Lim Joey Thay: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Menghapus penggunaan berkas rusak (Kategori:Halaman dengan gambar rusak)
Baris 95:
{{cquote|Hasil otopsi yang dilakukan dr. Lim Joey Thay dan teman-temannya sama sekali tidak menemukan tanda-tanda rusaknya jenazah seperti yang dilaporkan media massa yang dikuasai [[Angkatan Darat]], yaitu [[Angkatan Bersendjata]] dan [[Berita Yudha]], dan beberapa media cetak lain yang diperbolehkan beredar selagi mengikuti aturan main dan kemauan pihak militer. Sumber berita lain di masa itu adalah [[RRI]], [[TVRI]] dan Kantor Berita [[Antara]].<ref name="visumg30s"/><ref>{{cite web|url=http://news.detik.com/berita/1775233/lim-joe-thay-dokter-yang-memvisum-jasad-pahlawan-revolusi-itu-telah-tiada|title=Lim Joe Thay, Dokter yang Memvisum Jasad Pahlawan Revolusi Itu Telah Tiada|authors=(ahy/irw)|publisher=news.detik.com|date=Jumat 25 Nov 2011, 01:09 WIB|accessdate=September 24, 2015|archiveurl=https://web.archive.org/web/20150924224345/http://news.detik.com/berita/1775233/lim-joe-thay-dokter-yang-memvisum-jasad-pahlawan-revolusi-itu-telah-tiada|archivedate=September 24, 2015}}</ref>}}
 
 
[[Berkas:Sukarno dan Suharto.JPG|thumb|left|280px|Sukarno menyatakan bahwa [[Surat Perintah Sebelas Maret]] kepada [[Soeharto]] adalah surat kuasa untuk, diantaranya, mengamankan situasi dan kondisi keamanan, menjaga kewibawaan presiden, bukan surat transfer kekuasaan. Pasca 1 Oktober 1965, Mayjen [[Soeharto]] sebagai Panglima Kostrad dan Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban menemukan jenazah perwira yang ditemukan dalam satu Lubang Buaya. Dengan legitimasi [[Supersemar]], gejolak ekonomi-politik, demo mahasiswa yang ditunggangi Pangkostrad, Soeharto menggantikan Soekarno sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967. Hingga Indonesia modern, peristiwa Gerakan 1 Oktober masih berkabut misteri tentang siapa sebenarnya dalang yang harus ditunjuk pada peristiwa berdarah tersebut. Pun, narasi ''komunis adalah atheis'' pada era reformasi dan abad informasi tetap menjadi komoditas sebagian caleg dan ajang kontestasi pemilihan umum]]
 
Hari-hari kemudian pasca peristiwa Gerakan 30 September atau Gerakan 1 Oktober adalah masa kritis politik dan stabilitas Republik Indonesia. Kabar simpang siur, suasana genting, pers yang sebelumnya liberal dan menjadi afiliasi orientasi politik tertentu ditutup pihak militer. Hanya beberapa yang diizinkan beredar. Mata Jenderal Ahmad Yani dicungkil, tulis Angkatan Bersendjata edisi 6 Oktober. Sehari kemudian, media ini mempublikasikan cerita tentang detail pembunuhan Brigjen Panjaitan di depan rumahnya. Setelah dihujani tembakan, mayat Brigjen Panjaitan dilemparkan ke dalam truk yang kemudian membawanya ke Lubang Buaya. Sebegitu mengerikannya kekuatan pasukan penculik Panjaitan ini, sampai-sampai deru mesin kendaraan yang mereka pakai saja seperti “suara harimau yang haus darah.”