Seni rupa Buddhisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pierrewee (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Berkas:Prajnaparamita Java Side Detail.JPG|thumbjmpl|rightka|300px|Arca [[Bodhisatwa]]dewi [[Prajnaparamita|Prajñāpāramitā]], salah satu mahakarya seni rupa Buddha dari Jawa. Kini dipamerkan di [[Museum Nasional Indonesia]], Jakarta]]
{{Buddhisme}}
'''Seni rupa Buddha''' atau '''Seni Buddhis''' adalah [[seni rupa]] yang dipengaruhi ajaran [[Agama Buddha]]. Karya seni ini meliputi beberapa media seperti: [[arca]], [[relief]], dan [[lukisan]] yang menampilkan [[Buddha]], [[bodhisatwa]], dan entitas lainnya; tokoh-tokoh Buddhis yang terkenal, baik tokoh sejarah atau pun tokoh mitologis; adegan kisah kehidupan para tokoh Buddhis; benda-benda yang dikaitkan dengan praktik ritual Buddha seperti [[wajra]], [[genta]], dan [[stupa]]; [[mandala]] dan media pencitraan lainnya; arsitektur [[candi]] dan [[wihara]] Buddha, juga termasuk seni rupa Buddha.<ref>{{cite web|author=Buddha Net|title=Buddhist Art & Architecture|url=http://www.buddhanet.net/gallery.htm|publisher=buddhanet.net|accessdate=2 Februari 2014}}</ref>
Baris 8:
 
== Tahap pra-ikon (abad ke-5 hingga abad ke-1 SM) ==
[[Berkas:Buddha-Footprint.jpeg|thumbjmpl|uprightlurus|leftkiri|Telapak kaki [[Gautama Buddha|Buddha]]. Abad ke-1 Gandhara.]]
Pada periode abad ke-2 hingga ke-1 SM, seni pahat Buddhis semakin jelas menggambarkan episode kehidupan Buddha dan ajarannya. Bentuk karyanya berupa kepingan tablet nazar pemujaan atau ukiran, biasanya terkait dengan hiasan [[stupa]]. Meskipun India memiliki tradisi seni patung yang panjang serta keahlian dalam ikonografi yang kaya, Buddha pada periode ini tidak pernah digambarkan dalam wujud manusia, melainkan hanya melalui simbolisme Buddha.
 
Baris 15:
Para seniman pada periode ini enggan menggambarkan Sang Buddha dalam wujud manusianya, dan mengembangkan simbol-simbol tanpa ikon untuk menghindari menggambarkan wujud manusia Buddha. Bahkan dalam adegan naratif yang menampilkan figur manusia tokoh lain tapi tidak menampilkan sosok Buddha.{{efn|Sebagai contoh, relief dari kurun ini [http://www.exoticindiaart.com/articleprint/buddhaimage menggambarkan sekelompok wanita memuja Buddha yang hanya dilambangkan dengan telapak kakinya].}} Kecenderungan ini terus berlangsung hingga abad ke-2 SM di India Selatan, misalnya dalam aliran seni Amarawati awal.<ref name="ExoticIndia"/>
 
[[Berkas:Coin of Kanishka I.jpg||thumbjmpl|260px|Koin emas peninggalan [[Kanishka]], menampilkan sosok Buddha, dengan tulisan "Boddo" dalam [[aksara Yunani]].]]
 
Ada banyak teori yang berusaha menjelaskan ketiadaan sosok Buddha dalam lima abad pertama perkembangannya. Salah satu teori menyebutkan Buddha Gautama sendiri melarang perwujudan dirinya, meskipun teori ini tidak didukung oleh literatur Buddhis. Kutipan dari Vinaya Sarvastivadin menyebutkan murid Sang Buddha, Anathapindika, bertanya kepada Sang Guru Agung, "Dunia menghormatimu, jika citra dirimu tidak boleh dibuat, bagaimanakah sebaiknya? setidaknya bolehkah kami membuat citra Bodhisatwa{{efn|''[[Bodhisatwa]]'' adalah calon Buddha, yaitu Buddha sebelum mencapai pencerahan, maka sosok Bodhisatwa disini adalah sosok [[Siddharta Gautama]] sebelum mencapai tingkat kebuddhaan, artinya wujudnya pada masa awal kehidupannya sebagai Pangeran dari Kapilawastu.}} perwakilan dirimu?" Buddha kemudian memberikan persetujuannya.<ref name="ExoticIndia"/> Teori yang lain menggunakan pendekatan berbeda, yaitu pendekatan filsafati sebagai latihan mental, bahwa melalui "ketiadaan" sosok Buddha, para murid Sang Buddha justru harus menyadari "keberadaan" Buddha.<ref name="ExoticIndia"/>
Baris 24:
 
== Tahap ikon (abad ke-1 M hingga kini) ==
[[Berkas:Gandhara Buddha (tnm).jpeg|thumbjmpl|uprightlurus|Perwujudan Buddha dalam [[Seni Buddha-Yunani]] dari [[Gandhara]], Abad pertama masehi.]]
Perwujudan manusia Buddha mulai muncul pada abad pertama masehi di [[India Utara]]. Dua pusat perkembangan kesenian Buddha adalah di [[Gandhara]], kini terletak di [[Khyber Pakhtunkhwa|Provinsi perbatasan Barat Laut]] di [[Pakistan]], dan di kawasan Mathura, [[Uttar Pradesh]], di pusat India Utara.
 
Baris 45:
Pada akhir abad ke-12 sisa-sisa kejayaan Buddha hanya bertahan di wilayah pegunungan [[Himalaya]] di India utara. Kawasan ini karena lokasinya lebih banyak bersentuhan dengan Tibet dan Tiongkok, sebagai contoh seni dan tradisi Ladakh menunjukkan ciri pengaruh Tibet dan Tiongkok.
 
[[Berkas:Penyebaran Agama Buddha.svg|thumbjmpl|rightka|260px|Peta penyebaran ajaran Buddha]]
 
Seiring dengan penyebaran ajaran Buddha keluar dari India pada abad pertama masehi, kemasan artistik aslinya berpadu dengan pengaruh artistik lainnya, menghasilkan keanekaragaman progresif di antara negara-negara yang menganut ajaran Buddha. Penyebaran ajaran sekaligus seni rupa Buddha mengambil dua arah percabangan; jalur utara dan jalur selatan.
Baris 53:
 
== Seni rupa Buddha Utara ==
[[Berkas:Wood Bodhisattva.jpg|leftkiri|thumbjmpl|Arca [[Bodhisatwa]] Tiongkok dari kayu, dari periode [[Dinasti Song]] (960-1279)]]
Penyebaran ajaran Buddha melalui [[Jalur Sutra]] ke Asia Tengah, Tiongkok, dan akhirnya mencapai Korea dan Jepang, dimulai pada abad pertama masehi,<ref name="Art History"/> dengan catatan semi-legendaris bahwa Kaisar Ming dari [[Dinasti Han]] Tiongkok mengirim utusan ke barat untuk memperoleh kitab suci Buddha dan membawa ajaran Buddha ke Tiongkok. Akan tetapi sepertinya penyebaran Buddha ke Tiongkok ini merupakan konsekuensi logis dari perkembangan [[Kekaisaran Kushan]] ke wilayah Tiongkok di [[Cekungan Tarim]] pada abad ke-2, diikuti dengan upaya misi penyebaran ajaran Buddha dari Asia Tengah ke negeri Tiongkok. Beberapa penyebar ajaran Buddha ini menerjemahkan kitab-kitab suci Buddha ke dalam [[Bahasa Tionghoa]], seperti Biksu Lokaksema, yang mungkin berasal dari [[Parthia]], [[Kushan]], [[Sogdiana]] atau [[Bahasa Tokharia|Kuchea]].
 
Baris 61:
 
=== Afganistan ===
[[Berkas:GBA1(trimmed).jpg|thumbjmpl|uprightlurus|Arca dari biara Buddha, tahun 700 M, Afghanistan.]]
Seni rupa Buddha di [[Afganistan]] ([[Baktria]] Kuno) bertahan selama beberapa abad hingga penyebaran Islam pada abad ke-7 masehi. Contohnya adalah [[Patung Buddha Bamiyan]]. Patung lainnya termasuk stuko dan patung tanah liat, menampilkan pengaruh kuat campuran seni India pasca-Gupta dan pengaruh klasik Helenisme, bahkan mungkin pengaruh Yunani-Romawi.
Baris 72:
[[Asia Tengah]] sejak lama memainkan peranan sebagai penghubung antara peradaban Tiongkok, India, dan [[Iran|Persia]]. Pada abad ke-2 SM, perkembangan [[Dinasti Han]] ke barat meningkatkan kontak dengan peradaban Hellenisme di Asia, terutama kerajaan Yunani-Baktria. Dari India Utara, Pakistan, dan Afganistan, ajaran Buddha menyebar ke utara melalui celah-celah pegunungan, memasuki Asia Tengah, mengikuti [[Jalur Sutra]] lalu berbelok ke timur mencapai Tiongkok.<ref name="Leiden">{{cite web|title=The transformation of Buddhism across Central Asia from India to China|author=Yamada, Meiji|url=https://studiegids.leidenuniv.nl/courses/show/32884/the-transformation-of-buddhism-across-central-asia-from-india-to-china|publisher=Universiteit Leiden|date=2012-2013|accessdate=28 Januari 2014}}</ref>
 
[[Berkas:SerindianGroup.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|Seni Serindia, abad ke-6 sampai ke-7 masehi, [[terakota]], Tumshuq (Xinjiang).]]
Perkembangan ajaran Buddha ke utara memicu terbentuknya masyarakat Buddha dan bahkan kerajaan Buddha di oasis Asia Tengah. Beberapa kota di Jalur Sutra hampir sepenuhnya terdiri dari stupa dan biara, dan sepertinya tujuan utamanya adalah melayani musafir yang bepergian antara timur dan barat.
 
Baris 82:
 
==== Dinasti-dinasti Utara ====
[[Berkas:NorthernWeiMaitreya.JPG|thumbjmpl|uprightlurus|Buddha Maitreya dinasti Wei Utara Tiongkok, 443 M.]]
Pada abad ke-5 dan ke-6, dinasti-dinasti Utara mengembangkan wujud seni abstrak yang simbolik dengan garis-garis skematik. Gayanya bersifat agung dan resmi.<ref name="Art History"/> Kekurangan "korporealitas"{{efn|Korporaelitas: kualitas ketepatan sosok badani, dari bahasa latin ''corpus'' (tubuh) dan bahasa Inggris ''reality'' (kenyataan). Dalam konteks seni rupa, kurangnya korporealitas bermakna sosok tubuh yang digambarkan tidak sesuai kenyataan atau ketepatan anatomi; kebalikan dari aliran dari naturalis-realis yang memiliki nilai korporealitas tinggi.}} dalam seni rupa aliran ini menggambarkan ideal pencerahan dalam cara yang dapat dibayangkan, kemudian secara progresif mengarah kepada perubahan menuju gaya yang lebih naturalis dan realis, seperti yang ditemui dalam seni rupa Buddha periode dinasti Tang.
 
Baris 94:
|publisher=New York Times|accessdate=29 Januari 2014}}</ref> Seni patung Buddha dinasti Tang meneruskan gaya klasik yang diilhami seni India periode Gupta. Pada saat itu, ibu kota Tiongkok, [[Chang'an]] (kini [[Xi'an]]) menjadi pusat penting Buddhisme. Dari sana, ajaran Buddha menyebar ke [[Korea]], dan serangkaian misi diplomatik [[Jepang]] kepada dinasti Tang semakin memperkuat pengaruh ajaran Buddha di Jepang.
 
[[Berkas:TangBodhisattva.JPG|thumbjmpl|uprightlurus|[[Bodhisatwa]] dari dinasti Tang.]]
Akan tetapi pengaruh asing kemudian dianggap sebagai pengaruh buruk pada periode akhir Dinasti Tang. Pada tahun 845, [[Kaisar Wuzong]] dari dinasti Tang memberangus semua ajaran dan agama asing (termasuk [[Nestorianisme|Kristen Nestorian]], [[Zoroastrianisme]], dan [[Buddhisme|Buddha]]), untuk mendukung ajaran asli Tiongkok, [[Taoisme]]. Ia menyita semua harta benda Buddhis, dan mendorong ajaran ini menjadi ajaran bawah tanah, akibatnya melemahkan perkembangan ajaran dan seni rupa Buddha di Tiongkok.
 
Buddha aliran Chan yang menjadi asal mula aliran [[Zen]] di Jepang, terus berkembang hingga beberapa abad selanjutnya, terutama pada periode [[Dinasti Song]] (960-1279), ketika biara Chan menjadi pusat budaya dan pembelajaran.
 
[[Berkas:Chinesischer Maler von 1238 001.jpg|thumbjmpl|leftkiri|uprightlurus|Potret Biksu Buddha [[Zen]] Wuzhun Shifan, dilukis pada tahun 1238, [[Dinasti Song]].]]
Lukisan awal karya para biksu Chan cenderung menjauhkan diri dari realisme rumit dari lukisan gaya Gongbi, dan lebih menuju lukisan monokrom hitan-putih yang lebih bergairah dalam upaya untuk mengekspresikan dampak pencerahan atas guratan kuas mereka.<ref>Cotterell, A; ''The imperial capitals of China: an inside view of the celestial empire'', Random House 2008, ISBN 978-1-84595-010-1 p179</ref>
 
Baris 120:
 
==== Tiga kerajaan Korea ====
[[Berkas:Pensive Bodhisattva 02.jpg|uprightlurus|thumbjmpl|rightka|[[Bodhisattva Tafakur|Bangasayusang]], Maitreya tengah merenung setengah terduduk, mungkin dari periode Silla sekitar awal abad ke-7.]]
Di antara [[Tiga Kerajaan Korea]], kerajaan [[Goguryeo]] adalah yang pertama kali menerima ajaran Buddha pada tahun 372.<ref name=graysonp25>Grayson (2002), hal. 25.</ref> Akan tetapi, menurut catatan Tiongkok dan penggunaan motif Buddha di mural Goguryeo menunjukkan bahwa pengaruh Buddha datang lebih awal.<ref>Grayson (2002), hal. 24.</ref> Kerajaan [[Baekje]] secara resmi mengakui agama Buddha pada tahun 384.<ref name=graysonp25/> Kerajaan [[Silla]] yang terisolasi dan tidak memiliki akses laut dan daratan langsung ke Tiongkok, secara resmi baru mulai menerima ajaran Buddha pada tahun 535 meskipun agama asing ini sudah dikenal melalui karya biksu Goguryeo sejak awal abad ke-5 M.<ref>{{cite encyclopedia|title=The Encyclopedia of World History: ancient, medieval, and modern, chronologically arranged| author=Peter N. Stearns and William Leonard Langer| publisher=Houghton Mifflin Books| year=2001| isbn=0-395-65237-5}}; {{cite web|url=http://www.metmuseum.org/toah/ht/06/eak/ht06eak.htm| title=Korea, 500&ndash;1000 A.D.| publisher=The Metropolitan Museum of Art| work=Timeline of Arts History| accessdate=9 Januari 2007}}</ref>
 
Diperkenalkannya ajaran Buddha memicu kebutuhan akan seniman untuk menciptakan citra dan [[Buddharupa]] untuk pemujaan, arsitek kuil, dan sastra kitab suci Buddha yang akhirnya mengubah peradaban Korea. Hal penting dalam penyebaran gaya seni Buddhis mutakhir pada masa itu adalah kesenian suku Tuoba, suku non-Han (bukan suku mayoritas Tiongkok) yang mendirikan Dinasti Wei Utara di Tiongkok pada tahun 386. Gaya Wei Utara secara khusus sangat memengaruhi kesenian Goguryeo dan Baekje. Seniman Baekje kemudian meneruskan gaya ini bersama dengan elemen dinasti Song Selatan dan elemen Korea yang khas ke Jepang. Seniman Korea sangat selektif dalam gaya yang diambilnya dan menerapkannya dalam gaya yang merupakan perbaduan gaya regional untuk menciptakan gaya seni rupa Korea yang khas.<ref>Grayson (2002), pp. 27 & 33.</ref><ref>{{cite web|url=http://www.metmuseum.org/toah/hd/kobs/hd_kobs.htm| title=Korean Buddhist Sculpture, 5th&ndash;9th Century| publisher=The Metropolitan Museum of Art| work=Timeline of Arts History| accessdate=9 Januari 2007}}</ref>
 
[[Berkas:Seokguram Buddha.JPG|uprightlurus|thumbjmpl|leftkiri|[[Gua Seokguram]] adalah situs warisan dunia dan berasal dari periode kerajaan Silla bersatu.]]
Ketika seni Buddha Goguryeo menampilkan vitalitas dan gerakan yang mirip purwarupa gaya Wei Utara, kerajaan Baekje lebih dipengaruhi kesenian Dinasti-dinasti Selatan Tiongkok, melalui kedekatan kontak dan hubungan diplomatik, dan dicontohkan dengan proporsi patung gaya Baekje yang halus, yang mencapai mahakaryanya dengan menampilkan senyum misterius yang dikenal oleh sejarawan seni sebagai "senyuman Baekje".<ref>{{cite web|title=Korean Buddhist Sculpture (5th–9th century) |author=Soyoung Lee |url=http://www.metmuseum.org/toah/hd/kobs/hd_kobs.htm|publisher=The Metropolitan Museum of Art, Heilbrunn Timeline on Art History|accessdate=28 Januari 2014}}</ref> Kerajaan Silla juga mengembangkan tradisi seni Buddha tersendiri, yang dicirikan dengan Bangasayusang, Maitreya yang setengah duduk termenung, yang arca kembarannya, Miroku Bosatsu, dikirim ke Jepang sebagai hadiah penyebaran agama Buddha dan kini disimpan di kuil Koryu-ji Jepang.<ref>{{cite news|title=Japanese Art and Its Korean Secret
|first=Holland|last=Cotter|url=http://www2.kenyon.edu/Depts/Religion/Fac/Adler/Reln275/Jap-Kor-art.htm|date=April 6, 2003|publisher=The New York Times|accessdate=28 Januari 2014}}</ref> Perkembangan Buddha di periode Tiga Kerajaan Korea menggugah giatnya proyek pembangunan kuil, seperti kuil Mireuksa di kerajaan Baekje dan kuil Hwangnyongsa di Silla. Arsitek Baekje terkenal akan kemampuannya dalam membangun pagoda besar bertingkat sembilan di Hwangnyongsa dan kuil Buddha awal di Yamato (Jepang), seperti kuil Hōkō-ji (Asuka-dera) dan [[Hōryū-ji]].<ref>{{cite book|title=Sir Banister Fletcher's a History of Architecture|author=Sir Banister Fletcher, Dan Cruickshank
Baris 134:
 
==== Silla Bersatu ====
[[Berkas:Goryeo Pagoda.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|Pagoda Gyeongcheonsa Pagoda dari periode Goryeo di [[Museum Nasional Korea]].]]
Pada masa kerajaan Silla Bersatu, Asia Timur dalam kondisi yang stabil karena baik Tiongkok atau pun Korea disatukan dalam pemerintahan bersatu. Gaya Silla bersatu awal menggabungkan gaya Silla dan gaya Baekje. Seni rupa Buddha Korea juga dipengaruhi oleh gaya kesenian [[Dinasti Tang]] sebagaimana terbukti melalui motif populer Buddha baru dengan arca Buddha berwajah penuh. Dinasti Tang Tiongkok adalah pusat persimpangan budaya Asia Timur, Tengah, dan Selatan, demikian pula menjadi pusat kesenian Buddha yang pada periode ini menampilkan gaya internasional. Negara menyokong kesenian Buddha yang bersemi di periode ini. Puncak mahakarya zaman ini adalah [[Gua Seokguram]].<ref>{{cite web| title=Seokguram Grotto and Bulguksa Temple| url=http://whc.unesco.org/en/list/736|publisher=UNESCO|accessdate=29 Januari 2014}}</ref>
 
Baris 145:
=== Jepang ===
{{lihat|Agama Buddha di Jepang}}
[[Berkas:ASURA detail Kohfukuji.JPG|thumbjmpl|leftkiri|uprightlurus|Detail Asura di Kōfuku-ji, [[Nara]] (734)]]
Sebelum masuknya ajaran Buddha, [[Jepang]] sudah mengembangkan beberapa pengaruh seni dan budaya, termasuk seni dekorasi abstrak linear dari periode [[Jōmon]] pada kurun 10500 SM sampai 300 SM, hingga kesenian periode [[Yayoi]] dan [[Kofun]], dengan perkembangan kesenian Haniwa.
 
Warga Jepang mulai mengenal ajaran Buddha pada abad ke-6 M,<ref name="Art History"/> ketika biksu penyebar agama mulai mendatangi kepulauan Jepang dengan membawa kitab suci dan karya seni. Pada abad berikutnya agama Buddha mulai ditetapkan sebagai agama resmi negara. Secara geografis Jepang berada di ujung Jalur Sutra, karena itulah Jepang dapat melestarikan banyak aspek Buddhisme yang pada saat yang sama telah hilang di India, atau mulai tertekan di Asia Tengah dan Tiongkok.
 
[[Berkas:Bodhidarma.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|Gulungan kaligrafi [[Bodhidharma]] "Zen menunjuk langsung ke hati manusia, lihatlah ke dalam hakikatmu dan menjadi Buddha", karya Hakuin Ekaku (1686-1769)]]
Mulai tahun 711, berbagai kuil dan biara mulai dibangun di ibu kota [[Nara]], termasuk pagoda bertingkat lima, balairung emas [[Horyuji]], dan kuil [[Kofukuji]]. Banyak lukisan dan patung dihasilkan, sering kali dengan dukungan pemerintah. Pengaruh India, Yunani, Tiongkok, dan Korea berpadu menjadi karya asli yang bergaya penuh keanggunan dan realisme. Penciptaan seni rupa Buddha Jepang sangat kaya pada kurun abad ke-8 hingga abad ke-13 M pada [[Zaman Nara]], [[Zaman Heian|Heian]], dan [[Zaman Kamakura|Kamakura]]. Jepang mengembangkan seni figuratif panteon dewata Buddhis yang sangat kaya, terkadang digabungkan dengan pengaruh Hindu dan [[Shinto]]. Karya seni ini dapat demikian beraneka ragam, kreatif, dan berani.
 
Baris 158:
 
=== Tibet dan Bhutan ===
[[Berkas:Yama tibet.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|leftkiri|Lukisan [[Yama]] dari Tibet, abad ke-18.]]
Buddha aliran [[Tantra]] bermula sebagai gerakan di India Timur sekitar abad ke-5 atau ke-6 M. Banyak praktik Tantra Buddha berasal dari [[Brahmanisme|Brahmanisme Weda]] (melalui penggunaan japa [[mantra]] dan [[yoga]], serta pembakaran sesajen). Tantra menjadi bentuk dominan Buddhisme di [[Tibet]] sejak abad ke-8. Karena letak geografisnya di pusat Asia, Buddhisme Tibet menerima pengaruh kesenian dari India, [[Nepal]], Yunani-Buddha, dan Tiongkok. Pada saat ajaran Buddha sampai ke Tibet pada abad ke-7 M, ekspresi artistik aliran Mahayana telah mencapai tingkat inspirasi yang tinggi. Buddha Sakyamuni, berbagai Buddha semesta, bodhisatwa laki-laki dan perempuan digambarkan dengan anggun dan megah, semua digambarkan dalam lingkungan seindah swargaloka.<ref name="Tibet">{{cite web|title=Buddhist Art & Architecture: Tibetan Buddhist Art|url=http://www.buddhanet.net/tibart.htm|publisher=Buddhanet|accessdate=29 Januari 2014}}</ref> Secara artistik, seni Gupta dan kesenian Hindu merupakan dua inspirasi yang paling kuat memengaruhi kesenian Tibet.
 
Baris 164:
 
=== Vietnam ===
[[Berkas:National Museum Vietnamese History 35 (cropped).jpg|thumbjmpl|uprightlurus|Buddha anak-anak muncul dari dalam kuncup bunga teratai. Kayu disepuh pewarna merah dan emas, dinasti Trần-Hồ, Vietnam abad ke-14 dan ke-15.]]
Vietnam adalah titik pertemuan cabang seni rupa Buddha utara dan selatan. [[Etnis Vietnam|Bangsa Viet]] di utara lebih dipengaruhi Buddhisme Tiongkok, sementara [[Suku Cham|bangsa Cham]] di Vietnam Selatan lebih dipengaruhi Buddhisme langsung dari India dan beberapa negara tetangganya di Asia Tenggara (Kamboja, Jawa, dan Sriwijaya). Kedua cabang yang bertemu di Vietnam ini adalah aliran Mahayana, yang dicirikan dengan perwujudan tokoh Bodhisatwa yang kaya.
 
Baris 174:
Bentuk ajaran Buddha Theravada yang ortodoks, juga dikenal sebagai Buddha aliran Selatan, hingga kini masih dipraktikkan di Sri Lanka, Myanmar (Burma), Thailand, Laos, dan Kamboja. Selama abad ke-1 Masehi, aktivitas [[Jalur Sutra]] di darat cenderung terhalang oleh munculnya kerajaan [[Parthia]] di [[Timur Tengah]], yang merupakan musuh [[Kekaisaran Romawi|Roma]]. Dengan semakin makmurnya Romawi maka permintaan mereka akan barang mewah dari Asia seperti rempah, sutra, dan keramik kian meningkat. Tuntutan ini menghidupkan kembali hubungan perniagaan laut antara [[Laut Mediterania]] dan Tiongkok, dengan India sebagai perantara pilihan. Jalur Sutra maritim ini menghubungkan [[Laut Merah]], [[Teluk Persia]], [[Laut Arab]], [[Samudra Hindia]], [[Teluk Benggala]], [[Selat Malaka]], dan [[Laut Tiongkok Selatan]]. Sejak saat itu, melalui hubungan perdagangan, pemukiman komersial, dan bahkan intervensi politik, India mulai sangat memengaruhi kerajaan-kerajaan di [[Asia Tenggara]]. Rute perdagangan India terkait dengan [[Burma]] selatan, [[Thailand|Siam]] tengah dan selatan, [[Indonesia]] barat, [[Kamboja]] selatan, pesisir [[Vietnam]]; maka banyak pemukiman dan bandar yang didirikan di sana.<ref name="Art History"/>
 
[[Berkas:CambodianBuddha.JPG|thumbjmpl|leftkiri|uprightlurus|Buddha Kamboja, abad ke-14 M]]
Selama lebih dari seribu tahun, pengaruh India menjadi faktor utama yang membawa suatu tingkat persatuan budaya dari beberapa negara di kawasan ini. [[Bahasa Pali]] dan [[bahasa Sanskerta]] bersama dengan Buddha aliran [[Mahayana]] dan [[Theravada]], Brahmanisme Weda, dan [[Hinduisme]], disebarkan melalui kontak langsung maupun melalui penyebaran kitab suci dan seni sastra India, seperti ''[[Ramayana]]'' dan ''[[Mahabharata]]''. Penyebaran ini memberikan konteks artistik bagi perkembangan seni rupa Buddha di negara-negara ini, yang kemudian masing-masing mengembangkan ciri khas dan karakteristiknya masing-masing.
 
Baris 189:
 
=== Myanmar ===
[[Berkas:Buddha 00004.JPG|thumbjmpl|uprightlurus|Arca Buddha gaya Mandalay]]
Sebagai negara tetangga India, [[Myanmar]] (Burma) secara alami sangat dipengaruhi oleh bagian timur wilayah India. Orang Mon dari Burma bagian selatan dikatakan telah menganut ajaran Buddha sekitar tahun 200 SM di bawah penyebaran agama oleh Raja [[Ashoka]] dari India, sebelum perpecahan antara aliran Buddha [[Mahayana]] dan [[Hinayana]].
 
Baris 203:
 
=== Kamboja ===
[[Berkas:Bodhisattva Lokesvara statue.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|Bodhisatwa [[Awalokiteswara|Lokeswara]], [[Kamboja]] abad ke-12.]]
[[Kamboja]] adalah pusat [[Kerajaan Funan]], yang memperluas wilayah pengaruhnya hingga ke Burma dan sejauh Malaysia di selatan pada kurun antara abad ke-3 hingga abad ke-6. Pengaruhnya tampaknya hanyalah dalam bidang politik, sebagian besar pengaruh budaya datang langsung dari India.
 
Baris 213:
 
=== Thailand ===
[[Berkas:Wat Si Chum in Sukhothai.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|Phra Atchana Wat Si Chum, [[Provinsi Sukhothai]], [[Thailand]]]]
Dari abad pertama sampai abad ke-7, seni rupa Buddha di [[Thailand]] pertama kali dipengaruhi oleh kontak langsung dengan para pedagang India dan perluasan kerajaan Mon, yang mengarah ke penciptaan seni rupa Hindu dan Buddha yang terinspirasi dari [[Kekaisaran Gupta|Gupta]] tradisi, dengan berbagai patung-patung monumental.
 
Baris 223:
 
=== Indonesia ===
[[Berkas:029 LalitavistaraDeva listening to Dhamma.jpg|leftkiri|thumbjmpl|Relief rendah di Borobudur.]]
[[Berkas:Borobudur-perfect-buddha.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|Arca Buddha di [[Borobudur]].]]
{{lihat|Agama Buddha di Indonesia}}
 
Seperti kebanyakan wilayah Asia Tenggara, [[Indonesia]] dipengaruhi seni budaya India sejak abad pertama Masehi. Bangunan Buddha tertua di Indonesia mungkin adalah stupa bata di [[Percandian Batujaya|Batujaya]] di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, diperkirakan berasal dari abad ke-4 M. Candi ini dibangun dari bahan bata merah yang dilapis lepa atau plaster. Pulau [[Sumatera]] dan [[Jawa]] adalah wilayah kemaharajaan [[Sriwijaya]] (abad ke-8 sampai ke-13 M), yang kemudian tumbuh menjadi kekuatan bahari yang mendominasi kepulauan dan semenanjung Asia Tenggara. Sriwijaya menganut agama Buddha aliran Mahayana dan Wajrayana, di bawah perlindungan wangsa [[Sailendra]]. Sriwijaya menyebarkan kesenian Buddha ke semenanjung Asia Tenggara. Beberapa contoh arca Buddha Mahayana berupa arca bodhisatwa dari periode ini ditemukan di kawasan Asia Tenggara.<ref name="ThaiWorld"/>
 
[[Berkas:Avalokiteçvara, Malayu Srivijaya style.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|Arca Awalokiteshwara perunggu berlapis emas gaya Malayu-Sriwijaya, ditemukan di Jambi, Sumatera.]]
Karya arsitektur yang halus dan kaya dapat ditemukan di Jawa dan Sumatera. Contoh yang paling luar biasa adalah [[Borobudur]], bangunan Buddha terbesar di dunia, dibangun pada kurun 780-825 M,<ref name="Guiness">
{{cite web| url=http://www.guinnessworldrecords.com/records-3000/largest-buddhist-temple/| title=Largest Buddhist temple| publisher=Guinness World Records| work=[[Guinness World Records]]| accessdate=27 Januari 2014}}</ref><ref name="JakartaPost1">{{cite web| url=http://www.thejakartapost.com/news/2012/07/04/guinness-names-borobudur-world-s-largest-buddha-temple.html| title=Guinness names Borobudur world’s largest Buddha temple | Author=Purnomo Siswoprasetjo| date=Rabu, 4 Juli 2012, 4:50 PM | publisher=The Jakarta Post| accessdate=27 Januari 2014}}</ref> sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.<ref name="unesco-whc">