Wajo mengalami perubahan struktural pasca [[Perjanjian Lapadeppa]] yang berisi tentang pengakuan hak-hak kemerdekaan orang Wajo. Posisi Batara Wajo yang bersifat monarki absolut diganti menjadi [[Arung Matowa]] yang bersifat monarki konstitusional. Masa keemasan Wajo adalah pada pemerintahan [[La Tadampare Puangrimaggalatung]]http://makassar.tribunnews.com/2013/04/17/revitalisasi-warisan-sejarah-membangun-optimisme. Wajo menjadi anggota [[persekutuan Tellumpoccoe]] sebagai saudara tengah bersama [[Bone]] sebagai saudara tua dan [[Soppeng]] sebagai saudara bungsu.
Wajo memeluk Islam secara resmi pada tahun 1610 pada pemerintahan [[La Sangkuru]] patauPatau mulajajiMulajaji sultanSultan Abdurahman dan Dato Sulaiman menjadi Qadhi pertama Wajo. Setelah Dato Sulaiman kembali ke Luwu melanjutkan dakwah yang telah dilakukan sebelumnya, Dato ri Tiro melanjutkan tugas Dato Sulaiman. Setelah selesai Dato ri Tiro ke Bulukumba dan meninggal di sana. Wajo terlibat [[Perang Makassar]] (1660-1669) disebabkan karena persoalan geopolitik di dataran tengah Sulawesi yang tidak stabil dan posisi Arung Matowa La Tenrilai To Sengngeng sebagai menantu [[Sultan Hasanuddin]]. Kekalahan Gowa tidak menyebabkan La Tenrilai rela untuk menandatangani [[perjanjian Bungaya]], sehingga Wajo diserang oleh pasukan gabungan setelah terlebih dahulu Lamuru yang juga berpihak ke Sultan Hasanuddin juga diserang. Kekalahan Wajo menyebabkan banyak masyarakatnya pergi meninggalkan Wajo dan membangun komunitas sosial ekonomi di daerah rantauannya. La Mohang Daeng Mangkona salah satu panglima perang Wajo yang tidak terima kekalahan merantau ke Kutai dan membuka lahan yang kini dikenal sebagai [[Samarinda]].
Pada pemerintahan La Salewangeng to Tenrirua Arung Matowa ke 30, ia membangun Wajo pada sisi ekonomi dan militer dengan cara membentuk koperasi dan melakukan pembelian senjata serta melakukan pelatihan penggunaan senjata. La Maddukkelleng kemenakan La Salewangeng menjadi Arung Matowa 31 dilantik di saat perang. Pada zamannya ia memajukan posisi wajo secara sosial politik di antara kerajaan-kerajaan di sulsel. La Koro Arung Padali, memodernisasi struktur kerajaan Wajo dengan membentuk jabatan militer Jenerala (Jendral), Koronele (Kolonel), Manynyoro (Mayor), dan Kapiteng (Kapten). Dia juga menandatangani [[Large Veklaring]] sebagai pembaruan dari perjanjian Bungaya.