Pencak silat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perutorang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
→‎Sejarah: Penambahan konten supaya jelas
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 26:
Pencak silat telah dikenal oleh sebagian besar masyarakat rumpun Melayu dalam berbagai nama.<ref name="Pendidikan Jasmani">Asep Kurnia Nenggala, "Pendidikan Jasmani dan Kesehatan", PT Grafindo Media Pratama, 979758349X, 9789797583491.</ref> Di [[semenanjung]] [[Malaysia]] dan [[Singapura]], silat lebih dikenal dengan nama alirannya yaitu ''gayong'' dan ''cekak''.<ref name="Pendidikan Jasmani" /> Di Thailand, pencak silat dikenal dengan nama ''bersilat'', dan di Filipina selatan dikenal dengan nama ''pasilat''.<ref name="Pendidikan Jasmani" /> Dari namanya, dapat diketahui bahwa istilah "silat" paling banyak menyebar luas, sehingga diduga bahwa bela diri ini menyebar dari Sumatera ke berbagai kawasan di rantau Asia Tenggara.<ref name="Pendidikan Jasmani" />
 
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda [[Suku Minangkabau|Minangkabau]], silat ([[bahasa Minangkabau]]: ''silek'') diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari [[Pariangan, Tanah Datar]] di kaki [[Marapi|Gunung Marapi]] pada abad ke-11.<ref>[http://koran.republika.co.id/koran/14/122121/Silek_Minangkabau_Etalase_Ribuan_Filosofi ''Silek Minangkabau Etalase Ribuan Filosofi'' Koran.Republika.com]</ref> Kemudian ''silek'' dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh [[Asia Tenggara]]. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet. Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan (''pendekar'') yang dibanggakan, misalnya [[Ki Hadjar Hardjo Oetomo]] pendiri dari SH Terate yg diberi gelar pahlawan perintis kemerdekaan, lalu [[Prabu Siliwangi]] sebagai tokoh pencak silat Sunda Pajajaran,<ref>[http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/30/pencak-silat-dan-jati-diri-bangsa/ Kompasiana: Pencak Silat dan Jati Diri Bangsa]</ref> [[Hang Tuah]] panglima Malaka,<ref name="Shamsuddin7"/> [[Gajah Mada]] mahapatih Majapahit {{fact}} dan [[Si Pitung]] dari Betawi.{{fact}}
 
[[Berkas:Edwel Yusri.jpg|left|thumb|[[Edwel Yusri Datuak Rajo Gampo Alam]]; Seorang Guru Besar [[Silat Minangkabau|Silat Harimau Minangkabau]]]]
Perkembangan silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum penyebar agama Islam pada [[abad ke-14]] di nusantara. Kala itu pencak silat diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau atau pesantren. Silat menjadi bagian dari latihan spiritual.<ref name="Shamsuddin1">Lihat Shamsuddin (2005), hlm 1.</ref> Dalam budaya beberapa suku bangsa di Indonesia, pencak silat merupakan bagian tak terpisahkan dalam upacara adatnya. Misalnya kesenian tari [[Randai]] yang tak lain adalah gerakan ''silek'' Minangkabau kerap ditampilkan dalam berbagai perhelatan dan acara adat Minangkabau. Dalam prosesi pernikahan adat [[Betawi]] terdapat tradisi "palang pintu", yaitu peragaan silat Betawi yang dikemas dalam sebuah sandiwara kecil. Acara ini biasanya digelar sebelum akad nikah, yaitu sebuah drama kecil yang menceritakan rombongan pengantin pria dalam perjalanannya menuju rumah pengantin wanita dihadang oleh jawara (pendekar) kampung setempat yang dikisahkan juga menaruh hati kepada pengantin wanita. Maka terjadilah pertarungan silat di tengah jalan antara jawara-jawara penghadang dengan pendekar-pendekar pengiring pengantin pria yang tentu saja dimenangkan oleh para pengawal pengantin pria.
 
Silat lalu berkembang dari ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah asing.<ref name="Shamsuddin7">Lihat Shamsuddin (2005).</ref> Dalam sejarah perjuangan melawan [[penjajah]] Belanda, tercatat para pendekar yang mengangkat senjata, seperti [[Ki Hadjar Hardjo Oetomo]], [[Panembahan Senopati]], [[Sultan Agung]], [[Pangeran Diponegoro]], [[Teuku Cik Di Tiro]], [[Teuku Umar]], [[Imam Bonjol]], serta para pendekar wanita, seperti Sabai Nan Aluih, [[Cut Nyak Dhien]], dan [[Cut Nyak Meutia]].<ref name="Penjasorkes" />
 
Silat saat ini telah diakui sebagai budaya [[Melayu|suku Melayu]] dalam pengertian yang luas,<ref>Lihat Chambers dan Draeger (1979).</ref> yaitu para penduduk daerah pesisir pulau [[Sumatera]] dan [[Semenanjung Melayu|Semenanjung Malaka]], serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan ''[[lingua franca]]'' bahasa Melayu di berbagai daerah di [[Jawa]], [[Bali]], [[Kalimantan]], [[Sulawesi]], dan pulau-pulau lain-lainnya yang juga mengembangkan beladiri ini.