Tarombo Batak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
R.H. Pardede (bicara | kontrib)
Baris 48:
 
== Raja Isumbaon ==
Raja Isumbaon adalah putra kedua/ bungsu Raja Batak. Raja Isumbaon mempunyai 32 (tigadua) orang puteraputra, yaitu :
# Tuan SoriSorip Mangaraja
# Raja Asiasi
# Sangkar Somalindang
 
=== Tuan Sorimangaraja ===
Tuan Sorimangaraja mempunyai 3 (tiga) orang puteraputra, yaitu :
# TuanSorba Sorbadijulu,dijulu mangalap br. Naiambaton
# TuanSorba Sorbadijae,di mangalapJolma br.Mangalap Br Nairasaon
# Tuan Sorbadibanua,Mangalap mangalap br.Br Sanggul Haomason
Naiambaton, kurang pas, seharusnya atau aslinya adalah Nai Ambaton) dan Nairasaon seharusnya atau aslinya Nai Rasaon, tidak didahului kata "Raja". Karena yang dimaksud "raja" ialah pomparannya yang LAKI-LAKI. Kedua orang tersebut, Nai Ambaton dan Nai Rasaon adalah Ibu. Maka seharusnya ada pertukaran letak suku kata, bukan "pomparan raja naiambaton atau nairasaonnairasan" tetapi seharusnya adalah "raja pomparan ni nai ambaton" atau raja pomparan ni nai rasaon" dan seterusnya. Kata "Nai" dalam bahasa Batak asli adalah panggilan-kehormatan, semacam "gelar". Karena kata Nai bagi seorang ibu dan kata "Amani" bagi seorang bapak menunjukkan bahwa pasangan suami-istri yang bersangkutan sudah berhasil naik setingkat dalam status sosial bermasyarakat, dalam arti ibu dan bapak yang bersangkutan sehari-hari dipanggil dengan nama anak pertama, lepas dari laki atau perempuan. Namun kepada sang bapak, di depan nama anak-pertama tsb ditambahkan "Amani", semisal anak pertama tsb ialah si Bunga, maka si bapak dipanggil sehari-hari, "Amani Bunga". Sementara si ibu sehari-hari dipanggil "Nai Bunga", karena anak-pertama dari perkawinan mereka berdua diberi nama si Bunga. Semisal, sudah lahir anak pertama dan ternyata laki-laki, namun belum diberi nama, maka secara otomatis bernama "Ucok", sementara kalau yang lahir tersebut adalah perempuan, otomatis bernama "Butet". Sepanjang anak pertama lahir tersebut belum diberi nama, maka kedua orang, suami-istri tersebut akan dipanggil Amani Ucuk/ Nai Ucok atau Amani/ Nai Butet. Di wilayah/daerah p. Samosir hal ini dianggap sangat elementer, namun sangat penting dalam etika berbicara, berkomunikasi dan pergaulan-bermasyarakat sehari-hari. Orang yang memanggil orang lain dengan panggilan "gelar", merasa menghormati orang yang bersangkutan dan orang yang dipanggil akan merasa dihormati. Kalau sepasang suami-istri masih dalam penantian anak dari perkawinan, maka ada dua opsi. Pertama, diberi nama yang agak abstrak, misalnya Amani/ Nai Paima. Paima, secara harfiah berarti "menanti". Opsi kedua, mengambil-pinjam nama anak kedua atau ketiga atau keempat dari abang-kandung sang suami, yang belum dipergunakan oleh orang lain dalam kerluarga dekat. Bagi kita yang sudah hidup dikota, kita dipanggil dengan nama kecil kita, tidak masalah. Lain halnya dengan masyarakat kampung yang masih terikat dengan nilai dan tradisi lama secara turun-temurun. Masyarakat di kampung akan merasa plong, bebas, nyaman dan tidak terbebani, bila memanggil seseorang dengan gelar. Contoh di atas, Amani Bunga untuk sang bapak dan Nai Bunga untuk sang ibu.
 
Demikian halnya atas dua nama yang diberi koment di atas. Nai Ambaton ("panggoaran"), nama kecil ialah si Boru Anting-anting Sabungan/Boru Paromas (puteri Guru Tatea Bulan, "mar pariban"/"sisters" dengan si Boru Pareme). Si Boru Paromas adalah istri pertama dari Tuan Sorimangaraja (anak dari Raja Isumbaon). Anak yg dilahirkan si Boru Paromas/Nai Ambaton, satu, bernama Ompu Tuan Nabolon; namun ada juga penulis yang menyebut namanya Ompu Sorbadijulu. Anak-anak O Tuan Nabolon inilah si Bolontua ([[Simbolon]] - seluruhnya), Tambatua - melahirkan banyak marga-marga, Saragitua - melahirkan banyak marga-marga, dan Muntetua - yang juga melahirkan banyak marga-marga. Jumlah marga yang termasuk dalam PARNA ada 48 marga.
Baris 64 ⟶ 62:
Istri kedua Tuan Sorimangaraja ialah si Boru Bidinglaut, yang kemudian "mar-panggoaran" Nai Rasaon. Melahirkan satu anak, bernama Datu Pejel; namun ada penulis menyebut namanya Ompu Tuan Sorbadijae. Anak-anaknya ada dua, yang lahir sekaligus dalam satu "lambutan" bernama Raja Mangarerak dan Raja Mangatur. Pomparan Raja Mangarerak ialah seluruhnya marga Manurung; sementara pomparan Raja Mangatur, ialah seluruhnya marga-marga Sitorus, Sirait dan Butarbutar. Panjang cerita/"turiturian" dibalik penyebutan 4 marga tersebut.
 
Istri ketiga Tuan Sorimangaraja ialah Nai Suanon/ Nai Tungkaon, nama kecilnya ialah Boru Parsanggul Haomasan. Dalam tarombo pomparan Guru Tateabulan, diberbagai literatur nama ini tidak tertulis. Ibu ini melahirkan satu anak, bernama Tuan Sorbadibanua. Dari Tuan Sorbadibanua lahir 8 anak laki-laki, no 1 si Bagotnipohan, turunannya termasuk "Hula-hula anak manjae" SBY, keluarga Aulia Pohan. Satu lagi di antara 8 itu ada Silahi Sabungan, termasuk Letjend (Prn) TB Silalahi, anggota Watimpres SBY. Satu lagi di antara 8 itu ialah Raja Sobu, asal dari marga-marga Sitompul, si Raja Hasibuan kemudian (disamping masih tetap ada Hasibuan) menurunkan marga-marga Hutabarat(si Raja Nabarat), Panggabean (bercabang lagi dgn Simorangkir), Hutagalung, Huta Toruan (bercabang dua yaitu marga-marga Hutapea-Tarutung/Silindung & Lumbantobing). Catatan: ada juga Hutapea di Laguboti, tetapitapi punya tarombo tersendiri.
 
Khusus tentang turunan Ompu Tuan Nabolon, menurut kebanyakan literatur adalah: No 1, si Bolontua (sampai sekarang masih satu) yg disebut Simbolon, no 2, Tambatua (1 Tonggor Dolok/Rumabolon, 2 Lumban Tongatonga, 3 Lumbantoruan), no 3, Saragitua, no 4, Muntetua. Mereka berempat, si Bolontua, Tambatua, Saragitua dan Muntetua dilahirkan oleh 2 Ibu: pertama, boru Pasaribu, kedua boru Malau (Silau Raja). Penyebutan nama anak-anaknya tsb oleh Ompu Tuan Nabolon pun, konon, tidak asal-asalan tetapitapi harus bijaksana ("wise"), seperti cerita Raja Salomo yang bijak, karena dilahirkan oleh 2 orang istri. Ada istri pertama dan ada istri kedua. Istilah kerennya, poligami. Sebagai perbandingan, ingatlah Abraham. Anak-anaknya antara Ismael dgn Ishak. Yg lahir duluan, Ismael, namun lahir dari pembantu, Hagar. Maka Ishak yang lahir dari sang "permaisuri", yaitu Sarah, itulah yg diberkati oleh Abraham dan Yahwe yang disembah oleh Abraham. Sekadar perbandingan saja lah.-->
 
==== Raja NaiAmbaton ====
Keturunan Raja Naiambaton dikenal sebagai keturunan yang terdiri dari berpuluh-puluh marga yang tidak boleh saling kawin ''(ndang boi masiolian)''. Kumpulan persatuan rumpun keturunan Raja Naiambaton disebut dengan [[PARNA]] (Parsadaan Raja Nai Ambaton). Catatan: huruf R dalam kata PARNA bukan representasi 'raja', tetapitapi PAR=Parsadaan ("persatuan"), NA=Nai Ambaton.
 
Raja Naiambaton atau yang dikenal dengan nama Tuan Sorba Dijulu adalah salah satu dari 3 keturunan Tuan Sorimangaraja. Tuan Sorba Dijulu merupakan cikal bakal 'parsadaan' marga-marga Batak terbesar dan terbanyak atau yang lebih dikenal dengan keturunan Raja NaiAmbaton atau PARNA.
Baris 81 ⟶ 79:
Bagi Tuan Sorba Dijulu sendiri, inipun yang menjadi konflik bagi keturunannya. Kelak ketika anak-anak Tuan Sorba Dijulu semakin besar dan semakin mengerti akan adat budaya orang Batak, muncullah tanda tanya di dalam pikiran masing-masing. Terlebih apabila Tuan Sorba Dijulu tidak pernah menceritakan, menyelesaikan sebelum anak-anak mereka mempermasalahkannya.
 
Terjadilah konflik di antara anak-anak Tuan Sorba Dijulu, terutama di antara sulung dari keturunan istri pertama dan kedua Tuan Sorba Dijulu yaitu antara Bolon Tua dengan Tamba Tua, Bolon Tua yang lahir lebih dulu dari istri kedua Tuan Sorba Dijulu telah dianggap sebagai sulung bagi Tuan Sorba Dijulu, Bolon Tua merupakan kesayangan dari Tuan Sorba Dijulu, ke manapun Tuan Sorba Dijulu pergi selalu mengajak anaknya Bolon Tua baik itu 'marmahan' atau berburu dan lainnya. Tamba Tua yang merasa bahwa dalam adat seharusnya dialah Raja Jolo karena dari istri pertama mempertanyakan hal itu kepada Tuan Sorba Dijulu dan Bolon Tua. Hal ini disadari setelah mereka besar dan paham akan adat budaya Batak, di mana pasti Si Bolon Tua lah yang memperoleh jambar ataupun ulos dll dalam acara adat. Karena perselisihan ini semakin meruncing, maka Tuan Sorba Dijulu dengan caranya menengahi Si Bolon Tua dan Tamba Tua dengan cara 'marultop' adu ultop antara Si Bolon Tua dan Tamba Tua dengan catatan siapa yang berdarah terkena ultop, maka dialah sianggian. Namun sebelum adu marultop itu terjadi, Tuan Sorba Dijulu menumpulkan ultop Tamba Tua dan membuat runcing/tajam ultop (anak panahnya) Si Bolon Tua. TerdapatMengapa Tuan Sorba Dijulu melakukan ini...??. Ada banyak kemungkinan penyebabnya, termasuk karena dia lebih menyayangi Si Bolon Tua, atau karena Si Bolon Tua adalah awal dari hagabeoni Tuan Sorba Dijulu, atau karena malu apabila selama ini Tuan Sorba Dijulu dianggap tidak mengerti adat karena selalu Si Bolon Tua lah yang menerima jambar/ulos dan sebagainyadll dalam setiap acara, atau mungkin inilah cara yang paling tepat agar keturunannya berdamai. Untuk alasan terakhir, itu dikarenakankarena apabila Tamba Tua terbukti siakkangan, tentu Saragi Tua, Munthe Tua, Nahampun Tua yang umurnya jauh sekali dari Si Bolon Tua menjadi haha doli Si Bolon Tua, dan itu tentu membuat Si Bolon Tua menjadi sedih atau mungkin marsak atau mungkin pergi meninggalkan atau hal-hal lainnya. Kejadian marultop ini didengar oleh Saragi Tua, Munthe Tua, dan Nahampun Tua juga Pinta Haomasan. Namun tak disangka, ketika Tuan Sorba Dijulu menumpulkan ultop Tamba Tua dan membuat runcing ultop Si Bolon Tua, hal ini dilihat oleh borunya Pinta Haomasan. Pinta Haomasan melihat semua yang dilakukan ayahandanya Tuan Sorba Dijulu.
 
Terjadilah adu ultop antara Si Bolon Tua dan Tamba Tua, di mana Tamba Tua lah yang berdarah oleh ultop Si Bolon Tua. Setelah kejadian ini, ditemui Pinta Haomasan lah Tamba Tua, dan memberitahukan kejadian tentang apa yang dilakukan ayah mereka Tuan Sorba Dijulu terhadap ultop Tamba Tua. Lalu, apa alasan Pinta Haomasan memberitahukan hal itu kepada Tamba Tua...?? Bukankah Si Bolon Tua adalah saudara satu rahim ibu dengan Pinta Haomasan dibandingkan Tamba Tua...??. Semenjak kecil, Si Bolon Tua selalu pergi bersama ayahnya, sedangkan Pinta Haomasan bertugas mengurus adik-adiknya yang masih kecil termasuk Tamba Tua. Dalam bahasa Bataknya dipatarus-tarus.
Baris 125 ⟶ 123:
 
==== Tuan Sorbadibanua ====
Tuan Sorbadibanua mempunyai 8 (delapan) puteraputra, yaitu :
# Sibagotnipohan
# Sibagot Ni Pohan
# Sipaet Tua Sipaettua(Pangulu Ponggok, Partano Nai Borgin, Puraja Laguboti (Pangaribuan, Hutapea)
# Silahisabungan
# Silahi Sabungan
# Raja Oloan
# Raja Hutalima
Baris 135 ⟶ 133:
# Raja Naipospos
 
=== Sibagot Ni PohanSibagotnipohan ===
Sibagot Ni PohanSibagotnipohan mempunyai 4 (empat) puteraputra, yaitu :
# Tuan Sihubil, sebagai cikal-bakal marga Barimbing, Silaen, Tampubolon dan cabang-cabangnya
# Tuan Somanimbil, sebagai cikal-bakal marga Siahaan, Simanjuntak, dan Hutagaol
# Tuan Dibangarna, sebagai cikal-bakal marga Panjaitan, Silitonga, Siagian, Sianipar, dan cabang-cabangnya
# Sonak Malela, menurunkan marga Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede (dirajahon/ dinobatkan)
 
=== Sipaet TuaSipaettua ===
Marga-marga keturunan Sipaet TuaSipaettua, antara lain : [[Hutahaean]], Hutajulu, [[Aruan]], [[Sibarani]], Sibuea, Pangaribuan, dan Hutapea
 
=== Silahisabungan VERSI SILALAHI RAJA ===
[[Berkas:Tarombo Sidabutar.jpg|thumb|Tarombo Sidabutar versi Pitu Raja Ambarita.]]
Sembilan Anak Keturunan Silahisabungan dari 3 istri yakni :
 
'''Istri Pertama, Pintahaomasan boru baso bolon''', anaknya :
 
1. Silahi Raja (Silalahi)
Baris 161 ⟶ 160:
# Batu Raja (Pintubatu.
 
'''Istri Ketiga, Milingiling boru Mangarerak,''' anaknya :
 
1. Siraja Tambun.
 
Selain marga pokok di atas masih ada lagi marga marga cabang keturunan Silahisabungan, yakni Sipangkar, Sembiring, Sipayung, Silalahi, Dolok Saribu, Sinurat, Nadapdap, Naiborhu, Maha, Sigiro, dan Daulay.
 
=== Raja Oloan ===
Baris 174 ⟶ 173:
# Sinambela yang merupakan cikal-bakal marga Sinambela.
# Sihite yang merupakan cikal-bakl marga Sihite.
# ManullangSimanullang yang merupakan cikal-bakal marga ManullangSimanullang.
 
=== Raja Hutalima ===
Baris 180 ⟶ 179:
 
=== Raja Sumba ===
[[Berkas:Batak Toba Tribe - Silaban Family Tree.jpg|thumb|Tarombo Silaban, [[Suku Batak Toba]].]]
Raja Sumba mempunyai 2 (dua) orang putra, yaitu:
# Simamora, yang merupakan cikal-bakal marga Purba, Manalu, Simamora Debata Raja, dan Rambe.
Baris 186:
=== Raja Sobu ===
Marga-marga keturunan Raja Sobu, antara lain: Sitompul dan si Raja Hasibuan. Dari si Raja Hasibuan berkembang lagi, yang tetap tinggal di Toba tetap Hasibuan, sedang "pomparan" Ompu Guru Mangaloksa yang merintis hidupnya ke wilayah Silindung, anak-anaknya berkembang menjadi si Raja Nabarat (Hutabarat), si Raja Panggabean (cabangnya,Simorangkir), si Raja Hutagalung dan si Raja Hutatoruan. Si Raja Hutatoruan dua anaknya, itulah Hutapea (Silindung/Tarutung, beda dari Hutapea - Toba/Laguboti), dan Lumbantobing (biasa disingkat L. Tobing=Lumbantobing). Marga-marga tsb (di luar marga Hasibuan), secara "specific" pomparan Guru Mangaloksa dinamai "Pomparan ni si Opat Pu(i)soran". Mana ejaan yang benar dalam bahasa Batak, antara Pusoran atau Pisoran, entahlah. Marga-marga tersebut di atas masih tetap alias belum bercabang hingga sekarang. Kecuali pencabangan untuk tujuan penyebutan internal, semisal Hutabarat. Ada Hutabarat Sosunggulon, Hutabarat Hapoltahan, Hutabarat Pohan. Dari tataran ini barulah dibagi lagi menjadi "mar-ompu-ompu". Sebagai catatan, khusus dari pomparan Guru Mangaloksa, setiap anggota marga-marga tersebut mengingat nomornya masing-masing, termasuk Boru. Semisal di Hutabarat, berkenalan seorang Hutabarat dengan seorang lain Hutabarat. Tidak lagi ditanya, Hutabarat Sosunggulon? atau Hapoltahan? atau Pohan? dst. Tetapi langsung ditanya, "nomor berapa"?, termasuk Boru. Sehingga masing-masing tahu "standing position", memanggil abang/adik, bapatua/bapauda, dst, termasuk "tutur" untuk Boru. Hal seperti ini perlu dicontoh karena dapat memotivasi orang lain mencari asal usul ("identitas") "ha-batahonna", tentu setelah indentitas keyakinan dan kepercayaan masing-masing individu.
===
===== Teks judul =====
===
 
=== Raja Naipospos ===
Baris 213 ⟶ 216:
Contoh lain dapat pula dilihat bersama bahwa sesungguhnya Sibagariang tidaklah ada ikrar (padan) sama sekali untuk tidak saling kawin (masiolian) dengan Marbun. Tetapi oleh karena Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang marpadan dengan Marbun untuk tidak saling kawin maka Sibagariang pun turut serta dengan sendirinya oleh karena ikrar (padan) para nenek moyang (ompu) yang telah disebutkan di atas. Sehingga suatu padan yang umum bahwa keturunan Raja Naipospos dari istri I (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang) tidak boleh saling kawin dengan keturunan Raja Naipospos dari istri II (Marbun).
 
Demikian pula halnya seluruh marga-marga keturunan Raja Napospos (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, Marbun Lumban Batu, Marbun Banjar Nahor, dan Marbun Lumban Gaol) tidak boleh saling kawin dengan keturunan [[Sihotang]](GANTENG GANTENG).
 
== Bacaan lanjutan ==