Tumaluntung, Kauditan, Minahasa Utara: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 26:
Dalam perjalanan meninggalkan Kadimbatu, rombongan Dotu Wagiu berpapasan dengan dua ekor burung yang sedang bersabung. Karena dianggap sebagai suatu pertanda ilahi, rombongan pun menghentikan perjalanan (''dumena''). Setelah memohon petunjuk dari ''Opo Empung Waidan'' (Yang Maha Mulia), Dotu Wagiu memberitahukan kepada kawulanya bahwa pertarungan kedua ekor burung itu adalah tanda bahwa mereka harus menunda perjalanan agar terhindar dari mara bahaya. Tiga hari kemudian, mereka didatangi seekor burung [[celepuk sulawesi|celepuk]] (''Manguni Rondor''), yang ditafsirkan bahwa mereka sudah boleh melanjutkan perjalanan, tetapi bukan ke arah timur melainkan ke arah barat dari Kadimbatu. Rombongan akhirnya turun ke Sungai Dinamunen, melanjutkan perjalanan ke arah utara, dan akhirnya menemukan sebuah mata air setelah menempuh jarak sejauh kurang lebih berjalan kurang lebih 150. Dotu Wagiu memutuskan untuk berhenti dan mendirikan tempat berteduh. Mata air yang mereka temui sekarang ini disebut ''Doud Tumetenden''.
Sementara itu di Kadimbatu, sepeninggal rombongan Dotu Wagiu
Setelah Dotu Wagiu beserta rombongannya dan Dotu Makalew beserta rombongannya menemukan tempat untuk menetap, yang tertinggal di Kadimbatu masih tetap dipimpin oleh Dotu Rotti. Mereka sepakat turun dari Kadimbatu ke kanan dengan petunjuk arah terbitnya Matahari, semuanya turun. Setelah menempuh perjalanan sehari mereka tiba di suatu tempat dataran yang dikelilingi pegunungan. Mereka berhenti dan membuat tempat berteduh untuk menetap. Suatu waktu, setelah kira-kira 30 meter mereka berada di tempat tersebut, pada saat mereka sedang makan bersama di tempat terbuka, dimana semua makanan dicurah pada satu tempat yang dialas dengan daun pisang, seekor burung besar terbang melintasi tempat itu, sambil mengeluarkan kotoran dan jatuh tepat di atas makanan mereka sehingga mereka tidak dapat melanjutkan makan. Atas peristiwa itu mereka menamakan tempat itu ''pata'ian ko 'ko'''. Mereka menetap disana selama 23 tahun.
|