2006.