Oeripan Notohamidjojo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kucing air (bicara | kontrib)
Pranala luar: Notohamidjojo, Oeripan. ,2011. Kreativitas yang Bertanggungjawab, Satya Wacana Press: Salatiga
Baris 111:
Buku yang terbit terakhir berjudul “Masalah Keadilan” dapat dilihat sebagai pernyataan keprihatinan ia terhadap perkembangan yang ada sekarang di mana dasar-dasar Pancasila, keadilan sosial cenderung untuk diremehkan. Untung bahwa ia mampu untuk mengutarakan masalah dan pemecahannya dengan tepat dan tajam meskipun kadang-kadang perlu menggunakan teknik pasemon, memilih kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dapat ditafsir sesuai dengan kepekaan segenap pembacanya. Buku-bukunya bagi umat Kristen merupakan pedoman yang berharga.
 
==== Satya Wacana: “Setia Sabda” ====
Perguruan Tinggi Satya Wacana merupakan anak rohani Dr. Notohamidjojo. Kedatangannya di Salatiga menurut keyakinannya adalah merupakan panggilan dari Tuhan sendiri. Ketika ia mendapat tawaran dari pengurus PTPG Kristen Indonesia untuk memangku jabatan pemimpin akademi pendidikan guru tersebut, hatinya mendua karena dalam waktu yang bersamaan ia ditawari oleh Profesor Resink untuk membantunya mengajar di fakultas hukum Universitas Indonesia, suatu karier ilmiah yang berprospeksi menarik.
 
Namun ia memilih Salatiga dan di situ ia melaksanakan karya hidupnya. Dari pidatonya pada pembukaan peresmian Universitas Satya Wacana pada tahun 1959 nampak bahwa ia sejak berdirinya PTPG pada tahun 1956, sudah melihat perlunya suatu Universitas Kristen yang menyiapkan tenaga-tenaga kader untuk gereja dan masyarakat. Dari ucapan-ucapan serta pahamnya nampak pengaruh dari gagasan-gagasan tinggi Dr. Abraham Kuyper pendiri Vrije Universiteit di Nederland sebagai suatu perguruan yang beralaskan iman Kristen.
 
Dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya di Indonesia, Satya Wacana nampak menonjol terutama dalam corak keunikan “Indonesia Kecil”Mini”. Sebanyak 19 sinode gereja-gereja di tanah air dari Nias sampai Irian Jaya mendukungnya sehingga para mahasiswa yang berasal dari pelbagai daerah, pelbagai suku hadir dalam kampus Satya Wacana. Ratusan alumni Satya Wacana kini bekerja bertebaran di seluruh Nusantara mengabdikan diri di segala bidang dalam partisipasinya membangun Negara kita.
 
Perkembangan perguruan Satya Wacana tak selancar gambaran luar yang berupa gedung-gedung yang serba megah fasilitas yang mencukupi untuk studi. Berkali-kali Dr. Notohamidjojo menghadapi kesulitan-kesulitan di bidang finansiil, materiil akademis dan politis. Sebagai rector dan educational stateman terbukalah ia membicarakan segalanya dengan kawan-kawannya sekerja. Segala upaya pengatasan kesulitan dilandaskan pada doa karena Dr. Notohamidjojo percaya akan kekuasaan doa. Dalam situasi yang depresif ia mampu menggairahkan staf pembantunya ataupun dosen-dosen dan pegawai-pegawai untuk tetap menunjukkan dan membuktikan sikap dedikasi.
Baris 127:
 
Dr. Notohamidjojo yang akhirnya atas kemauan sendiri menyerahkan tugasnya sebagai pengasuh perguruan tinggi yang didirikannya selama 17 tahun yang lalu merasa puas bahwa ‘anak asuhannya’ akan berada dalam tangan mereka yang mampu melanjutkan perjuangan Satya Wacana dalam mengabdi gereja dan negara sesuai dengan makna namanya “Setia Sabda” dan yang selalu berpedoman kepada motto yang diambil dari Amsal Sulaiman 1:7 “Bahwa takut akan Tuhan itu permulaan segala pengetahuan”.
 
== Pemahaman Mengenai Kepemimpinan ==
Dr. Notohamidjojo mengatakan ''“ Betapa besarnya kebutuhan akan perubahan , tapi kalau tiada bisa menyangkut pada seseorang yang berbakat , maka tiada ada munculah seorang pemimpin. Sebaliknya , betapa anggunpun bakat seseorang , tapi apabila ia tidak menjumpai kesempatan untuk mengembangkannya, tidak terhasilkan pula seorang pemimpin yang besar.''
 
Terdapat dua kata kunci dalam ungkapan Dr. Notohamidjojo tentang kepemimpinan, yakni '''bakat''' dan '''pengembangan.''' Dr. Notohamidjojo percaya bahwa ada orang yang benar-benar lahir sebagai pemimpin (''nature''). Namun bakat seorang pemimpin tidak akan banyak berguna bila tidak dididik dengan baik serta tepat.
 
Berikutnya adalah pengembangan,Dr. Notohamidjojo percaya bahwa kepemimpinan juga merupakan sesuatu yang dikembangkan. Kepemimpinan bukan semata-mata didapatkan dari Tuhan, tetapi juga “diusahakan” oleh manusia. Bila kita melihat secara jeli pola yang kedua, menurut tafsiran saya, Dr. Notohamidjojo mau menyampaikan bahwa semua orang berpotensi untuk menjadi pemimpin. Kata kuncinya terdapat pada kalimat “''kesempatan untuk mengembangkannya”.'' Kesempatan untuk menjadi pemimpin terbuka (''opportunity'') bagi siapa saja dan untuk memilikinya, manusia perlu membentuk diri sedemikian rupa serta mengikutsertakan diri dalam program-program pelatihan yang mumpuni.Pandangan kepemimpinan dalam paham Dr. Notohamidjojo adalah paham yang bersifat universal dan ''equal''.
 
Model berikutnya yang harus ada dalam diri seorang pemimpin adalah “tanggung jawab”. Bagi Dr. Notohamidjojo, terdapat dua tanggungjawab dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. ''Pertama'', seorang pemimpin harus berbertanggung jawab atas kepemimpinannya. Dr. Notohamidjojo mengatakan “''pemimpin itu mengabdi pada organisasi, bukan dirinya sendiri, objektif, bukan subjektif''. Artinya, seorang pemimpin pertama-tama harus melayani pandangan dan  memelihara eksistensi organisasinya. Pemimpin harus bertanggung jawab terhadap organisasi yang ia pimpin. Pemimpin juga harus mempertahankan, menyalurkan, dan mewariskan nilai-nilai organisasi tersebut, sehingga tiba waktunya ia turun jabatan, organisasi tersebut dapat dijalankan lagi oleh orang lain dengan tidak kurang suatu apapun.
 
''Kedua'', seorang pemimpin harus mampu bertanggungjawab atas anggota-anggota yang ia pimpin. Seorang pemimpin harus mampu memberikan teladan sikap yang luhur sesuai dengan delapan (8) sifat kepemimpinan yang digagas oleh Dr. Notohamidjojo. Pemimpin harus rendah hati, agar terhindar dari sikap autokrasi dan gila jabatan. Pemimpin harus menyadari bahwa organisasi bukan diciptakan untuknya tetapi diadakan untuk kelangsungan hidup banyak orang. Tiba saatnya nanti ia harus memberikan jabatan itu kepada orang lain, agar nilai-nilai organisasi yang ia pimpin tetap lestari.
 
Ketiga, seorang pemimpin harus memiliki kecapakan spiritual (teologis). Kecakapan tersebut, Dr. Notohamidjojo kembangkan dalam Teologia Kristen yang dikutip dari Amsal 1:7a “Takut akan Tuhan adalah awal permulaan pengetahuan”. Ayat ini menjadi dasar filsafat UKSW yang pertama yaitu Souveriniteit (Souverinitas).
 
“Dasar Souveriniteit, yang berpangkal pada pengakuan “menyegani Tuhan adalah pangkal pengetahuan” (Amsal 1:7). Dasar ini berisi pengakuan bahwa Allah adalah khalik seluruh kosmos ,''Tuhan yang berdaulat'' (Souverenein) yang bertahta di atas batas yang mutlak di atas mahluknya. Batas yang itu adalah nomos (Sam Lusi (editors),2013,4).
 
Pendasaran ini bukan semata-mata di gagas Dr. Notohamidjojo karena UKSW merupakan Universitas Kristen untuk formalitas belaka. Dr. Notohamidjojo melihat bahwa seorang akademisi juga harus memliki sikap menyegani Tuhan. Tuhan yang berdaulat atas segala ciptaan (termasuk manusia) sehingga segala tindakan manusia harus didasarkan kepada sang pencipta. Dasar UKSW yang kepertama juga memiliki hubungan dengan Pancasila yakni sila kepertama “Ketuhanan yang Masa Esa”. Sebagai Universitas yang berada di bumi Indonesia.UKSW juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memelihara serta “meresapkan” nilai-nilai pancasila. Sehingga dasar yang diletakan tidak menjadikan agama sebagai “label” dalam dunia pendidikan tetapi menjadikannya sebagai dasar semangat nasionalisme . 
 
== Pranala luar ==