Sejarah Kota Samarinda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Tag: menghilangkan referensi [ * ]
Baris 57:
Ada beraneka versi mengenai latar belakang terciptanya nama Samarinda.
 
Versi pertama berdasarkan persamaan ukuran tinggi rumah-rumah rakit/terapung penduduk Bugis Wajo di [[Samarinda Seberang]] yang tidak ada yang lebih tinggi antara satu dengan yang lain, sehingga disebut “sama-rendah”, yang juga bermakna tatanan kemasyarakatan yang egaliter.<ref>Tim Penyusun (2004), p. 34</ref>
 
Versi kedua berdasarkan persamaan ukuran tinggi Sungai Mahakam dengan daratan di tepiannya yang sama-sama rendah. Sampai awal dasawarsa tahun 1950-an setiap air Sungai Mahakam pasang naik, sebagian besar jalan-jalan di Samarinda selalu terendam air. Terlebih lagi jika sedang pasang besar, ada beberapa jalur jalan yang sama sekali tidak dapat dilintasi kendaraan karena ketinggian air yang merendamnya. Guna menanggulangi masalah tersebut, sejak awal 1950-an dilakukan penurapan lalu jalan ditinggikan hingga berkali-kali. Pada tahun 1978 ketinggian total bertambah 2 meter dari permukaan awal sehingga jalan tidak lagi terendam kecuali Mahakam pasang luar biasa.<ref>Dachlan, Oemar (1978). “''Asal-Usul Nama Samarinda Sejak Zaman sebelum Kemerdekaan, Nama Ini Sudah Terkenal di Seluruh Indonesia''.” Jakarta: Majalah Bulanan Prima, April 1978 dalam Oemar Dachlan, ''Kalimantan Timur dengan Aneka Ragam Permasalahan dan Berbagai Peristiwa Bersejarah yang Mewarnainya'', (Jakarta: Yayasan Bina Ruhui Rahayu, 2000), hlm. 133.</ref>
 
Versi ketiga berdasarkan asal kata dari bahasa Sansekerta, yaitu “Samarendo” yang berarti selamat sejahtera.<ref>{{cite book|last=Al Haddad|first=Sajed Alwi Tahir|date=1957|title=Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh|publisher=Djohor al Mahtab Addaini|pages=101–106}}</ref>
 
Versi keempat berdasarkan cerita rakyat bahwa nama Samarinda berasal dari [[bahasa Melayu]] dari kata “samar” dan “indah”.
 
Sampai menjelang akhir abad ke-20 atau sekitar dekade 1980-an warga masih menyebut Samarinda dengan lafal “Samarenda” (pengucapan huruf “e” seperti pada kata “beta”) walaupun dalam bahasa penulisannya sudah berubah menjadi “Samarinda”.<ref>Sarip (2015), ''Samarinda Bahari'', p. 44</ref>
 
== Era Kolonial Belanda ==