Thomas Aquinas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ign christian (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Ign christian (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 124:
 
Mengenai [[sakramen]], Thomas berpendapat bahwa terdapat [[Sakramen (Katolik)|tujuh sakramen]] yang diperintahkan oleh Kristus, dan sakramen yang terpenting adalah [[Sakramen Ekaristi (Gereja Katolik)|Ekaristi]] (''Sacramentum Sacramentorum'' "Sakramen dari Semua Sakramen") karena mengandung Kristus sendiri. Rahmat adikodrati disalurkan kepada orang beriman melalui sakramen. Dengan menerima sakramen, manusia dimampukan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang berkenan kepada Allah. Teologi Thomas mengenai sakramen banyak ditemukan dalam ''[[Summa contra Gentiles]]'' dan ''[[Summa Theologiae]]'' karyanya, sarat dengan kutipan-kutipan dari [[Kitab Suci Katolik|Kitab Suci]] dan dari berbagai [[Bapa Gereja]].
 
=== Hakikat Yesus Kristus ===
{{see also|Persatuan hipostatik|Kenosis}}
 
Dalam ''Summa Theologica'', Thomas mengawali pembahasannya tentang Yesus Kristus dengan menceritakan kisah biblis Adam dan Hawa serta dengan mendeskripsikan dampak-dampak negatif dari [[dosa asal]]. Tujuan Inkarnasi Kristus adalah untuk memulihkan kodrat manusia dengan menghapuskan ''kecemaran dosa'', karena hal itu tidak dapat dilakukan sendiri oleh manusia. "Kebijaksanaan Ilahi menilainya pantas bahwa Allah perlu menjadi manusia, sehingga dengan demikian satu orang yang sama dapat memulihkan manusia sekaligus mempersembahkan pemenuhan."<ref>Thomas Aquinas, pp. 228–29.</ref> Thomas dikatakan mendukung [[Teori pemenuhan mengenai pendamaian|pandangan pemenuhan]] atau pelunasan dalam [[Pendamaian dalam Kekristenan|pendamaian]], karena ia menuliskan bahwa Yesus Kristus wafat "untuk melakukan pemenuhan bagi seluruh umat manusia, yang dijatuhi hukuman mati karena dosa."<ref>{{en}} {{cite web |url=http://www.newadvent.org/summa/4050.htm#article1 |title=''Summa'', III, Q.50, art.1 |publisher=Newadvent.org |accessdate=2010-01-17}}</ref>
 
Thomas menentang sejumlah teolog historis dan kontemporer yang menganut pandangan berbeda tentang Kristus. Menanggapi [[Fotinus]], Thomas menyatakan bahwa Yesus adalah benar-benar ilahi dan bukan seorang manusia semata. Menanggapi [[Nestorius]], yang mengemukakan bahwa Putra Allah sekadar digabungkan ke dalam manusia Kristus, Thomas berpendapat bahwa kepenuhan Allah merupakan suatu bagian integral dari keberadaan Kristus. Bagaimanapun, ketika menanggapi pandangan-pandangan [[Apollinaris dari Laodicea|Apollinaris]], Thomas berpendapat bahwa Kristus juga memiliki jiwa (rasional) manusia sejati. Ini menghasilkan dualitas kodrat dalam diri Kristus. Thomas menentang [[Eutykhes]] yang menyatakan bahwa dualitas tersebut tetap dipertahankan setelah Inkarnasi. Thomas menyatakan bahwa kedua kodrat tersebut ada secara bersamaan namun dapat dibedakan dalam satu tubuh manusia sejati, tidak seperti ajaran-ajaran [[Mani (nabi)|Manikeus]] dan [[Valentinius]].<ref>Thomas Aquinas, pp. 231–39.</ref>
 
Sehubungan dengan pernyataan [[Rasul Paulus]] bahwa Kristus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia" (Filipi 2:6–7), Thomas menyajikan suatu penegasan akan [[kenosis]] ilahi yang banyak memberikan informasi mengenai [[Kristologi]] Katolik. Selaras dengan hasil [[Konsili Nicea I]], pandangan St. [[Agustinus dari Hippo]], serta pernyataan-pernyataan Kitab Suci, Thomas mendukung doktrin kebakaan ilahi.<ref>{{en}} "The Profession of Faith of the 318 Fathers," First Council of Nicaea – 325 AD, available at http://www.papalencyclicals.net/Councils/ecum01.htm, §2.</ref><ref>Augustine, Sermo VII, 7.</ref><ref>Sebagai contoh, Maleakhi 3:6 dan Yakobus 1:17</ref> Dengan demikian, setelah menjadi manusia, tidak mungkin ada perubahan dalam pribadi ilahi Kristus. Bagi Thomas, "misteri Inkarnasi tidak diselesaikan melalui Allah yang berubah dengan suatu cara apapun dari keadaan Dia berasal dari kekekalan, tetapi melalui penyatuan diri-Nya dengan keberadaan itu dalam suatu cara yang baru, atau lebih tepatnya melalui penyatuan keberadaan itu dengan diri-Nya sendiri."<ref>ST III.1.1.</ref>
Demikian pula, Thomas menjelaskan bahwa Kristus "mengosongkan diri-Nya sendiri, bukan dengan menanggalkan kodrat ilahi-Nya, tetapi dengan mengambil suatu kodrat manusia."<ref name="dhspriory.org">{{en}} Commentary on Saint Paul's Letter to the Philippians, available at http://dhspriory.org/thomas/english/SSPhilippians.htm, §2-2.</ref> Bagi Thomas, "kodrat ilahi-Nya penuh tanpa ada kekurangan, karena setiap kesempurnaan kebaikan ada di sana. Namun, kodrat manusia dan jiwa-Nya tidak penuh, tetapi mampu mencapai kepenuhan, karena dibuat sebagai sebuah batu tulis yang tidak bertuliskan. Dengan demikian, kodrat manusia-Nya kosong. Karenanya {{interp|Rasul Paulus|orig=ia}} mengatakan, Dia ''mengosongkan diri-Nya sendiri'', sebab Dia mengambil suatu kodrat manusia."<ref name="dhspriory.org"/>
 
Singkatnya, "Kristus memiliki satu ''tubuh sejati'' dari kodrat yang sama dengan kita, satu ''jiwa rasional sejati'', dan, bersama semua itu, ''kodrat Ilahi yang sempurna''." Dengan demikian, terdapat kesatuan (dalam satu ''[[hipostasis (filsafat dan agama)|hipostasis]]''-Nya) maupun komposisi (dalam dua kodrat-Nya, manusia dan Ilahi) dalam diri Kristus.<ref>Thomas Aquinas, pp. 241, 245–49. Emphasis is the author's.</ref>
 
{{quote|Saya menjawab bahwa, Pribadi atau hipostasis Kristus dapat dilihat dalam dua cara. Pertama apa adanya dalam diri-Nya sendiri, dan karena itu benar-benar sederhana, bahkan sebagai Kodrat dari sang Firman. Kedua, dalam aspek pribadi atau hipostasis yang menjadikannya subsisten dalam suatu kodrat; dan dengan demikian Pribadi Kristus subsisten dalam dua kodrat. Oleh karena itu, kendati terdapat satu keberadaan subsisten dalam Dia, namun terdapat aspek-aspek subsistensi yang berbeda, dan karenanya Dia dikatakan sebagai satu pribadi komposit, karena satu keberadaan subsisten dalam dua kodrat.<ref>{{en}} {{citation |chapter-url=http://www.newadvent.org/summa/4002.htm#article4 |chapter=Third Part: Question 2. The mode of union of the Word incarnate |title=The Summa Theologiæ |author=St. Thomas Aquinas}}</ref>}}
 
Menggemakan St. [[Athanasius|Athanasius dari Aleksandria]], ia mengatakan bahwa, "Karena menginginkan supaya kita ambil bagian dalam keilahian-Nya, Putra tunggal Allah mengambil kodrat kita, sehingga Dia yang menjadi manusia dapat menjadikan umat manusia ilahi."<ref>{{en}} {{Cite book |last = Weigel |first = George |authorlink = George Weigel |title = The Truth of Catholicism |publisher=[[Harper Collins]] |year = 2001 |location = New York City |page =9 |url = |isbn = 0-06-621330-4}}</ref><ref>{{KGK|pp=460|long=yes}}</ref>
 
===Tujuan hidup manusia===
Thomas Aquinas mengidentifikasi tujuan keberadaan manusia sebagai persatuan dan persekutuan abadi dengan Allah. Tujuan tersebut dicapai melalui [[visiun beatifis]] ("pandangan yang penuh kebahagiaan"), yang di dalamnya seseorang mengalami kebahagiaan sempurna dan tanpa akhir karena melihat esensi Allah. Visiun tersebut terjadi setelah kematian lahiriah sebagai suatu anugerah atau pemberian dari Allah kepada mereka yang dalam kehidupannya mengalami [[keselamatan (agama)|keselamatan]] dan [[Penebusan (teologi)|penebusan]] melalui Kristus.
 
Tujuan persatuan dengan Allah memiliki implikasi-implikasi bagi kehidupan individu di dunia ini. Thomas menyatakan bahwa [[kehendak bebas]] dari individu perlu diarahkan menuju hal-hal yang benar, seperti [[kasih (kebajikan)|kasih]], perdamaian, dan kekudusan. Orientasi tersebut juga dilihatnya sebagai jalan menuju kebahagiaan, dan tampak pada susunan karyanya tentang kehidupan moral yang berkisar pada gagasan akan kebahagiaan. Pertalian antara kehendak dan tujuan pada dasarnya bersifat anteseden, "karena ketulusan kehendak meliputi keterarahan yang sebagaimana mestinya pada tujuan akhir [yaitu visiun beatifis]." Mereka yang benar-benar berupaya untuk memahami dan mencari kehendak Allah niscaya akan mengasihi apa yang Allah kasihi. Kasih atau cinta semacam itu mensyaratkan moralitas, dan menghasilkan "buah" dalam pilihan-pilihan yang diambil manusia di dalam hidupnya sehari-hari.<ref>Kreeft, p. 383.</ref>
 
==Karya-karya==