Paus Yohanes Paulus II: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 60:
Pada pertengahan 1938, Karol Wojtyła dan ayahnya meninggalkan Wadowice dan pindah ke [[Kraków]], di mana dia masuk ke Universitas Jagiellonian. Sambil belajar [[filologi]] dan berbagai bahasa di universitas, dia menjadi [[pustakawan]] sukarela dan juga harus ikut serta dalam [[wajib militer]] di Legiun Akademik Resimen Infanteri ke 36 Polandia, namun dia penganut [[pasifisme]] dan menolak menembakkan senjata. Dia juga tampil di beberapa grup teater dan menjadi penulis naskah drama.<ref name="Kuhiwczak">{{cite web|url=http://www.polskieradio.pl/zagranica/news/artykul21561.html|title=A literary Pope|last=Kuhiwczak|first=Piotr (Dr.)|date=1 January 2007|publisher= [[Polish Radio]]|accessdate=2009-01-01}}{{dead link|date=April 2011}}</ref> Selama masa itu, kemampuan berbahasanya berkembang dan dia belajar 12 bahasa asing, sembilan diantaranya kemudian dipakai terus ketika menjadi Paus ([[Bahasa Polandia]], [[Bahasa Slowakia|Slowakia]], [[Bahasa Rusia|Rusia]], [[Bahasa Italia|Italia]], [[Bahasa Perancis|Perancis]], [[Bahasa Spanyol|Spanyol]], [[Bahasa Portugis|Portugis]], [[Bahasa Jerman|Jerman]], dan [[Bahasa Inggris|Inggris]], ditambah dengan pengetahuan akan [[Bahasa Latin]] Gerejawi).<ref name="A&E"/>
 
Pada tahun 1939 terjadi pendudukan pendudukan [[Nazi]] dan menutup universitas tempatnya belajar setelah invasi terhadap Polandia.<ref name="A&E"/> Semua warga yang sehat diwajibkan bekerja, dari tahun 1940 sampai 1944, Wojtyła bekerja berbagai macam mulai dari pencatat menu di restoran, pekerja kasar tambang batu kapur, dan di pabrik kimia Solvay untuk menghindari dideportasi ke Jerman.<ref name="ShortBio"/><ref name="Kuhiwczak"/>
[[File:Grób rodziców Jana Pawła II na cmentarzu Rakowickim w Krakowie.jpg]]
Makam orang tua Paus Yohanes Paulus II di Taman Pemakaman Umum Rakowicki di Kraków

Ayahnya, seorang bintara di Angkatan Darat Polandia, meninggal karena serangan jantung pada 1941, meninggalkan Karol seorang diri dari sisa keluarga.<ref name="CNN6"/><ref name="CBN"/><ref name = "Stourton5">{{cite book|last1=Stourton|first1=Edward|authorlink1=Edward Stourton (journalist)|title=John Paul II: Man of History|accessdate=2009-01-01|publisher=Hodder & Stoughton|location=London|isbn=0340908165|page=60|year=2006}}</ref> ''"Saya tidak ada pada saat kematian ibu saya, saya tidak ada pada saat kematian kakak saya, saya tidak ada pada saat kematian ayah saya"'' katanya, menceritakan masa-masa kehidupannya ketika itu, hampir empat puluh tahun kemudian, ''"Pada usia 20, saya sudah kehilangan semua orang yang saya cintai"''<ref name = "Stourton5"/>
 
Dia kemudian mulai berpikir serius untuk menjadi pastor setelah kematian ayahnya, kemudian panggilan imamatnya perlahan menjadi ''‘sesuatu yang mutlak dan tak terbantahkan.’''<ref name = "Stourton6">{{cite book|last1=Stourton|first1=Edward|authorlink1=Edward Stourton (journalist)|title=John Paul II: Man of History|accessdate=2009-01-01|publisher=Hodder & Stoughton|location=London|isbn=0340908165|page=63|year=2006}}</ref> Pada Oktober 1942, dengan meningkatnya keinginan untuk menjadi pastor, dia mengetuk pintu Wisma Uskup Agung di [[Kraków]], dan menyatakan bahwa dia ingin belajar menjadi pastor.<ref name = "Stourton6"/> Tidak lama kemudian, dia mulai belajar di seminari rahasia yang dijalankan oleh uskup agung Kraków [[Adam Stefan Sapieha|Kardinal Adam Stefan Sapieha]].