Paulus Hendrikus Janssen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
18YF (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
18YF (bicara | kontrib)
Baris 94:
== Rehabilitasi Penyandang Disabilitas dan Kontribusi terhadap Pengembangan Sosial di Indonesia ==
Karya rehabilitasi dimulai oleh Romo Janssen dengan mendidik para pekerja sosial di Malang, Jawa Timur dengan didirikannya Insitut Pengembangan Masyarakat. Pada tahun 1981, setelah didirikannya Sekolah Menengah Perawat Sosial dan PPRBM beberapa tahun sesudahnya, para pekerja Sosial pun tersebar di 15 Propinsi di Indonesia. Sejak karyanya di Kediri hingga di Malang dengan Yayasan Bhakti Luhur, sektor pendidikan dan sektor pengembangan Masyarakat dibawah bimbingan Romo Janssen, hingga saat ini tercatat kurang lebih 9800 penyandang disabilitas di Indonesia yang berhasil ditolong. Sebagian besar telah direhabilitasi sejak tahun 1952 sampai 2000, dan sebagian kecil masih dalam penanganan di Yayasan Bhakti Luhur. Jumlah penyandang disabilitas yang ditemukan dan ditolong pun meningkat setiap tahun di sentra pelayanan Bhakti Luhur yang tersebar di 15 Propinsi.
Pencapaian jumlah penyandang disabilitas yang besar ini didorong oleh semangat Romo Janssen sendiri yang setiap hari tak pernah berhenti membimbing para Pekerja Sosial, relawan, Guru dan para Kader. Para suster dari ALMA menyebutkan bahwa beliau masih mengajar dan membimbing dalam kondisi sakit. Pencapaian jumlah penyandang disabilitas yang besar ini juga tercapai berkat didikan Romo Janssen dalam mengembangkan para pekerja sosial, Suster dan relawan dari seluruh Indonesia di Malang yang kemudian kembali ke daerahnya masing-masing untuk mengembangkan pelayanan rehabilitasi bagi penyandang disabilitas. Hingga saat ini tercatat kurang 2500 pekerja sosial aktif serta lebih dari 1000 relawan di seluruh Indonesia yang bekerja di bawah payung koordinasi Yayasan Bhakti Luhur.<ref name=":8">Data Statistik, (2016), Booklet Yayasan Bhakti Luhur, Malang</ref>
 
''"..Pengembangan Masyarakat dilakukan dengan kunjungan rumah ''(Outreach)'', RBM, penanganan di Wisma'' <ref>Vivian Velema, (2009), Rehabilitation Design in Indonesia, Den Haag</ref>'' pada semua sentra yang tersedia di 15 propinsi tersebut. Beliau juga membimbing didirikannya posko-posko pelayanan di daerah terpencil jika situasi geografis tidak memungkinkan untuk penyandang disabilitas dikunjungi di lingkungannya. Teknik dan metode pelayanan dilakukan berdasarkan hasil studi beliau sendiri tentang "ultimate causes of society" di Manila dan pengalaman-pengalaman pengembangan masyarakat dan rehabilitasi berbasis terapeutik sejak berada di Indonesia. Semua bentuk terapeutik terhadap seorang penyandang disabilitas pun mengikuti pola "Standard Operational Procedure" terapeutik yang dari hasil assessment Kebutuhan dan "baseline Kemampuan" anak tersebut. Dan dilengkapi dengan pembentukan perilaku pelayanan dalam kultur organisasi Pelayanan Bhakti oleh Romo Janssen sendiri, sikap dan profesionalitas para pekerja pun perlahan-perlahan membentuk kebiasaan pelayanan Bhakti atas pembiasaan perilaku pelayanan''<ref name=":6">Yohanes Fenan, (2013), Father Paul Janssen and the modification of organizational culture to inherit the Spirituality of Bhakti, Biopsychological of Human Resource Studies, Herfordshire. </ref>''. Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat pun dilakukan melalui aksi-aksi komunitas yang dibentuk terhadap masyarakat jika masyarakat setempat siap mendukung adanya tanggung jawab terhadap penanganan penyandang cacat di lingkungan mereka sendiri.''<ref name=":6" />
Baris 113:
Gagasan ini diwujudkan dalam bentuk-bentuk wisma dimana para penyandang disabilitas tinggal dan memperoleh kasih sayang, terlebih mereka yang miskin dan tidak punya siapa-siapa. Romo Janssen sendiri membentuk karakter wisma-wisma dan '''tidak menyebutnya sebagai panti asuhan'''. Berbasis pada ide tentang bagaimana satu kultur terbentuk, Romo Janssen membentuk wisma yang bersifat "homey" layaknya sebuah keluarga. Para perawat atau pekerja sosial yang tinggal disitu diberi tanggung jawab untuk satu atau lebih anak-anak berkebutuhan khusus dengan menjadi Ibu atau bapak bagi mereka. Dengan tanggung jawab tersebut standar Prosedur pelayanan pun berlaku dengan menerapkan unsur-unsur terapeutik bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan latihan setiap hari.<ref name=":7" /> Suasana wisma pun terbentuk perlahan-lahan dan menyebar ke daerah-daerah dengan penerapan kultur wisma yang berbasis pada kasih sayang tanpa adanya diskriminasi SARA. Berbasis pada pola "causes of Society", dalam Wisma-wisma pun diterapkan kebiasaan-kebiasaan dan tata tertib yang kemudian menjadi satu karakteristik tersendiri yang khas dengan istilah "pelayanan Bhakti".<ref name=":6" />
 
''"....dan mereka (para perawat dan suster) dipanggil sebagai Ibu atau Mama sehingga muncul interaksi kasih sayang, hubungan batin secara psikologis,serta timbulnya interaksi persaudaraan antar anak yang satu dengan anak yang lain, meskipun kondisi dan keterbatasan mereka berbeda-beda. Inilah cinta kasih, inilah dunia baru yang dimaksudkan...(dalam Motto Bhakti Luhur)''<ref name=":8" />''...dan Bhakti Luhur membangun itu”.''<ref>Paul Janssen,CM, (2006), Konferensi Pelayan Bhakti, Malang.</ref>.
 
==Referensi==