Sejarah Myanmar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 103:
Taungu, dipimpin rajanya yang bercita-cita tinggi, [[Tabinsweti]], bersama naib panglimanya, [[Bayinnaung]], kelak berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil yang bermunculan sejak runtuhnya Kemaharajaan Pagan, dan membentuk kemaharajaan terbesar dalam [[sejarah Asia Tenggara]]. Pertama-tama, kerajaan baru ini menaklukkan Hanthawadi yang lebih kuat dalam [[Perang Taungu–Hanthawadi (1534–1541)]]. Tabinsweti memindahkan ibu kota kerajaan Taungu ke Bago sesudah direbutnya pada 1539.
Taungu [[Perang Taungu–Awa (1538–1545)|meluaskan kekuasaannya sampai ke Pagan]] pada 1544 tetapi gagal dalam usahanya [[Perang Taungu–Mrauk-U (1545–1547)|menaklukkan Arakan (1545–1547)]] dan [[Perang Birma–Siam (1547–1549)|
Bayinnaung menetapkan suatu tatanan administrasi negara yang kokoh dan bertahan lama. Tatanan administrasi negara ini membatasi kekuasaan para kepala suku Shan yang menjabat turun-temurun, dan menyelaraskan adat-istiadat Shan dengan norma-norma yang berlaku di dataran rendah Birma.<ref name=hb-117>Htin Aung 1967: 117–118</ref> Akan tetapi Bayinnaung tidak dapat menerapkan tatanan administrasi yang sama di seluruh wilayah kemaharajaan yang begitu luas. Kemaharajaan merupakan sekumpulan bekas kerajaan berdaulat, yang raja-rajanya bersumpah setia kepada Bayinnaung selaku seorang [[Cakrawartin|cakrawati]] ({{my|စကြဝတေးမင်း}}, {{IPA-my|sɛʔtɕà wədé mɪ́ɴ|}}; Penguasa Alam), bukan kepada kerajaan Taungu.
Baris 117:
Saudaranya, [[Thalun]], membangun kembali negara Birma yang porak-poranda akibat perang. Ia memerintahkan pelaksanaan cacah jiwa untuk pertama kalinya dalam sejarah Birma pada 1635. Hasil cacah jiwa menunjukkan bahwa warga kerajaan itu kurang-lebih berjumlah dua juta jiwa. Pada 1650, tiga raja bijak–Nyaungyan, Anaukpetlun, dan Thalun–berhasil membangun kembali sebuah kerajaan yang lebih kecil ukurannya tetapi lebih mudah diatur.
Yang jauh lebih penting, rajawangsa baru ini menciptakan pula suatu tatanan hukum dan politik yang bentuk dasarnya tidak berubah sepanjang masa pemerintahan [[Wangsa Konbaung]] sampai dengan abad ke-19. Kerajaan menggantikan jabatan kepala suku yang turun-temurun dengan jabatan gubernur yang berdasarkan penunjukan kerajaan di seluruh Lembah Sungai Irawadi, dan menghapus sejumlah besar hak turun-temurun para kepala suku Shan. Kerajaan juga membendung laju peningkatan kekayaan dan otonomi biara dengan menetapkan dasar pengenaan pajak yang lebih besar. Perombakan-perombakan di bidang niaga dan administrasi sekuler berhasil menciptakan kemakmuran ekonomi yang bertahan sampai lebih dari 80 tahun.<ref name=vbl-158-164>Liberman 2003: 158–164</ref> Selain pemberontakan yang sesekali muncul dan satu perang dengan pihak eksternal—Birma menggagalkan [[Perang Birma–Siam (1662–64)|upaya
Kerajaan Taungu terpulihkan ini sedikit demi sedikit mengalami kemerosotan, dan kekuasaan "raja-raja istana" menurun drastis pada era 1720-an. Sejak 1724, orang-orang [[Meitei]] mulai menyerang daerah hulu [[Sungai Chindwin]]. Pada 1727, kawasan selatan Lan Na ([[Chiang Mai]]) memberontak dan berhasil melepaskan diri, menyisakan kawasan utara Lan Na ([[Distrik Chiang Saen|Chiang Saen]]) dalam kekuasaan Birma yang lama-kelamaan pun tinggal nama saja. Serangan orang-orang Meitei bertambah gencar pada era 1730-an, dan semakin jauh menerobos ke Birma Tengah.
Baris 219:
Pada 1978, sebuah operasi militer dilancarkan atas kaum Muslim [[Orang Rohingya|Rohingya]] di [[Negara Bagian Rakhine|Arakan]], yang diberi nama [[Operasi Raja Naga di Arakan|Operasi Raja Naga]], yang mengakibatkan 250.000 orang terpaksa [[pengungsi|mengungsi]] ke [[Bangladesh]].
Setelah dibebaskan pada 1966, U Nu meninggalkan Birma pada pada bulan April 1969, dan membentuk Partai Demokrasi Parlementer (PDP) pada bulan Agustus tahun yang sama di [[Bangkok]],
=== Krisis dan Pemberontakan 1988 ===
Baris 228:
Pada bulan September 1987, pemimpin ''de facto'' Birma, U Ne Win, mendadak membatalkan pecahan-pecahan uang kartal tertentu, sehingga mengakibatkan ekonomi merosot tajam. Alasan utama pembatalan tersebut adalah takhyul yang sangat dipercaya oleh U Ne Win, yang menganggap bahwa angka sembilan adalah angka keberuntungannya—ia hanya mengizinkan peredaran pecahan 45 dan 90 kyat, karena angka-angka ini dapat habis dibagi dengan angka sembilan.<ref>{{cite web|url=http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/7012158.stm|title=BBC NEWS - Asia-Pacific - Burma's 1988 protests|publisher=|accessdate=4 February 2016}}</ref> Penetapan status Birma sebagai [[negara terbelakang|Negara Terbelakang]] oleh PBB pada bulan Desember di tahun yang sama adalah bukti dari keterpurukan perekonomiannya.<ref name="ms"/>
=== 1990–2006 ===
{{Utama|Dewan Perdamaian dan Perkembangan Negara}}
Pemerintah militer memaklumkan perubahan nama negara dari ''Birma'' menjadi ''Myanmar'' pada 1989. Pemerintah militer juga melanjutkan reformasi ekonomi yang dirintis oleh rezim lama, dan
<!--The military would not let the assembly convene, and continued to hold the two leaders of the LND, [[U Tin U]] and [[Aung San Suu Kyi]], putri dari Aung San, under house arrest imposed on them the previous year. Burma came under increasing international pressure to convene the elected assembly, particularly after Aung San Suu Kyi was awarded the [[Nobel Peace Prize]] in 1991, and also faced [[economic sanctions]]. In April 1992 the military replaced [[Saw Maung]] with General [[Than Shwe]].
Than Shwe released U Nu from prison and relaxed some of the restrictions on Aung San Suu Kyi's house arrest, finally releasing her in 1995, although she was forbidden to leave Rangoon. Than Shwe also finally allowed a National Convention to meet in January 1993, but insisted that the assembly preserve a major role for the military in any future government, and suspended the convention from time to time. The LND, fed up with the interference, walked out in late 1995, and the assembly was finally dismissed in March 1996 without producing a constitution.
Baris 242:
During the 1990s, the military regime had also had to deal with several insurgencies by tribal minorities along its borders. General [[Khin Nyunt]] was able to negotiate cease-fire agreements that ended the fighting with the [[Kokang]], hill tribes such as the [[Wa State|Wa]], and the [[Kachin people|Kachin]], but the [[Karen people|Karen]] would not negotiate. The military finally captured the main Karen base at [[Manerplaw]] in spring 1995, but there has still been no final peace settlement. [[Khun Sa]], a major opium warlord who nominally controlled parts of [[Shan State]], made a deal with the government in December 1995 after US pressure.
After the failure of the National Convention to create a new constitution, tensions between the government and the LND mounted, resulting in two major crackdowns on the LND in 1996 and 1997. The
The military placed [[Aung San Suu Kyi]] under house arrest again in September 2000 until May 2002, when her travel restrictions outside of Rangoon were also lifted. Reconciliation talks were held with the government, but these came to a stalemate and Suu Kyi was once again taken into custody in May 2003 after an ambush on her motorcade reportedly by a pro-military mob. The government also carried out another large-scale crackdown on the LND, arresting many of its leaders and closing down most of its offices. The situation in Burma remains tense to this day.
Baris 254:
Pada 2005, ibu kota negara dipindahkan dari [[Yangon]] ke [[Naypyidaw]].
Pada bulan November 2006, [[Organisasi Buruh Internasional]] mengumumkan akan berupaya – di [[Mahkamah Internasional]]<ref>{{cite news|url=http://in.today.reuters.com/news/newsArticle.aspx?type=worldNews&storyID=2006-11-16T163442Z_01_NOOTR_RTRJONC_0_India-276537-1.xml&archived=False |title=ILO seeks to charge Myanmar junta with atrocities |publisher=Reuters|date=16 November 2006 |accessdate=17 November 2006 }}</ref> – "untuk menuntut anggota-anggota junta militer Myanmar yang sementara berkuasa atas dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan" karena mewajibkan berkesinambungan untuk melakukan [[kerja paksa]]. Menurut Organisasi Buruh Internasional, diperkirakan ada 800.000 orang yang diwajibkan menjalani kerja paksa di Myanmar.<ref>{{cite web|url=http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/GC29Ae02.html|title=Asia Times Online :: Southeast Asia news and business from Indonesia, Philippines,
=== Protes anti pemerintah 2007 ===
|