Sejarah ekonomi Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ahmaditya Irsyad (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi '{{Sejarah Indonesia}} Sejarah ekonomi Indonesia terbentuk atas lokasi geografisnya yang terletak diantara persilangan samudera dan benua dunia. Sumber daya alam y...'
 
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 9:
Awal mulanya, perekonomian pedesaan di nusantara sangat bergantung pada hasil pertanian seperti[[Produksi nasi di Indonesia|<nowiki/>]] [[padi]], serta perdagangan produk hutan; seperti buah tropis, perburuan hewan, tanaman resin, rotan dan kayu. Kerajaan-kerajaan kuno seperti [[Tarumanagara]] dan [[Kerajaan Medang|Mataram]] adalah salah satu contoh dari kerajaan yang mengandalkan kegiatan perekonomiannya pada hasil panen padi dan pajak.
 
Nusantara sejak lama dikenal akan melimpahnya sumber daya alam; seperti rempah-rempah berupa [[pala]] dan [[Cengkih|cengkeh]] dari [[Maluku]], [[Lada|merica]] dan [[kemukus]] dari [[Sumatera Selatan]] dan [[Jawa Barat]], [[beras]] dari [[Jawa]], [[emas]], [[tembaga]] dan [[timah]] dari [[Sumatera]], [[Kalimantan]] dan [[Kepulauan Bangka Belitung|pulau-pulau di antara]], [[Kapur barus|kamper]] resin dari pelabuhan [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]], [[Secang|sappan]] dan kayu cendana dari [[ Kepulauan Nusa Tenggara]], kayu dari Kalimantan, gading dan badak tanduk dari Sumatera dan eksotis [[Burung-burung Cenderawasih|bulu burung]] dari [[Papua (Indonesia)|Indonesia timur]] adalah beberapa produk yang dicari oleh para pedagang di seluruh dunia. Secara teknis, kontak asing dimulai ketika pada abad ke-4 dimana kerajaan kecil nusantara yang menerima kedatangan pedagang dari India. Seiring dengan perkembangan, datanglah para pedagang-pedagang lain dari daratan Benua Asia lainnya seperti dari Arab dan China. Lokasi nusantara yang strategis diantara rute perdagangan India dan China serta rute perdagangan maritim yang terus berkembang menjadikan nusantara tumbuh sebagai salah satu kekuatan ekonomi dan politik yang berpengaruh dikawasan berupa lahirnya [[Kerajaan Sriwijaya]] yang mulai berkembang pada abad ke-7 menjadi kerajaan kosmopolitan berbasis perdagangan.
 
=== Sriwijaya ===
Baris 19:
[[Berkas:Majapahit,_Piggy_Bank.jpg|jmpl| [[Celengan]] [[Terakota]] peninggalan Kerajaan Majapahit pada ke-14-15 Masehi yang ditemukan di [[Situs Trowulan]], [[Jawa Timur]]. (Koleksi [[Museum Nasional Indonesia]], [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]])]]
 
Pada abad ke-14 di [[Pulau Jawa]], tumbuh sebuah Kerajaan yang mewarisi peninggalan [[Kerajaan Singhasari]] yang bernama [[Kerajaan Majapahit]]. Kerajaan yang lahir dari seorang mantan tahanan yang diberikan lahan di sebuah daerah yang bernama desa maja (kini [[Mojokerto]]) ini berawal hanya dari sebuah daerah pemukiman yang terletak dipinggir [[Sungai Brantas]]. Kerajaan yang ekonominya dulu hanya digerakkan dari hasil panen pertanian bertanah basah dan kering secara pesat berkembang menjadi kerajaan maritim sebagai pusat perdagangan dan ekonomi di nusantara selama berabad-abad. Menurut sumber dari [[Dinasti Ming]] dengan judul ''Yingyai Shenglan'' bernama Ma Huan melaporkan perkembangan perekonomian dan perdagangan di Pulau Jawa.
 
''Dalam industri pertanian, Padi di pulau Jawa dipanen sebanyak dua kali dalam setahun. Mereka juga menanam dan memanen wijen putih dan lentil, tetapi tidak ada menanam gandum. Tanah di pulau ini menghasilkan [[Secang]] (berguna untuk menghasilkan pewarna merah), [[berlian]], [[cendana]], [[dupa]], ''puyang'' merica, cantharides (kumbang hijau yang digunakan untuk obat-obatan), biji besi, kura-kura, penyu serta hewan aneh dan langka seperti burung besar seperti ayam, beo lima warna yang bisa menirukan suara manusia, juga ayam mutiara, merak, 'pohon sirih burung', mutiara burung, dan merpati hijau. Terdapat pula Binatang-binatang yang belum pernah kami temui seperti rusa putih, kera putih dan berbagai hewan lainnya. Hewan disini juga sama, ada [[Babi]], [[kambing]], [[sapi]], [[kuda]], dan [[bebek]]. Untuk buah-buahan, ada semua buah-buahan [[pisang]], [[kelapa]], [[tebu]], buah delima, lotus, ''mang-chi-shi'' ([[manggis]]), [[semangka]] dan ''lang Ch''' (''langsat'' atau [[Duku]]). Selain itu, ada labu dan sayuran.''
 
Kegiatan transaksi sehari-hari dalam perekonomian di Pulau Jawa seperti membeli atau menjual barang, membayar pajak dan denda termonetisasi secara parsial menggunakan koin emas dan perak pada abad ke-8 dan mulai digunakan secara penuh sebagai alat transaksi seabad kemudian melalui eskavasi artefak berupa [[Temuan Wonoboyo]] yang ditemukan di Jawa Tengah memperkuat bukti bahwa Kerajaan Majapahit secara finansial terpenuhi kebutuhan transaksinya melalui kebijakan monetisasi. Hasil eskavasi penemuan artefak ini berupa koin emas yang berbentuk benih, mirip dengan jagung, sedangkan koin perak yang mirip dengan tombol. Sekitar tahun 1300an, pada masa pemerintahan raja [[Hayam Wuruk]], terjadi perubahan secara drastis dengan penggantian penggunaan uang koin emas dan perak menjadi koin impor tembaga China tunai. Penemuan koin tembaga China Kuno sebanyak 10,388 keping oleh seorang warga di [[Kabupaten Sidoarjo]] dengan berat mencapai 800kg pada bulan November 2008 yang diteliti oleh Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Indonesia (BP3I) Jawa Timur menyatkan bahwa koin-koin tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit.<ref>{{cite web|url=http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/24/17571290/uang.kuno.temuan.rohimin.peninggalan.majapahit.|title=Uang Kuno Temuan Rohimin Peninggalan Majapahit|date=November 2008}}</ref> Meski perubahan alat transaksi ini tidak pernah dijelaskan diberita manapun, terdapat anggapan bahwa seiring dengan makin kompleksnya perkembangan ekonomi di Pulau Jawa dan keinginan untuk memiliki [[mata uang]] dengan sistem yang jauh lebih kecil dan cocok untuk digunakan sehari-hari dalam transaksi pasar, maka digantikanlah alat transaksi emas dan perak menjadi tembaga.<ref name="miksic">{{Cite book|title=Ancient History|publisher=Archipelago Press / Editions Didier Millet|year=1999|isbn=9813018267|series=Indonesian Heritage Series|volume=Vol 1|editor=John Miksic}}</ref><sup>(h107)</sup><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"><div class="bounce1"></div><div class="bounce2"></div><div class="bounce3"></div></div></div><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"></div></div>Terdapat beberapa catatan mengenai perekonomian yang diambil dari prasasti dan data. Prasasti Canggu pada tahun 1358 menyebutkan terdapat sebanyak 78 lalu lintas penyeberangan laut antar pulau di dalam negeri nusantara.<sup>(h107)</sup><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"><div class="bounce1"></div><div class="bounce2"></div><div class="bounce3"></div></div></div><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"></div></div>Keberhasilan Majapahit berkembang hingga menjadi salah satu kerajaan yang makmur dan sejahtera karena dua faktor utama. Pertama, dataran rendah Pulau Jawa yang terletak di Timur Laut cocok untuk dijadikan lahan pertanian konsumsi seperti padi dan [[Pengolahan tanah|budidaya]] berbagai tanaman konsumsi dan komoditas yang mampu menjadi pendapatan utama kerajaan, dan terdapat proyek-proyek irigasi yang secara signifikan berpengaruh pada pertumbuhan permintaan tanaman komoditas tersebut. Kedua, pelabuhan-pelabuhan di pantai utara secara aktif dimanfaatkan oleh kerajaan ini untuk memasarkan dan memperdagangkan komoditas hasil tani dan bumi yang dipanen mungkin, serta jaringan transportasi laut yang frekuensinya banyak dan terjangkau disemua daerah nusantara memungkinkan majapahit untuk memperluas wilayah kekuasannya dengan mudah yang diikuti dengan kemudahan akses untuk mendapatkan rempah-rempah dari [[Kepulauan Maluku]] yang melewati Jawa menjadi sumber pendapatan penting bagi Majapahit.<sup>(h107)</sup><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"><div class="bounce1"></div><div class="bounce2"></div><div class="bounce3"></div></div></div><div class="cx-overlay"><div class="cx-spinner"></div></div> Dalam [[Kakawin Nagarakretagama]], Majapahit yang terkenal menarik para pedagang asing dari jauh seperti dari India, [[Khmer]], [[Siam]], dan China untuk berdagang di Majapahit. Sementara di periode selanjutnya, dalam berita China yang berjudul ''Yingyai Shenglan'' disebutkan bahwa sebagian besar dari pedagang China dan pedagang-pedagang Muslim dari barat (tepatnya Arab dan India, sebagian besar dari kerajaan Muslim di [[Sumatera]] dan Semenanjung malaya) menetap di kota-kota pelabuhan Majapahit, seperti Tuban, [[Kabupaten Gresik|Gresik]] dan Hujung Galuh ([[Kota Surabaya|Surabaya]]). Pajak dikenakan terhadap beberapa orang asing, seperti mereka yang membuka usaha dan melakukan kegiatan perdagangan luar negeri. Kerajaan Majapahit memiliki hubungan diplomatik dan perdagangan dengan China [[dinasti Ming]], [[Vietnam|Annam]] dan [[Kerajaan Champa|Champa]], [[Kamboja]], Siam [[Kerajaan Ayutthaya|Ayutthayan]], Burma [[Mottama|Martaban]] dan India selatan ([[Kemaharajaan Wijayanagara|Wijayanagara]]).
 
== Jaringan perdagangan Islam ==
Baris 37:
Sejak [[kejatuhan Konstantinopel]] terjadi, muncul kekhawatiran dikalangan kerajaan di seantero Eropa untuk mendapatkan rempah-rempah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk menghadapi musim dingin. Maka, kerajaan di seluruh Eropa saat itu memutuskan untuk membentuk tim ekspedisi di masing-masing kerajaan untuk berlomba-lomba mendapatkan sumber dari rempah-rempah tersebut. [[Portugal|Portugis]] merupakan bangsa Eropa pertama yang mencapai Indonesia, pencarian mereka tersebut tidak hanya untuk memonopoli sumber utama yang kelak menjadi pendapatan yang menguntungkan bagi kerajaan mereka, tetap mereka juga secara pesat membangun [[Gereja Katolik Roma]] sebagai basis misionaris, pos perdagangan dan benteng militer dan barak senjata. Dimulai dengan ekspedisi eksplorasi yang dikirim dari penaklukan [[Malaka Portugis|Malaka]] pada tahun 1512, armada Portugis mulai menjelajah lebih dalam kepulauan Indonesia, untuk dan berusaha untuk menguasai sumber rempah-rempah yang berharga.<ref name="RICKLEFSp24">{{cite book |last=Ricklefs |first=M.C|title=A History of Modern Indonesia Since c.1300, second edition |publisher=MacMillan |year=1993 |location=London |pages=22–24 |url= |isbn= 0-333-57689-6}}</ref> Kemudian, kehadiran portugis di Indonesia berkurang setelah [[Pulau Solor|Solor]], [[Pulau Flores|Flores]] dan [[Pulau Timor|Timor]] (lihat [[Timor Portugis|Timor portugis]]) di Nusa Tenggara barat, jatuh ke tangan pribumi Ternate dan mengalahkan Belanda.<ref name="MILLER_XV">{{cite book | last =Miller | first =George (ed.) | authorlink = | coauthors = | title =To The Spice Islands and Beyond: Travels in Eastern Indonesia | publisher =Oxford University Press | year =1996 | location =New York| pages =xv | url = | doi = | isbn = 967-65-3099-9 }}</ref>
 
Di awal abad ke-17, [[Vereenigde Oostindische Compagnie|Netherland East India Company]] (VOC) didirikan oleh Pemerintah Belanda sebagai BUMN yang mengelola usaha perdagangan komoditas rempah-rempah dan budidaya tanaman komoditas berbasis ekspor. VOC dalam perkembangannya menjadi salah satu perusahaan terkuat dan berpengaruh dikawasan nusantara, tidak hanya untuk kepentingan bisnis dan menghasilkan keuntungan semata. Tetapi juga sebagai alat Pemerintah Belanda untuk menguasai nusantara. Diversifikasi usaha yang luas dalam kegiatan bisnis VOC dari perusahaan pelayaran yang menghubungkan Indonesia dengan Eropa membawa komoditas rempah-rempah serta membuka kantor pemasaran dan penjualan dibeberapa kota utama di Asia dan Eropa. Langkah demi langkah, Belanda bersaing secara terbuka dengan Portugis untuk memperebutkan kekayaan nusantara, dimulai dengan penaklukan Belanda di [[Pulau Ambon|Ambon]], [[Kepulauan Maluku|Maluku]] Utara dan [[Kepulauan Banda|Banda]]. Secara statistik, perkembangan usaha VOC melampaui semua pesaingnya di kawasan Asia.
 
Antara tahun 1602-1796, VOC telah mengirim satu juta orang Eropa untuk bekerja di nusantara berserta dengan kantor perwakilan dikota-kota lain di Asia, memiliki armada dagang dan perang sebanyak 4,785 kapal, dan perusahaan mencetak target produksi lebih dari 2,5 juta ton produk rempah-rempah. VOC menikmati keuntungan besar dari kebijakan monopoli perdagangan rempah-rempah di [[Kepulauan Maluku]] pada abad ke-17.<ref>{{cite web |last=Van Boven |first=M. W. |title=Towards A New Age of Partnership (TANAP): An Ambitious World Heritage Project (UNESCO Memory of the World – reg.form, 2002) |work=VOC Archives Appendix 2, p.14 |url=http://portal.unesco.org/ci/en/files/22635/11546101681netherlands_voc_archives.doc/netherlands%2Bvoc%2Barchives.doc }}</ref> Keuntungan ini juga menjadi modal VOC pada tahun 1619 untuk mendirikan ibukota Hindia Belanda dikota pelabuhan yang bernama Jacatra dan mengubah nama kota tersebut menjadi [[Batavia]] (sekarang [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]). Selama dua abad berikutnya, Perusahaan mengakuisisi tambahan terminal pelabuhan sebagai basis perdagangan dan melindungi kepentingan mereka dengan mengambil alih wilayah sekitarnya. VOC juga membagi dividen sebesar 18% pertahun selama 200 tahun hingga abad ke 19 akibat perusahaan bergerak diluar kemampuannya untuk membiayai perang dan terjadi banyak korupsi ditubuh VOC.<ref name="RICKLEFSp110">{{cite book |last=Ricklefs |first=M.C. |authorlink= |coauthors= |title=A History of Modern Indonesia Since c.1300, 2nd Edition |publisher=MacMillan |year=1991 |location= London |page=110 |url= |doi= |isbn=0-333-57689-6 }}</ref>
Baris 44:
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Arbeiders_poseren_bij_een_in_aanbouw_zijnde_spoorwegtunnel_in_de_bergen_TMnr_60047638.jpg|kiri|jmpl|Pekerja berpose di lokasi konstruksi terowongan kereta api di pegunungan, 1910.]]
 
[[Hindia Belanda]] dibentuk dari hasil kolonialisasi [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] (VOC) yang dibubarkan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1800 karena berbagai permasalahan yang membebani perusahaan. Meskipun ekonomi Belanda meningkat kembali melalui sistem pajak tanah, perimbangan anggaran pemerintah telah terbebani dengan luar biasa atas pengeluaran-pengeluaran seperti [[Perang Diponegoro]] di Jawa dan [[Perang Padri]] di Sumatera, serta perang melawan Belgia pada tahun 1830 membawa Belanda ke jurang kebangkrutan. Pada tahun 1830, [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal]], [[Johannes van den Bosch]] ditunjuk oleh pemerintah Belanda untuk mengisi kembali anggaran negara yang kosong akibat berbagai pengeluaran luar biasa dengan mengeksploitasi sumber daya alam Hindia Belanda. Melalui cara ini, Belanda mampu menguasai seluruh wilayah di seluruh pulau Jawa untuk pertama kalinya pada tahun 1830, penguasaan Pulau Jawa oleh Belanda menjadi sangat strategis. Hal ini terjadi karena ditemukan cara yang lebih maksimal untuk menggenjot pendapatan dari sistem yang ada dengan memperkenalkan kebijakan pertanian dari pemerintah dengan sistem tanam paksa.<ref>Ricklefs (1991), p 119</ref> Disebut ''cultuurstelsel'' (sistem budidaya) di belanda dan ''tanam paksa'' (forced perkebunan) di Indonesia, petani diwajibkan untuk memberikan hasil tani yang dapat dijual sesuai dengan peraturan yang berlaku sebagai bentuk pajak dengan jumlah tertentu, seperti gula atau kopi.<ref name="Taylor 2003, p. 240">Taylor (2003), p. 240</ref> Banyak dari pendapatan yang diinvestasikan kembali oleh Belanda untuk cadangan anggaran dari antisipasi kebangkrutan.<ref name="Taylor 2003, p. 240"/><ref name="LP_23-25">*{{Cite book| last =Witton | first =Patrick | title =Indonesia | publisher =Lonely Planet | year =2003 | location =Melbourne | pages =23–25| isbn=1-74059-154-2 }}</ref> Antara tahun 1830 dan 1870, pendapatan sebesar 1 miliar gulden diambil dari Indonesia, 25 persen pendapatan pertahun dibagikan kepada Pemerintah Belanda berupa dividen yang dimasukkan kedalam anggaran.<ref>[http://www.thejakartaglobe.com/opinion/indonesias-infrastructure-problems-a-legacy-from-dutch-colonialism/437111 The Jakarta Globe]</ref> Sistem ini menjadi salah satu bentuk kekejaman penjajahan Belanda terhadap petani yang menderita akibat pendapatan yang tidak layak yang berujung pada busung lapar dan wabah penyakit pada tahun 1840-an.<ref name="LP_23-25"/>
 
[[Berkas:1818_Pinkerton_Map_of_the_East_Indies_and_Southeast_Asia_(Singapore,_Borneo,_Java,_Sumatra,_Thailand_-_Geographicus_-_EastIndiaIslands-pinkerton-1818.jpg|ka|jmpl|300x300px|Peta Hindia belanda pada tahun 1818]]
Baris 50:
Munculnya banyak pemberitaan tentang menderitanya petani Hindia Belanda di Pulau Jawa terkait sistem tanam paksa atau budidaya yang diterapkan Belanda untuk mengisi kembali kas negara yang kosong akibat mengalami pengeluaran luar biasa mulai menuai kecaman dan penolakan dari masyarakat Belanda sendiri, karena kebijakan ini dinilai tidak manusiawi. Kebijakan ini lantas digantikan dengan reformasi agraria pada masa Liberal yang mengatur bahwa pengusaha non-Belanda ikut diperbolehkan untuk tidak hanya menyewa lahan, tetapi juga diperbolehkan memliki lahan. Sejak itu investasi swasta mengalir masuk ke Hindia Belanda seperti pertambangan dan perkebunan. Belitung yang menjadi rumah dari pertambangan timah mendapatkan investasi dari sindikasi pembiayaan dari sekelompok pengusaha belanda, termasuk adik dari Raja William III. Pertambangan dimulai pada tahun 1860. Pada tahun 1863 [[Jacob Nienhuys]] memperoleh konsesi dari [[Kesultanan Deli]] ([[Negara Sumatera Timur|Sumatera Timur]]) untuk menggunakan lahan yang ada untuk digunakan sebagai lahan perkebunan [[tembakau]].<ref>Dick, et al. (2002), p. 95</ref> Hindia belanda secara resmi membuka kesempatan bagi para perusahaan swasta dan Pengusaha Belanda menanamkan investasi pada lahan perkebunan dan pabrik pengolahan hasil tani. Produksi gula meningkat dua kali lipat antara tahun 1870 dan 1885; tanaman baru seperti teh dan kina berkembang, dan karet diperkenalkan, yang mengarah ke peningkatan keuntungan secara dramatis bagi pra pengusaha swasta. Portofolio investasi perusahaan swasta tidak hanya berhenti pada pertanian dan perkebunan, tetapi merambah hingga eksplorasi dan produksi minyak di Sumatera dan [[Kalimantan]] menjadi sumber daya berharga bagi Belanda yang menjadi negara salah satu negara Eropa yang berpengaruh dalam hal industrialisasi. Komersialisasi kegaitan perdagangan diperluas dari Jawa ke luar pulau dengan semakin banyak wilayah yang berada dibawah kekuasaan Belanda hingga paruh kedua abad ke-19. Namun, akibat kelangkaan lahan untuk produksi beras, bersamaan dengan terjadinya peningkatan populasi, terutama di Jawa, mengakibatkan beras sulit untuk didapat.
 
Eksploitasi kekayaan Indonesia memberikan kontribusi signifikan terhadap industrialisasi yang berlangsung di Belanda, sekaligus meletakkan dasar bagi industrialisasi di Indonesia. Belanda memperkenalkan kopi, teh, kakao, tembakau dan karet untuk ditanam di Jhamparan lahan yang subur di Pulau Jawa dibudidayakan oleh petani Jawa, yang dikumpulkan oleh pemerantaraan China, dan dijual diperdagangkan diluar negeri oleh pedagang dari Eropa.<ref name="LP_23-25"/> Pada akhir abad ke-19 pertumbuhan ekonomi didasarkan pada permintaan dunia untuk teh, kopi, dan kina. Pemerintah menginvestasikan jaringan kereta api (150 mil panjang pada tahun 1873, 1.200 pada tahun 1900), serta jalur telegraf. Hal ini menjadi nilai tambah bagi para pengusaha untuk mendirikan usahanya seperti bank-bank, toko-toko dan koran. Hindia belanda menjadi rumah bagi sebagian besar pasokan komoditas dunia dari kina dan merica, karet, kelapa, dan teh, gula, kopi, dan minyak. Keuntungan yang didapt dari Belanda dari Hindia Belanda membuat negara tersebut menjadi salah satu kekuatan kolonial dunia terkuat setelah Inggris dan Perancis.<ref name="LP_23-25"/> [[Koninklijke Paketvaart Maatschappij]] perusahaan pelayaran Belanda juga ikut berpartisipasi dalam penyatuan ekonomi kolonial dengan menjadikan Jakarta sebagai pusat pengiriman antar pulau dari maupun menuju, daripada melalui Singapura, sehingga fokus kegiatan ekonomi lebih banyak di pulau Jawa.<ref>Vickers (2005), p. 20</ref>
 
Resesi yang terjadi di seluruh dunia pada akhir tahun 1880-an dan awal tahun 1890-an mengakibatkan harga-harga komoditas jatuh dan Hindia Belanda yang ekonominya mengandalkan perdaganagn komoditas ikut terseret kedalam resesi ini. Wartawan dan pegawai negeri sipil mengaku bahwa sebagian besar populasi tidak lebih baik daripada masa peraturan sistem ekonomi tanah paksa dan hal ini mengakibatkan terjaidnya gelombang kelaparan di penjuru Hidia Belanda. Pulihnya kembali harga komoditas dari resesi, mengundnag peningkatan nilai investasi di Hindia Belanda. Produksi dan investasi perusahaan swasta dibidang gula, timah, [[kopra]] dan kopi perdagangan telah berkembang signfikan, dan karet, tembakau, teh dan minyak juga menjadi komoditas ekspor utama.<ref>Vickers (2005), p. 18</ref> Reformasi politik yang diberlakukan pemerintah Hindia Belanda mendorong daerah untuk memiliki otonomi daerah pemerintahan kolonial, bergerak dari sistem sentralistik menjadi desentralistik.
Baris 59:
 
== Republik Indonesia ==
Hindia belanda sendiri jatuh ke tangan pasukan [[Kekaisaran Jepang]] pada tahun 1942. Selama [[Perang Dunia II]], perekonomian Hindia belanda (Indonesia) bisa dibilang tidak ada pergerakan atau sama sekali hancur, karena setiap sumber daya yang ada diarahkan terhadap upaya perang kekaisaran, pasukan Jepang menerapkan kebijakan bela diri ketat. Banyak kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian dan obat-obatan yang tidak terpenuhi yang mengakibatkan terjadinya bencana kelaparan dan mewabahnya penyakit. Pada awal tahun 1945, pasukan Jepang mulai menunjukkan kekalahan dalam berbagai perang, yang berpuncak pada [[Pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki|pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki]].
 
=== Kepresidenan Soekarno ===
Baris 67:
Pada tahun 1960-an, perekonomian memburuk secara drastis sebagai hasil dari ketidakstabilan politik. Mereka muda dan berpengalaman pemerintah, yang mengakibatkan kemiskinan dan kelaparan. Pada saat kejatuhan Soekarno pada pertengahan tahun 1960-an, perekonomian berada dalam kekacauan dengan 1.000% inflasi tahunan, menyusut pendapatan ekspor, infrastruktur yang hancur, pabrik-pabrik beroperasi pada kapasitas yang minimal, dan diabaikan [[investasi]].
 
=== Kepresidenan Soeharto ===
[[Berkas:President_Suharto,_1993.jpg|kiri|jmpl| Di bawah [[Soeharto]]'s [[Orde Baru]] pemerintahan, Indonesia menikmati berkelanjutan pembangunan ekonomi (1970-an hingga tahun 1996).]]
Berikut ini Presiden Soekarno kejatuhan pemerintahan Orde Baru membawa [[Pengetatan anggaran|tingkat disiplin]] untuk kebijakan ekonomi yang cepat membawa inflasi ke bawah, menstabilkan mata uang, penjadwalan kembali [[utang luar negeri]], dan menarik bantuan luar negeri dan investasi. (Lihat [[Mafia Berkeley]]). Indonesia sampai saat ini di Asia Tenggara-satunya anggota OPEC, dan tahun 1970-an harga minyak menimbulkan disediakan ekspor pendapatan rejeki yang memberikan kontribusi untuk mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, rata-rata lebih dari 7% dari tahun 1968 sampai 1981. tingkat Tinggi peraturan dan ketergantungan pada penurunan harga minyak, pertumbuhan melambat menjadi rata-rata 4,3% per tahun antara tahun 1981 dan 1988. Berbagai reformasi ekonomi yang diperkenalkan pada akhir 1980-an termasuk yang dikelola devaluasi rupiah untuk meningkatkan daya saing ekspor, dan de-regulasi sektor keuangan, investasi Asing mengalir ke Indonesia, khususnya ke berkembang pesat yang berorientasi ekspor [[Sektor sekunder|sektor manufaktur]], dan dari tahun 1989 hingga tahun 1997, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata lebih dari 7%.
Baris 100:
 
{{Topik Indonesia}}
 
[[Kategori:Ekonomi Indonesia]]