Paulus Hendrikus Janssen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
18YF (bicara | kontrib)
18YF (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 96:
Pencapaian jumlah penyandang disabilitas yang besar ini didorong oleh semangat Romo Janssen sendiri yang setiap hari tak pernah berhenti membimbing para Pekerja Sosial, relawan, Guru dan para Kader. Para suster dari ALMA menyebutkan bahwa beliau masih mengajar dan membimbing dalam kondisi sakit. Pencapaian jumlah penyandang disabilitas yang besar ini juga tercapai berkat didikan Romo Janssen dalam mengembangkan para pekerja sosial, Suster dan relawan dari seluruh Indonesia di Malang yang kemudian kembali ke daerahnya masing-masing untuk mengembangkan pelayanan rehabilitasi bagi penyandang disabilitas. Hingga saat ini tercatat kurang 2500 pekerja sosial aktif serta lebih dari 1000 relawan di seluruh Indonesia yang bekerja di bawah payung koordinasi Yayasan Bhakti Luhur.<ref name=":8">Data Statistik, (2016), Booklet Yayasan Bhakti Luhur, Malang</ref>
 
''"..Pengembangan Masyarakat dilakukan dengan kunjungan rumah ''(Outreach)'', RBM, penanganan di Wisma'' <ref>Vivian Velema, (2009), Rehabilitation Design in Indonesia, Den Haag</ref>'' pada semua sentra yang tersedia di 15 propinsi tersebut. Beliau juga membimbing didirikannya posko-posko pelayanan di daerah terpencil jika situasi geografis tidak memungkinkan untuk penyandang disabilitas dikunjungi di lingkungannya. Teknik dan metode pelayanan dilakukan berdasarkan hasil studi beliau sendiri tentang "ultimate causes of society" di Manila dan pengalaman-pengalaman pengembangan masyarakat dan rehabilitasi berbasis terapeutik sejak berada di Indonesia. Semua bentuk terapeutik terhadap seorang penyandang disabilitas pun mengikuti pola "Standard Operational Procedure" terapeutik yang dari hasil assessment Kebutuhan dan "baseline Kemampuan" anak tersebut. Dan dilengkapi dengan pembentukan perilaku pelayanan dalam kultur organisasi Pelayanan Bhakti oleh Romo Janssen sendiri, sikap dan profesionalitas para pekerja pun perlahan-perlahan membentuk kebiasaan pelayanan Bhakti atas dorongan pembiasaan perilaku pelayanantersebut'' <ref name=":6">Yohanes Fenan, (2013), Father Paul Janssen and the modification of organizational culture to inherit the Spirituality of Bhakti, Biopsychological of Human Resource Studies, Herfordshire. </ref>''. Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat pun dilakukan melalui aksi-aksi komunitas yang dibentuk terhadap masyarakat jika masyarakat setempat siap mendukung adanya tanggung jawab terhadap penanganan penyandang cacat di lingkungan mereka sendiri.''<ref name=":6" />
 
''"...dan, ide Romo Janssen yang paling cerdas adalah membuat istilah RBM yang dalam Bahasa Inggris disebut "CBR" (Community Based Rehabilitation) oleh World Health Organization, kemudian disederhanakan menjadi "Cari Bina Rawat" (CBR), untuk memudahkan eksplorasi penyandang disabilitas di masyarakat, yang disembunyikan oleh keluarga karena aib, yang sangat terpencil dalam jangkauan operasional kunjungan dsb". Istilah tersebut kemudian diintegrasikan dalam bimbingan dan pembiasaan-pembiasaan perilaku pelayanan hingga para pekerja sosial di Indonesia menjadi biasa dan perlahan-lahan memahami konsep RBM itu sendiri sebagai "praxis Bhakti" dan sebagai strategi untuk menangani dan memberdayakan para Penyandang Disabilitas''". <ref name=":7">Yohanes Fenan, (2011), Bhakti Luhur Development Design, Manila. </ref>.