Pasar malam (Indonesia): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
Gunkarta (bicara | kontrib)
Baris 6:
Pasar malam ([[Hanzi]]: 夜市, [[pinyin]]: ye shi) sudah ada pada zaman [[Dinasti Sui]] di [[Tiongkok]] kuno. Di zaman tersebut, penyelenggaraan pasar diatur secara ketat oleh kekaisaran. Pasar malam pertama tercatat di [[Chang'an]], yang merupakan kota terbesar pada zaman tersebut. Dari Chang'an, pasar malam kemudian meluas ke beberapa kota besar lainnya seperti [[Kaifeng]], [[Luoyang]] dan [[Yangzhou]].
 
Sampai pada tahun [[965]] pada zaman [[Dinasti Song]], kekaisaran menghapuskan larangan berdagang setelah tengah malam. Di Kaifeng muncul pasar malam yang diadakan sampai pagi hari. Pasar malam seperti ini dikenal dengan istilah '''"pasar hantu'''" (鬼市). Kebiasaan ini kemudian membudaya dan menyebar ke kota-kota lainnya di seluruh Tiongkok.
 
Di [[Nusantara]], pasar secara tradisional diadakan pada hari yang berbeda dengan lokasi yang bergilir di antara desa-desa yang berpartisipasi. Kebiasaan ekonomi tradisional ini di Jawa dikenal dengan sebutan "Hari Pasaran". Setelah dikembangkan lebih lanjut, pasar didirikan lebih permanen seperti sekarang ini. Pasar malam dianggap sebagai kelanjutan dari budaya pasar non-permanen ini. Pasar malam biasanya diadakan pada acara khusus atau festival, seperti festival Sekaten di Jawa, atau diadakan di malam [[Ramadhan]], kira-kira sepekan sebelum [[Lebaran]].