Niluh Djelantik: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Igho (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Igho (bicara | kontrib)
Baris 8:
Niluh kemudian menempuh pendidikan di [[Universitas Gunadarma]] [[Jakarta]] sambil bekerja. Dari gaji pertamanya dibelikan sepatu seharga 15.000. Meski terlihat pas di kaki, sayangnya sepatu tersebut masih tak nyaman dipakai. Alhasil, ia pun kembali bersemangat dan bertekad untuk mendapatkan alas kaki yang lebih baik. Selesai kuliah, Niluh kembali ke Bali dan bekerja di perusahaan busana milik Paul Ropp, seorang berkebangsaan [[Amerika Serikat]]. Dipercaya menduduki posisi direktur marketing pada tahun 2012, penjualan perusahaan tersebut naik hingga 330% dan membuka 10 butik baru di beberapa lokasi. Keberhasilan tersebut membawanya terbang [[New York]]. Sayangnya, ia jatuh sakit yang membuatnya tak dapat bepergian selama enam bulan. Akhirnya Niluh pun memutuskan pulang ke Bali.
 
Tekadnya membuat sepatu yang nyaman masih tetap membara. Alhasil, meski berada di Indonesia, NilihNiluh mencoba peruntungan dengan menjalin kerja sama bersama Cedric Cador, pria yang kemudian menjadi suaminya. Cedric sendiri bukan pemain baru. Ia kerap menjual barang-barang Indonesia di Eropa. Dari kerja sama ini, lahirlah label Nilou, di mana proses pengerjaan sepatu di bawah label ini benar-benar mendapatkan pengawasan ketat dari Niluh. Untuk menjaga kualitas sekaligus memastikan agar sepatu yang dihasilkan nyaman untuk dipakai, semua proses pengerjaan dilakukan secara konvensional menggunakan tangan.
 
Koleksi pertama Nilou akhirnya dikenal di [[Perancis]] dan dunia. Pesanan pun datang hingga 4.000 pasang. Sejumlah [[pesohor]] [[Hollywood]] papan atas seperti Uma Thurman, supermodel Gisele Bundchen dan Tara Reid, juga Robyn Gibson merupakan penggemar fanatik sepatu Nilou.
 
Di tengah kesuksesan yang dialaminya, badai cobaan kembali hadir. Ujian itu bermula kala di pertengahan 2007, Niluh mendapatkan tawaran dari agen Australia dan Prancis untuk melebarkan sayap dengan memproduksi secara massal sepatu-sepatu dibawah labelnya. Rencananya, produksi tersebut akan dilakukan di [[Tiongkok]]. Tak ingin cinta yang terlanjur melekat pada workshop sepatu buatan tangan tergantikan oleh mesin, secara tegas, Niluh pun menolak. Ternyata keputusan yang ia ambil ini justru menjadi bumerang. Tanpa sepengatahuannya, para penawar tersebut telah mematenkan Nilou dan tetap memproduksi secara massal di Tiongkok. Dan imbas dari hilangnya kesempatan itu melahirkan karya baru dengan Niluh Djelantik yang dipatenkan pada tahun 2008.
 
==Lihat pula==