Tabut: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jagawana (bicara | kontrib)
k Hapus Berkas
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Baris 3:
Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh [[Syeh Burhanuddin]] yang dikenal sebagai [[Imam Senggolo]] pada tahun [[1685]]. Syeh Burhanuddin (Imam Senggolo) Menikah dengan wanita Bengkulu kemudian anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabot. upacara ini dilaksanakan dari [[1]] sampai [[10]] [[Muharram]] (berdasar kalendar islam) setiap tahun.
 
== Arti Tabot ==
Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi'ah dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, mengarak dan memakamnya di Padang [[Karbala]].
Istilah Tabot berasal dari kata Arab ''Tabut'' yang secara harafiah berarti "kotak kayu" atau "peti".
Baris 10:
[[Bani Israil]] di masa itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka. Sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka bila benda itu hilang.
 
== Masuk ke Bengkulu ==
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham [[Syi'ah]] ini dibawa oleh para tukang yang membangun [[Benteng Marlborought]] (1718-1719) di [[Bengkulu]]. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh [[Inggris]] dari [[Madras]] dan [[Bengali]] di bagian selatan [[India]] yang kebetulan merupakan penganut [[Islam]] [[Syi‘ah]].
 
Para pekerja yang merasa cocok dengan tatahidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut ''Berkas'', sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang ''Sipai''.
Baris 19:
Jika pada awalnya upacara Tabot (Tabuik) digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk yakni memenuhi wasiat leluhur mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang [[Sipai]] dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat.
 
Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya, juga menjadi penyebab munculnya perberbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot. Di [[Bengkulu]], misalnya, Tabotnya berjumlah 17 yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabot, sedangakan di [[Pariaman]] hanya terdiri dari 2 macam Tabot (Tabuik) yaitu ''Tabuik Subarang'' dan ''Tabuik Pasa''. Tempat pembuangan Tabot (Tabuik) antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeda. Pada awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut sebagaimana di Pariaman Sumatera Barat. Namun, pada perkembangannya, Tabot di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan nama makam [[Karbela]] yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin.
 
Belakangan ini, banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat terhadap pelaksanaan upacara Tabot. Satu hal yang paling mendasar dari semua kritikan tersebut adalah berubahnya fungsi upacara Tabot dari ritual bernuansa keagamaan menjadi sekedar festival kebudayaan belaka. Ini nampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa yang melaksanakan upacara Tabot adalah orang-orang non-Syiah. Hilangnya nilai-nilai sakralitas upacara Tabot semakin diperparah dengan munculnya apa yang kemudian dikenal sebagai ''Tabot pembangunan'' (Tabot yang keberadaannya karena deprogram oleh pemerintah dan berjumlah banyak).
 
== Peralatan-Peralatan upacara Tabot ==
Untuk melaksanakan upacara Tabot, ada beberapa peralatan yang harus dipersiapkan, diantaranya adalah:
* '''Pembuatan Tabot'''
Baris 32:
 
* '''Perlengkapan Musik Tabot'''
Alat-alat musik yang biasanya digunakan dalam upacara tabot adalah ''dol'' dan ''tessa''. Dol terbuat dari [[kayu]] tengahnya dilubangi dan kemudian ditutup dengan menggunakan kulit [[lembu]]. Dol berbentuk seperti beduk. Garis tengahnya sekitar 70 – 125 cm, dan alat pemukulnya berdiameter 5 cm dan panjangnya 30 cm. Cara menggunakannya dengan cara dipukul-pukul. Sedangkan Tessa berbentuk seperti [[rebana]], terbuat dari [[tembaga]], [[besi]] plat atau [[alumunium]], dan juga bisa dari kuali yang permukaannya ditutup degan kulit kambing yang telah dikeringkan.
 
* '''Kelengkapan lainnya'''
Perlengkapan-perlengkapan lain yang harus dipersiapkan pada setiap unit Tabot adalah: [[Bendera]] merah putih ukuran rumah tangga berikut tiangnya, bendera panji-panji berwarna [[hijau]] atau [[biru]] yang ukurannnya lebih besar dari bendera merah-putih, bendera [[putih]] yang ukurannnya sama dengan panil (beserta tiangnya), tombak bermata ganda diujungnya digantung, duplikat [[pedang zufikar]] (pedang [[Rasulullah]]) dengan ukuran mini.
 
== Tata Laksana ==
Tahapan upacara Tabot adalah sebagai berikut:
 
* '''Mengambik tanah (mengambil tanah)'''
Tanah yang diambil harus mengandung unsur-unsur magis oleh karena itu harus diambil dari tempat keramat. Di Bengkulu, hanya ada dua tempat yang dianggap keramat yaitu di ''Keramat Tapak Padri'' yang terletak di tepi laut tidak jauh dari [[Benteng Marlborough]] di sudut kanan Pelabuhan Laut Bengkulu dan ''Keramat Anggut'' yang terletak di pemakaman umum Pasar Tebek dekat [[Tugu Hamilton]], tidak jauh dari [[Pantai Nala]]. Upacara ini berlangsung pada malam tanggal [[1]] [[Muharam]], sekitar pukul 22.00 WIB.
 
Tanah yang diambil disimpan di ''Gerga'' (pusat kegiatan/markas kelompok Tabot bersangkutan), dibentuk seperti boneka manusia dan dibungkus dengan kain kafan putih, lalu diletakkan di ''Gerga''. ''Gerga'' tertua di Bengkulu hanya ada dua, yaitu ''Gerga Berkas'' dan ''Gerga Bangsal''. Keduanya telah direnovasi dan kini berwujud bangunan permanen.
 
Di kedua tempat tersebut, mereka memberikan sesajen berupa: [[bubur]] merah dan bubur putih, [[gula]] merah, sirih 7 subang, [[rokok]] nipah 7 batang, [[kopi]] pahit 1 cangkir, [[air]] serbat 1 cangkir, dadih ([[susu]] sapi murni yang mentah) 1 cangkir, air [[cendana]] 1 cangkir, air dan selasih 1 cangkir.
 
* '''Duduk Penja (mencuci jari-jari)'''
''Penja'' adalah benda yang terbuat dari [[kuningan]], [[perak]] atau [[tembaga]] yang berbentuk [[telapak tangan]] manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karenanya penja ini disebut juga dengan jari-jari. Menurut keluarga ''Sipai'', ''Penja'' adalah benda keramat yang mengandung unsur magis. Ia harus dicuci dengan air [[limau]] setiap tahunnya. Upacara mencuci penja ini disebut ''duduk Penja'', yang dilaksanakan pada tanggal [[5]] [[Muharram]] sekitar pukul 16.00 WIB.
 
Pada acara Penja ini, peralatan yang dibutuhkan adalah: air kembang, air [[limau]] nipis, sesajen, dan penja yang akan dicuci. Sesajen yang dipersiapkan terdiri: [[nasi kebuli]] 1 porsi, [[emping]] beras 1 piring, [[pisang]] emas 1 sisir, tebung 1 potong, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, dan dadih 1 gelas.
 
* '''Menjara (mengandun)'''
Baris 58:
 
* '''Meradai (mengumpulkan dana)'''
Meradai adalah pengambilan dana oleh ''Jola'' (bahasa Melayu artinya orang yang bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan) yang terdiri dari anak-anak berusia 10-12 tahun.
Acara ini dilakukan pada siang hari tanggal [[6]] [[Muharram]] antara pukul 07.00-17.00 WIB. Lokasi pengambilan dana biasanya sudah disepakati bersama oleh masing-masing kelompok Tabot.
Peralatan yang dibutuhkan diantaranya adalah: [[bendera]] panji, [[tombak]] bermata ganda, [[tas]] atau ''kambut'', [[karung]] [[gandum]], dan ''tessa''.
 
Baris 73:
 
* '''Gam (tenang / berkabung)'''
Satu di antara tahapan upacara Tabot yang harus ditaati adalah “gam”. Gam adalah waktu yang tidak boleh ada kegiatan apapun. Gam berasal dari kata “ghum” yang berarti tertutup atau terhalang. Tanggal 9 Muharram merupakan masa gam ini, yakni sejak pukul 07.00 hingga pukul 16.00 WIB, di mana pada waktu tersebut semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot termasuk membunyikan ''dol'' dan ''tassa'' tidak boleh dilakukan. Jadi masa gam dapat juga disebut masa tenang.
 
* '''Arak Gedang (taptu akbar)'''
Baris 81:
 
* '''Tabot Tebuang (Tabot terbuang)'''
Acara terakhir dari rangkaian upacara Tabot adalah acara Tabot tebuang yang diadakan pada tanggal [[10]] [[Muharram]]. Pada pukul 09.00 WIB seluruh Tabot telah berkumpul di lapangan Merdeka dan telah disandingkan sebagaimana malam Tabot besanding. Grup hiburan telah berkumpul pula di sini dan menghibur para pengunjung yang hadir di waktu itu. Pada sekitar pukul 11.00 arak-arakan Tabot bergerak menuju ke Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela. Tempat ini menjadi lokasi acara ritual Tabot tebuang karena di sini dimakamkan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin) pelopor upacara Tabot di Bengkulu.
 
Pada sekitar pukul 12.30 WIB acara Tabot Tebuang di makam Senggolo tersebut. Karena dipandang bernilai magis, acara ini hanya bisa dipimpin oleh Dukun Tabot yang tertua. Selesai acara ritual di atas, barulah bangunan Tabot dibuang ke rawa-rawa yang berdampingan dengan komplek makam tersebut. Dengan terbuangnya Tabot pada sekitar pukul 13.30 WIB, maka selesailah seluruh rangkaian upacara Tabot dimaksud.
 
== Doa-doa ==
Setiap tindakan dalam upacara Tabot selalu diawali dengan pembacaan Basmalah dan doa-doa. Doa-doa tersebut diantaranya adalah:
* Doa kubur
* Doa mohon selamat dan ampunan atas arwah orang-orang muslim di dunia
* Bacaan ''tasbih''
* Sholawat ''ulul ‘azmi''
* Sholawat ''Wasilah'' dan lainnya
 
== Nilai-Nilai ==
Secara umum, ada dua nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Tabot, yaitu: nilai Agama (sakral), sejarah, dan sosial. Nilai-nilai Agama (sakral) dalam upacara Tabot diantaranya adalah: ''satu'', proses ''mengambik tanah'' mengingatkan manusia akan asal penciptaannya. ''Kedua'', terlepas dari adanya pandangan bahwa ritual tabot mengandung unsur penyimpangan dalam [[akidah]], seperti penggunaan mantera-mantera dan ayat- ayat suci dalam prosesi ''mengambik tanah'', namun esensinya adalah untuk menyadarkan kita bahwa keberagamaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai [[budaya]] lokal. Dan ''ketiga'', pelaksanaan upacara Tabot merupakan perayaan untuk menyambutan [[tahun baru Islam]].
 
Nilai sejarah yang terkandung dalam budaya tabot adalah sebagai [[manifestasi]] kecintaan dan untuk mengenang wafatnya cucu [[Nabi Muhammad SAW]] yakni [[Husein bin Abi Thalib]] yang terbunuh di Padang [[Karbela]] dan juga sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluarga [[Bani Umayyah]] pada umumnya dan khususnya pada [[Yazid bin Muawiyah]], [[Khalifah Bani Umayyah]] yang memerintah waktu itu, beserta Gubernur [[‘Ubaidillah bin Ziyad]] yang memerintahkan penyerangan terhadap Husain bin ‘Alî beserta laskarnya. Adapun nilai sosial yang terkandung didalamnya, antara lain: mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial.
 
Banyak nilai-nilai kebijaksanaan yang dapat digali dan dijadikan landasan untuk mengarungi kehidupan, tetapi jika tidak disikapi dengan bijaksana, maka upacara Tabot akan menjadi sekedar festival budaya yang kehilangan makna dasarnya. Meriah dalam pelaksanaan (festival) tapi kehilangan sepiritnya.
 
== Sumber ==
<small>
Referensi:
* Bambang Indarto, Ritual Budaya Tabot Sebagai Mdia Penyiaran Dakwah Islam di Bengkulu, Skripsi Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006
* Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Depdikbud, “Upacara Tabot: Upacara Tradisional Daerah Bengkulu di Kotamadya Bengkulu”, 1991/1992.
* Kompas, “Dan, Tabot Sakral Itu Pun Patah...”
* Harian Rakyat Bengkulu, “Tugu Tabot Tak Boleh Dibongkar!”
* melayuonline.com