Garuda Indonesia Penerbangan 206: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 53:
Pembajakan bermula saat pesawat yang dikemudikan Kapten Herman Rante baru saja terbang dari [[Pelud Sipil Talang Betutu]], [[Palembang]] seusai transit untuk menuju [[Bandara Polonia]], [[Medan]]. Setelah lepas landas, dua penumpang bangkit dari tempat duduk mereka, satu menuju ke [[kokpit]] dan menodongkan senjata. Satu lagi berdiri di gang antara tempat-duduk pesawat. Pada pukul 10.10 pesawat tersebut dikuasai oleh lima pembajak, semuanya ber[[senjata api]]. Pembajak di kokpit memerintahkan [[pilot]] untuk terbang ke [[Kolombo]], [[Sri Lanka]], namun pilot berkata bahwa pesawat tersebut tidak memiliki cukup [[bahan bakar pesawat]]. Pesawat dialihkan ke [[Penang]], [[Malaysia]], untuk pengisian bahan bakar sebelum kemudian terbang lagi ke [[Thailand]] atas paksaan teroris dan penerimaaan pemerintah Thailand untuk mengizinkan pesawat tersebut mendarat di wilayahnya. Drama pembajakan pesawat Garuda DC-9 ''Woyla'' tersebut berlangsung empat hari di [[Bandara Don Mueang]] [[Bangkok]] dan berakhir pada tanggal [[31 Maret]] setelah serbuan kilat [[Grup-1 Para-Komando]] yang dipimpin [[Letnan Kolonel]] [[Infanteri]] [[Sintong Panjaitan]]. Pilot pesawat Garuda, [[Kapten]] [[Herman Rante]], dan [[Achmad Kirang]], salah satu anggota satuan [[Para-Komando]] [[Kopassandha]], meninggal dalam baku tembak yang berlangsung selama operasi kilat pembebasan pesawat tersebut.
 
Para teroris mengaku berasal dari kelompok Islam ekstremis bernama [[Komando Jihad]]. Pada saat terjadinya peristiwa ini, pasukan komando Indonesia belum memiliki pengalaman dalam menangani peristiwa terorisme pembajakan pesawat. Kelompok khusus militer Indonesia yang baru dibentuk saat itu, [[Komando pasukan khusus|Kopassandha]] (Nama satuan Kopassus saat itu), meminjam sebuah pesawat DC-9 untuk mempelajari situasi.
 
DC-9 ''Woyla'' meninggalkan Malaysia setelah mengisi bahan bakar, menuju ke [[Bandara Don Mueang]], [[Thailand]]. Seorang penumpang wanita lanjut usia diperbolehkan turun di Malaysia oleh para teroris. Para teroris kemudian membacakan tuntutan mereka, yaitu agar anggota Komando Jihad yang ditahan di Indonesia segera dibebaskan, dan uang sejumlah US$ 1,5 juta. Mereka juga meminta pesawat untuk pembebasan tahanan dan untuk terbang ke tujuan yang dirahasiakan. Mereka mengancam telah memasang bom di pesawat ''Woyla'' dan tidak segan untuk meledakkan diri bersama pesawat tersebut.