Ahmad Khatib al-Minangkabawi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
Ramayoni (bicara | kontrib)
+sunting pranala
Baris 42:
}}
 
'''Syaikh Ahmad Khathib Al-Minangkabawi Rahimahullah''' Indonesia<ref>http://lib.alharamain.gov.sa/index.cfm?do=cms.librarybookdetials&bkid=6276</ref>(1860 - 1916) adalah seorang guru Islamulama Indonesia asal [[Minangkabau]]. Ia lahir di Koto Tuo, [[Ampek Angkek]], [[Kabupaten Agam]], [[Sumatera Barat]] pada tanggal 6 [[Zulhijah]] 1276 H (1860 M) dan meninggal di [[Mekkah]] di tanggal 8 [[Jumadilawal]] 1334 H (1916 M).<ref name="ReferenceA">Fadhlan Mudhafier, Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy: Pemikiran dan Perjuangannya, Masa 1276-1334 Hijriah, 2013</ref> Dia menjabat sebagai kepala imam sekolah [[mazhab Syafii|ajaran Syafii]] di Masjid Mekah ([[Masjidil Haram]]). Banyak pemimpin reformis Islam Indonesia belajar darinya, termasuk [[Ahmad Dahlan]], sebagai pendiri [[Muhammadiyah]] dan [[Hasyim Asyari]], sebagai pendiri [[Nahdlatul Ulama]].<ref name="ReferenceB">Fred R. Von der Mehden, Two Worlds of Islam: Interaction Between Southeast Asia and the Middle East, 1993</ref>
 
Meskipun Ahmad Khathib adalah seorang [[Muslim]] [[Sunni]] ortodoks, dia masih berharap untuk mendamaikan sistem matrilineal di Minangkabau dengan hukum warisan yang ditentukan dalam Al Quran. Melalui murid-muridnya di Minangkabau yang belajar di [[Mekkah]] dan juga yang dia ajar di Indonesia, dia mendorong budaya Minangkabau yangagar dimodifikasi berdasarkan [[Al-Qur'an]] dan [[Sunah]].
 
Putra tertuanya, Abdul Karim, memiliki sebuah toko buku di Mekkah. Putranya Abdul Malik al-Khathib adalah seorang duta besar Asyraf ke [[Mesir]]. Putranya, Syaikh Abdul Hamid al-Khathib, adalah duta besar [[Arab Saudi]] pertama untuk [[Republik Islam Pakistan]]. Dan anak laki-lakinya, Fuad Abdul Hamid al-Khathib, adalah seorang duta besar Arab Saudi, humanitarian, penulis, dan pengusaha. Dalam kapasitasnya sebagai diplomat, dia mewakili tanah airnya di [[Pakistan]], [[Irak]], [[Amerika Serikat]], [[Republik Federal Nigeria]], [[Republik Turki]], [[Republik Rakyat Bangladesh]], [[Nepal]], dan akhirnya sebagai duta besar Saudi untuk [[Malaysia]].
Baris 55:
Banyak sekali murid Syaikh Khatib yang diajarkan fiqih [[Mazhab Syafi'i|Syafi'i]]. Kelak di kemudian hari mereka menjadi ulama-ulama besar di Indonesia, seperti [[Abdul Karim Amrullah]] (Haji Rasul) ayah dari [[Buya Hamka]]; Syaikh [[Muhammad Jamil Jambek]], [[Bukittinggi]]; [[Sulaiman Ar-Rasuli|Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli]], Candung, Bukittinggi, Syaikh [[Muhammad Jamil Jaho]] Padang Panjang, [[Syaikh Abbas Qadhi]] Ladang Lawas Bukittinggi, [[Syaikh Abbas Abdullah]] Padang Japang Suliki, [[Syaikh Khatib Ali]] [[Padang]], [[Syaikh Ibrahim Musa]] [[Parabek]], [[Syaikh Mustafa Husein]], [[Purba Baru]], [[Mandailing]], dan [[Syaikh Hasan Maksum]], [[Medan]]. Tak ketinggalan pula K.H. [[Hasyim Asy'ari]] dan K.H. [[Ahmad Dahlan]], dua ulama yang masing-masing mendirikan organisasi Islam terbesar di Indonesia, [[Nahdatul Ulama]] (NU) dan [[Muhammadiyah]], merupakan murid dari Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah.<ref name="ReferenceB"/>
 
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah adalah tiang tengah dari mazhab Syafi'i dalam dunia Islam pada permulaan abad ke XX. Ia juga dikenal sebagai ulama yang sangat peduli terhadap pencerdasan umat. [[imamImam]] Masjidil Haram ini adalah ilmuan yang menguasai ilmu [[fiqih]], [[sejarah]], [[aljabar]], [[astronomi|ilmu falak]], [[ilmu hitung]], dan [[geometri|ilmu ukur]] (geometri).
 
== Nasab ==
Ia bernama lengkap Al ‘Allamah Asy Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah bin ‘Abdul Lathif bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Khathib Al Minangkabawi Al Jawi Al Makki Asy Syafi’i Al Atsari rahimahullah.
 
Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Al Khatib dilahirkan di Koto Tuo, kenagarian Balai Gurah, Kec. Ampek Angkek Candung, Kab. Agam, Prov. Sumatera Barat pada hari Senin 6 Dzul Hijjah 1276 H bertepatan dengan 26 Mei 1860 M. Ibunya bernama Limbak Urai binti Tuanku Nan Rancak. Ayahnya bernama 'Abdul Lathif yang berasal dari Koto Gadang. ‘AbdullahAbdullah, kakek Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah atau buyut menurut riwayat lain, adalah seorang ulama kenamaan. Oleh masyarakat Koto Gadang, ‘AbdullahAbdullah ditunjuk sebagai [[imam]] dan khathib. Sejak itulah gelar Khatib Nagari melekat dibelakang namanya dan berlanjut ke keturunannya di kemudian hari.
 
== Pendidikan ==
Baris 67:
Di samping belajar di pendidikan formal yang dikelola Belanda itu, Ahmad kecil juga mempelajari mabadi’ (dasar-dasar) ilmu agama dari Syaikh ‘Abdul Lathif, sang ayah. Dari sang ayah pula, Ahmad kecil menghafal Al Quran dan berhasil menghafalkan beberapa juz.
 
Pada tahun 1287 H, Ahmad kecil diajak oleh sang ayah, ‘AbdulAbdul Lathif, ke Tanah Suci [[mekkah]] untuk menunaikan ibadah haji. Setelah rangkaian ibadah haji selesai ditunaikan, ‘AbdullahAbdullah kembali ke Sumatera Barat sementara Ahmad tetap tinggal di [[mekkah]] untuk menyelesaikan hafalan Al Qurannya dan menuntut ilmu dari para ulama-ulama [[mekkahMekkah]] terutama yang mengajar di Masjid Al[[Masjidil Haram]] terutama yang mengajar di Masjid Al Haram.
 
Di antara guru-guru Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah di [[mekkahMekkah]] adalah:
* Sayyid ‘Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha Al Makki Asy Syafi’I (1259-1330 H)
* Sayyid ‘Utsman bin Muhammad Syatha Al Makki Asy Syafi’i (1263-1295 H)
Baris 75:
 
Dalam Ensiklopedi Ulama Nusantara dan Cahaya dan Perajut Persatuan mencatat beberapa ulama lain sebagai guru Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah, yaitu:
* Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat 1304) –mufti Madzhab Syafi’i di [[mekkahMekkah]]-
* Yahya Al Qalyubi
* Muhammad Shalih Al Kurdi
Baris 84:
 
== Murid ==
Mengenai murid-murid Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah rahimahullah, Siradjuddin ‘Abbas berkata, “Sebagaimana dikatakan di atas bahwa hamperhampir seluruh ulama Syafi’ISyafi’i yang kemudian mengembangkan ilmu agama di Indonesia, seperti Syaikh Sulaiman Ar Rasuli, Syaikh Muhd. Jamil Jaho, Syaikh ‘Abbas Qadhli, Syaikh Musthafa Purba Baru, Syaikh Hasan Ma’shum Medan Deli dan banyak lagi ulama-ulama Indonesia pada tahun-tahun abad XIV adalah murid dari Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah Khathib Minangkabau ini.”<ref>Siradjuddin ‘Abbas. Thabaqatus Syafi’iyah (hal. 406)</ref>
 
Ucapan senada juga dinyatakan penulis Ensiklopedi Ulama Nusantara di banyak tempat. Bahkan Dr. Kareel A. Steenbrink membuat satu pasal dalam Beberapa Aspek:Guru untuk Generasi Pertama KauKaum Muda. Namun, tidak salah kiranya kita sebutkan di sini beberapa murid-muridnya yang menonjol, baik secara keilmuan maupun dakwah yang mereka lancarkan, di antaranya adalah:
 
* Syaikh ‘Abdul Karim bin Amrullah rahimahullah –ayah Ustadz Hamka-. Seorang ulama kharismatik yang memiliki pengaruh kuat di ranah Minang dan Indonesia. Di antara karya tulisnya adalah Al Qaulush Shahih yang membicarakan tentang nabi terakhir dan membantah paham adanya nabi baru setelah Nabi Muhammad terutama pengikut [[Mirza Ghulam Ahmad]] Al Qadiyani.
Baris 97:
 
== Pernikahan ==
Di antara kebiasaan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah di [[mekkahMekkah]] adalah menyeringkan diri mengunjungi toko buku milik Muhammad Shalih Al Kurdi yang terletak di dekat Masjid[[Masjidil AlHaram|Masjidill Haram]] untuk membeli kitab-kitab yang dibutuhkan atau sekadar membaca buku saja jika belum memiliki uang untuk membeli. Karena seringnya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah mengunjungi toko buku itu membuat pemilik toko, Shalih Al Kurdi, menaruh simpati kepadanya, terutama setelah mengetahui kerajinan, ketekunan, kepandaian dan penguasaannya terhadap ilmu agama serta keshalihannya.
 
Ketertarikan Shalih Al Kurdi terhadap Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dibuktikan dengan dijadikannya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah sebagai menantu. Ya,. Setelah banyak mengetahui tentang prihalperihal dan kepribadian Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yang mulia itu, Shalih Al Kurdi pun menikahkannya dengan putridputri pertamanya, yang kata Hamka dalam Tafsir Al Azhar bernama Khadijah. Sebenarnya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah sempat ragu menerima tawaran dari Al Kurdi karena tidak adanya biaya yang mencukupi dan telah mengatakan terus terang, akan tetapi justru tidak sedikit pun mengurangi niat besar dari Al Kurdi untuk menjaqdikannya menantu. Bahkan Al Kurdi berjanji menanggung semua biaya pernikahan termasuk mahar dan kebutuhan hidup keluarga Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah. Masya Allah. Jika karena bukan kepribadian Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yang mulia dan keilmuannya, mungkin hal semacam ini tidak akan pernah terjadi.
 
Tentang pengambilan Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah sebagai menantu Shalih Al Kurdi, Syarif ‘Aunur Rafiq bertanya terheran kepada Shalih, “Aku dengar Anda telah menikahkan putrid Anda dengan lelaki Jawi yang tidak pandai berbahasa ‘Arab kecuai setelah belajar di [[mekkah]]?” “Akan tetapi ia adalah lelaki shalih dan bertaqwa,” jawab Shalih seketika, “Padahal Rasulullah shallallahu ‘alai wa sallam bersabda, ‘Jika datang kepada kalian seseorang yang agama dan amanahnya telah kalian ridhai, maka nikahkanlah ia.’