Budaya Rejang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
''Teks miring''''Teks miring''''Teks miring''[[Berkas:Hukum Rejang.png|thumb|350px|right|Pengadilan berdasarkan hukum Rejang di Kepahiang pada zaman [[Hindia Belanda]] tahun 1800-an. Pengadilan tersebut terdiri atas kepala [[afdeling]] selaku [[hakim]], juru tulis, staf lainnya dari pemerintahan Hindia Belanda, dan tokoh masyarakat Rejang. Terdakwa biasanya adalah pelaku pencurian yang merupakan pendatang dari luar wilayah Rejang yang sudah dikenal secara umum oleh masyarakat Rejang bahwa pendatang dari wilayah tersebut memiliki tradisi yang suka mencuri.]]
'''Budaya Rejang''' adalah [[budaya]] yang dianut oleh [[suku Rejang]] di wilayah Rejang yang sekarang menjadi [[Kabupaten Kepahiang]], [[Kabupaten Lebong]], [[Kabupaten Bengkulu Tengah]], [[Kabupaten Rejang Lebong]], [[Kabupaten Bengkulu Utara]], dan [[Kabupaten Rejang Lebong]].
Baris 17:
Dengan adanya sistem petulai tersebut, menandakan masyarakat Rejang sudah memiliki hukum adat yang dipatuhi oleh pendukungnya. Peradaban yang maju pada masyarakat Rejang juga ditandai bahwa suku Rejang telah memiliki aksara sendiri sebagai alat penyampai informasi, yakni aksara kaganga. Hingga saat ini, masyarakat Rejang yang asli masih memiliki peradaban yang menjunjung harga diri. Sering terjadinya kerusakan peradaban dalam masyarakat Rejang karena banyak penduduk di daerah Rejang yang mampu berbahasa Rejang, namun secara silsilah keturunan mereka bukanlah masyarakat Rejang yang asli (garis keturunan bukan [[patrilineal]]). Hal ini menjadi fenomena yang mencoreng citra suku Rejang.
== Pernikahan ==
Suku Rejang memiliki tiga jenis kesepakatan dalam penikahan:
* ''Semeno'': Pihak laki-laki selaku suami hidup di keluarga pihak perempuan selaku istri setelah pernikahan disahkan. Pihak laki-laki tersebut berkewajiban menafkahi istri dan menuruti perintah dari keluarga perempuan dalam menjalani kehidupan selama dalam ikatan pernikahan.
* ''Beleket'': Pihak laki-laki memiliki wewenang penuh dalam mengatur urusan rumah tangganya tanpa ada turut campur dari keluarga pihak perempuan setelah disahkan pernikahan. Biasanya, adat pernikahan ini berlaku jika pihak laki-laki selaku suami memenuhi segala kesepakatan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan oleh keluarga pihak perempuan supaya dapat memperistri si perempuan. Kesepakatan yang biasa diterapkan kaum bangsawan yang menikahi kaum rakyat jelata.
* ''Semeno rajo-rajo'': Kesepakatan yang membebaskan pihak laki-laki dan pihak perempuan selaku suami dan istri untuk menjalani hidup sesuai dengan keinginan mereka masing-masing untuk memilih di lingkungan keluarga mana yang diinginkan tanpa terikat aturan dari pihak keluarga mana pun. Pernikahan jenis ini biasa terjadi di antara orang-orang dengan status sosial yang setara, biasanya juga diterapkan dalam kehidupan kaum bangsawan Rejang.
Setelah datangnya pengaruh [[Islam]], adat pernikahan ini telah digantikan dengan syarat dan ketentuan Islam yang tercipta dari [[ijab kabul]]. Walaupun demikian tiga jenis kesepakatan adat tersebut diberlakukan dalam kehidupan yang sebenarnya.
Dalam kehidupan modern yang berpedoman dengan perundang-undangan pernikahan yang berlaku di Republik Indonesia. Masyarakat Rejang sekarang mengikuti hukum yang berlaku tentang syarat sah suatu ikatan pernikahan sesuai aturan yang berlaku tanpa banyak mengikuti aturan yang tidak penting dan dibuat-buat yang menambah kerumitan menjalani kehidupan.
== Lihat pula ==
|